Langsung ke konten utama

Upaya Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Peternakan

Secara rasional kombinasi usaha di bidang pertanian dan peternakan bersifat saling mendukung. Artinya, selain panen utama berupa hasil bercocok tanam, diperoleh pula hasil sampingan yaitu bahan hijauan untuk pakan ternak yang melimpah. Sebaliknya, dari usaha peternakan, secara primer menghasilkan keuntungan ekonomis dari penjualan ternak, dan secara sekunder menghasilkan pupuk kandang yang sangat penting untuk meningkatkan produksi pertanian.
Masalah utama yang saat ini dihadapi adalah terbatasnya produktivitas usaha peternakan. Para peternak masih berusaha secara individual dan tradisional dengan pengetahuan dan keterampilan yang terbatas, dan memandang usaha peternakan hanya sebagai pekerjaan sambilan. Selain itu kandang ternak masih menyatu dengan rumah penduduk, sehingga potensi pencemaran lingkungan cukup tinggi. Hal ini, diduga terkait dengan cara berpikir masyarakat, bahwa ternak dinilai sebagai investasi berharga yang harus dijaga keamanannya. Cara pandang seperti ini perlu diubah melalui penerapan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi tepat guna sehingga meningkatkan keberdayaan kelompok sasaran. Dengan kata lain, perlu adanya intervensi untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan budidaya peternakan yang berkelanjutan (sustainability development) di wilayahnya. Dalam kaitan ini, pengembangan kemampuan dan keberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor usaha kecil bidang peternakan merupakan langkah pilihan yang strategis untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Transformasi masyarakat ke arah tercapainya pemberdayaan masyarakat pedesaan, khususnya yang bergerak di sektor peternakan merupakan obsesi yang realistis. Transformasi menuju kepada tercapainya pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan penerapan iptek tepat guna dengan berbasis pada pada tiga  pilar utama, yakni: (1) Orientasi yang bertumpu bertumpu perubahan perilaku (attitude); (2) Orientasi pengelolaan oleh masyarakat sendiri (self community management), (3) Orientasi inovasi dan kreativitas masyarakat (entrepreneurship).
Masa sekarang tidak hanya diperuntukkan bagi organisasi, melainkan juga untuk kebutuhan perseorangan. Bagi organisasi iptek dapat digunakan untuk keunggulan kompetitif, sedangkan bagi perseorangan dapat digunakan untuk keunggulan pribadi.” Penyelesaian masalah dan cara pemberdayaan masyarakat dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pengorganisasian kelompok peternak
Salah satu indikator pengelolaan usaha secara profesional adalah dengan penerapan sistem pengorganisasian yang memadai. Selama ini usaha peternakan masih individual, karena belum terbentuk paguyuban atau kelompok yang menjadi wadah usaha bersama. Masalah yang muncul terkait dengan belum adanya paguyuban ini, antara lain: kurangnya kesempatan saling berbagi pengetahuan di kalangan peternak, rendahnya perolehan informasi dari sesama peternak, dan adanya persaingan yang kurang sehat.
2. Sosialisasi metode beternak berbasis Iptek
Untuk meningkatkan produktivitas peternakan, perlu adanya penerapan iptek. Namun selama ini, peternak di Desa Dadapayu Gunungkidul masih melaksanakan kegiatan peternakan secara tradisional. Pengetahuan tentang bahan pakan ternak juga masih minim. Mereka mengandalkan pakan hijauan, sehingga pada masa kemarau peternak tidak berdaya menghadapi kelangkaan pakah hijauan ini.

3. Penerapan (pembudayaan) Iptek dan pendampingan
Setelah memperoleh pelatihan, anggota kelompok peternakan memasuki suatu sistem peternakan dengan kultur baru, yaitu dengan menerapkan teknologi. Agar penerapan teknologi dapat efisien, maka kekompakan anggota perlu diutamakan. Hal ini diperlukan sarana pertemuan yang betrsifat rutin, misalnya mulai dirintis kandang kelompok (kandang komunal). Selama ini, banyak terjadi masyarakat memperoleh pelatihan, namun tidak menerapkan dan membudayakan pengetahuan baru tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan kontribusi sub sektor peternakan dalam perekonomian Nasional, pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan industri peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri peternakan di Indonesia. Namun demikian, sejalan dengan kencenderungan yang terjadi akhir-akhir ini bahwa peran pemerintah dalam pembangunan semakin berkurang dan sebaliknya peran masyarakat dan pihak swasta diharapkan akan semakin meningkat.
Pemerintah dewasa ini lebih berperan sebagai streering daripada rowing. Maksudnya, bahwa yang melakukan kegiatan pembangunan adalah masyarakat dan pihak swasta sedangkan pemerintah hanya mendorong dan menyiapkan kondisi dan lingkungan yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan agribisnis peternakan.
Ke depan, tantangan yang dihadapi bidang peternakan di Indonesia semakin berat. Apabila kita tidak bersungguh-sungguh membangun peternakan yang tangguh, berbasis sumberdaya lokal dan berdayasaing maka jumlah impor hasil peternakan berupa daging, telur dan susu akan meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Agar dapat menjadi tuan di rumah sendiri maka tidak ada jalan lain kecuali bersungguh-sungguh dan bekerja keras membangun industri peternakan yang dapat memenuhi permintaan dalam negeri dan sekaligus dapat mengekspor kelebihan hasil produksinya ke negara-negara yang memerlukan.

Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan
Sejalan dengan visi pembangunan pertanian, visi pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: “Mewujudkan Peternakan Tangguh Guna menjamin Kesejahteraan Peternak”. Sedangkan misinya adalah: (1) meningkatkan pendapatan; (2) penyediaan pangan hewani yang ASUH; (3) pembangunan SDM yang berkualitas; (4) diversifikasi pangan; (5) pengentasan kemiskinan; dan (6) pengembangan sistem perdagangan komoditi ternak yang bebas dan fair.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah menetapkan 3 (tiga) program utama yaitu program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP), Program Pengembangan Agribisnis (PA) dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Penjabaran lebih lanjut dari program tersebut di bidang peternakan sebagai berikut:
1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan sasarannya adalah: (a) dicapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal; (b) meningkatkan keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (c) meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan.
2. Program pengembangan agribisnis dengan sasaran: (a) berkembangnya usaha di sektor hulu, usaha tani (on-farm), hilir (agroindustri) dan usaha jasa penunjang; (b) meningkatnya pertumbuhan PDB sub sektor peternakan; dan (c) meningkatnya ekspor produk peternakan segar dan olahan.
3. Program peningkatan kesejahteraan petani sasarannya adalah: (a) meningkatnya kapasitas dan posisi tawar peternak; (b) semakin kokohnya kelembagaan peternak; (c) meningkatnya akses peternak terhadap sumberdaya produktif; dan (d) meningkatnya pendapatan peternak.
Sistem tanaman-ternak selalu menunjukkan peran pentingnya dalam usaha tani, seperti mendaur ulang biomassa berupa limbah yang dapat digunakan sebagai sumber pakan dan limbah ternak berupa kotoran diolah menjadi kompos untuk memperbaiki kondisi tanah yang sebelumnya tidak sesuai untuk budidaya tanaman. Integrasi ternak dengan usaha tani lainnya (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan) masih merupakan suatu cara utama dalam intensifikasi pertanian yang berkelanjutan, walaupun peranan ternak tetap menduduki posisi pendukung dan pelengkap dan bukan merupakan komponen utama dalam sistem integrasi tanaman-ternak. Seperti diketahui biaya operasional terbesar dalam usaha peternakan adalah biaya pakan sekitar 60-70%, dengan jalan mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak dengan kegiatan usaha tani lainnya akan dihasilkan efisiensi biaya produksi yang tinggi.
Selain itu ternak dapat menghasilkan kotoran ternak dalam jumlah yang cukup banyak, dengan pengolahan secara sederhana kotoran tersebut dapat diubah menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah, selain digunakan untuk kebutuhan sendiri pupuk kandang dapat dijual dengan harga yang
lumayan. Sehingga secara keseluruhan kombinasi kegiatan pemeliharan ternak dan bercocok tanam akan sangat menguntungkan petani dengan jalan pengurangan biaya produksi dan peningkatan penghasilan.
Secara terperinci manfaat sistem tanamanternak antara lain: (i) meningkatkan akses terhadap kotoran ternak; (ii) peningkatan nilai tambah dari tanaman atau hasil ikutannya; (iii) mempunyai potensi mempertahankan kesehatan dan fungsi ekosistem; dan (iv) mempunyai kemandirian yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya mengingat nutrisi dan energi saling mengalir antara tanaman dan ternak.
Pakan ternak dari tanaman dapat berupa limbah dan hasil sampingan agroindustri yang dapat digunakan untuk ternak, meliputi: (i) jerami (padi dan jagung); (ii) pucuk tebu; (iii) biji-bijian (kacang tanah dan cowpea); (iv) umbi-umbian (ketela dan ubi jalar); (v) bungkil biji minyak (kelapa sawit, kapas, kopra); (vi) dedak; dan (vi) baggase. Kotoran ternak bermanfaat untuk: (i) memperbaiki struktur tanah; (ii) mendorong penyerapan kembaban yang lebih baik; (iii) mengurangi daya serap
air; dan (iv) mencegah crusting permukaan tanah.
Misalnya dukungan pemerintah  Dalam pengembangan sistem integrasi sawit-sapi, pemerintah memberikan fasilitasi dalam bentuk penyediaan informasi dan penciptaan lingkungan yang mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis. Diharapkan bahwa partisipasi masyarakat akan lebih berperan dalam pengembangan kawasan agribisnis berbasis peternakan.
Dukungan Direktorat Jenderal Peternakan sebagai instansi penanggungjawab program pembangunan peternakan antara lain berupa upaya mengarahkan paket-paket bantuan langsung pinjaman masyarakat pada pengembangan kawasan peternakan. Nilai rupiah bantuan ini tidaklah terlalu besar karena hanya dimaksudkan sebagai pemicu untuk menggerakkan kegiatan usaha peternakan di tingkat peternak yang berada di kawasan. Bantuan lainnya terutama dalam bentuk penyediaan informasi, penyuluhan, pendampingan, kajian dan bentuk-bentuk fasilitasi lainnya.
Penyebarluasan informasi dilakukan melalui brosur, pelatihan, pertemuan secara berkala, penggunaan media seperti majalah, koran, radio, CD, TV dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan secara ringkas dukungan program/kegiatan dalam pengembangan sistem integrasi sawit-sapi antara lain:
  
Program pengembangan kawasan peternakan
Program pengembangan kawasan dimaksudkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan wilayah wilayah pengembangan peternakan yang potensiel, serta membentuk dan meningkatkan wilayah-wilayah pengembangan dengan komoditas unggulan. Program pengembangan kawasan meliputi kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi peternakan dengan perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, kehutanan dan perikanan.
Pengembangan peternakan dengan pendekatan kawasan akan mempunyai banyak keuntungan diantaranya adalah adanya jaminan usaha apabila suatu kawasan sudah ditetapkan sebagai kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi oleh
pemerintah setempat. Selain itu akan diperoleh sinergi dari berbagai macam kegiatan yang diarahkan ke dalam suatu lokasi kawasan tersebut, sehingga memudahkan dalam pembinaan dan pelayanan.
Pengembangan kawasan integrasi ternak dengan perkebunan kelapa sawit akan dikaitkan dengan pola kemitraan antara perusahaan dengan petani (plasma) yang ada di wilayah perkebunan swasta maupun pemerintah. Dalam kemitraan tersebut perusahaan bertindak sebagai inti yang menjamin penyediaan sarana produksi dan pemasaran, membantu permodalan dan bimbingan teknis (pendampingan) kepada petani peternak yang bertindak sebagai plasma dalam melaksanakan budidaya ternak, sebagaimana yang telah dikembangkan oleh PT. Agricinal di Bengkulu Utara.

Program pemberdayaan kelompok melalui pola BPLM
 Pemerintah pusat melalui Ditjen Peternakan dapat mengarahkan sebagian dari Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) atau lebih dikenal dengan BLM ke lokasi-lokasi kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi ternak dengan komoditas lain. BLM tersebut merupakan dana penguatan modal kelompok yang merupakan stimulan dan masih memerlukan penggalian pertisipasi anggota untuk menambah modal usaha.
Penggunaan dana penguatan modal didasarkan pada kepentingan kelompok melalui kesepakatan anggota kelompok. Anggota kelompok yang menerima harus mampu menggulirkan/mengembalikan modal pokok usaha kepada kelompok untuk disalurkan kepada anggota kelompok lain yang belum menerima.
Paket penguatan modal dapat dimanfaatkan untuk usaha penggemukan sapi potong (sapi kereman), intensifikasi penggunaan Inseminasi Buatan (IB) dan pola kawin alam. Paket BLM tersebut terdiri dari:

Pengembangan agribisnis sapi potong
Paket ini dimaksudkan untuk penguatan modal kelompok dalam menjalankan kegiatan usaha sapi potong baik untuk bibit maupun penggemukan, alokasi kegiatan berupa: pengadaan ternak, perbaikan kandang dan peralatan peternakan, pakan konsentrat, pelayanan kesehatan hewan dan lain-lain sesuai kebutuhan kelompok.
Usaha peternakan memberi kontribusi terhadap penyediaan produksi ternak, peningkatan pendapatan peternak, perluasan dan penciptaan lapangan kerja. Pengembangan usaha peternakan dengan pola kemitraan PIR antara industri peternakan (perusahaan) sebagai inti dengan peternak sebagai plasma merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dan mempercepat pencapaian target pembangunan sub sektor peternakan yang merupakan bagian dari tujuan pengembangan wilayah. Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, bertahap, berkelanjutan dan terarah untuk memacu peningkatan laju pertumbuhan dan pengembangan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan dan keadilan pembangunan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan hendaknya tidak berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena sering tidak seiring dengan upaya pengurangan jumlah penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari tingkat pertumbuhan ekonomi melainkan juga diukur dari keberhasilan usaha perbaikan dalam redistibusi pendapatan masyarakat dan pengurangan kelompok miskin di dalam anggota masyarakat.
Salah satu andalan sektor pertanian di Indonesia adalah sub sektor peternakan yang pengembangannya mengacu pada strategi dasar dan tujuan pembangunan peternakan mengingat prospeknya cerah baik untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Strategi pembangunan peternakan (Yasin dan Indarsih, 1988) yaitu:
1. Peningkatan produksi yang berorientasi pada perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi usaha.
2. Peningkatan kerja sama yang saling mendukung dan saling mendorong untuk maju antarasub sektor peternakan dan sub sektor lainnya.
3. Peningkatan peranan untuk terwujudnya pembangunan wilayah yang utuh, serasi dan terpadu.

Pengembangan Wilayah
Kegiatan pembangunan pada dasarnya dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat secara merata. Ditinjau dari proses pelaksanaan pembangunan, usaha pembangunan tersebut pada dasarnya berupa peningkatan manfaat sumber daya dan peningkatan pemenuhan kebutuhan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Produk kegiatan manusia diusahakan untuk memberikan pengaruh positif pada
suatu wilayah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan kawasan-kawasan yang ada di dalamnya, baik peningkatan mutu, luas maupun jumlah. Peningkatan kawasan-kawasan tersebut memberikan kontribusi kepada perkembangan wilayah tersebut, sehingga proses peningkatan kawasan pada dasarnya merupakan gambaran dari proses perkembangan suatu wilayah (Nasoetion dan Rustiadi, 1990).
Pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai upaya menata ruang dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Tujuan pengembangan wilayah ialah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti  bahwa kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa, industry dan pertanian (peternakan), paling tidak di segi pengelolaan hasil pertanian dan penerimaan masyarakat atau di segi pengeluaran konsumsi, invetasi serta ekspor impornya. Selanjutnya diharapkan agar kegiatan perekonomian wilayah itu membuka kesempatan kerja lebih banyak, sehingga tercapainya pemerataan disegala bidang dalamkehidupan wilayah (kota dan desa).
Selain itu tujuan pengembangan wilayah adalah agar kegiatan kota dan daerah sekitarnya itu seimbang serta berkembang dalam fungsinya sebagai tempat pelayanan warga kota dan daerah sekitarnya (Reksohadiprodjo dan Karseno, 1994). Pengembangan wilayah harus dapat menunjang wilayah belakangnya (hinterland) serta tidak menjadi parasit dalam menyerap potensi daerah belakangnya. Hubungan pusat pengembangan wilayah dengan wilayah belakangnya harus bersifat sinergis.
Untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut, disusun strategi pembangunan prasarana dan sarana yang bersifat menunjang pertumbuhan ekonomi pemerataan pembangunan, meningkatkan stabilitas politik dan kesejahteraan masyarakat (Hanafiah, 1982).

Usaha Peternakan
Usaha peternakan merupakan kegiatan andalan di negera berkembang terutama Negara agraris yang sangat potensial untuk dikembangkan baik pada masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan (rural) maupun pinggir kota (sub urban). Untuk usaha peternakan yang baik, peternak dituntut 2 syarat pokok yaitu (AAK, 1982):
1. Menguasai breeding (memilih bibit yang unggul), feeding (cara memberi makanan yang baik), manajemen (cara memelihara yang baik), pencegahan dan pemberantasan penyakit.
2. Memiliki jiwa peternak. Seorang peternak dikatakan mempunyai jiwa peternak apabila ia telah mampu bertindak dalam usahanya secara tekun, disiplin dan tidak pernah putus asa didalam menghadapi kesulitan apapun.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut:
·          Direktorat Jenderal Peternakan dan Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian secara aktif mendorong pelaksanaan sistem integrasi ternak dengan perkebunan di kawasan pengembangan yang cocok dan sesuai dengan potensi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
ADLIN U. LUBIS. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, Marihay Ulu, P. Siantar, Sumatera Utara.
ANONIMUS. 2004. Integrasi Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa sawit. Direktorat Pengembangan Peternakan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian.
ANONIMUS. 2003. Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit sapi. Badan Litbang Pertanian bekerjasama dengan PT. Agricinal Bengkulu, Expose Teknologi Inovasi Pertanian dan Lokakarya Nasional.
ANONIMUS. 2005. Penyusunan Strategi Peningkatan Pertumbuhan Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan.
ANONIMUS. 2001. Buku Statistik Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. JALALUDDIN, S. 2001. Integrated Animal Production in the Oil Palm Plantation. University Pertanian Malaysia, Serdang-Selongor,
SURADISASTRA, K. dan A.M. LUBIS. 2004. Pertimbangan Integrasi Tanaman Ternak dalam Kebijakan Pengembangan Peternakan di Kawasan Timur Indonesia. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20-22 Juli 2004.
 LIWANG T. 2003. Palm oil mill efluent management. Burotrop.
AAK., 1982, Pedoman Beternak Ayam Negeri, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Hanafiah, T., 1982, Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nasoetion, Rustiadi, 1990, Kebijakan Pengembangan Wilayah Melalui Industrialisasi Pedesaan Nasional, Makalah Seminar Nasional Pembangunan Desa Secara Terpadu. IPB. Bogor.
Reksohadiprodjo, S., Karseno, 1994, Ekonomi Perkotaan, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Rahardi, F., I. S. Wibawa, R.N. Setyowati, 1996, Agribisnis Peternakan, Penerbit Swadaya, Jakarta.
Siagian, H., 2001, Peranan Usaha Peternakan Dalam Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Pola Kemitraan PIR Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Nusantara Unggas Jaya Di Kabupaten Deli Serdang), Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan.

Yasin S., B. Indarsih, 1988, Seluk Beluk Peternakan. Sebuah Bunga Rampai, Penerbit Anugrah Karya, Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan antara Variabel X dan Y dalam Meneliti

Berdasarkan fungsinya variabel dibagi atas tiga fungsi yakni variabel sebab dibedakan atas veriabel penghubung dan variable akibat. Hubungan antara variable X dan Y ada hubungannya melalui variabel penghubung. Semua yang dilakukan dalam perlakuan merupakan variabel bebas. Apakah faktor mempengaruhi variabel Y untuk beberapa variabel bebas dan bagaimana pengaruhnya terhadap independen atau variabel Y berpengaruh atau tidak. Terkait karena nilainya tergantung dari variabel X, besar kecilnya tergantung pada variabel Y. Variabel  penghubung tidak dapat diamati secara langsung tapi dapat bisa merasakan hasilnya yang telah diamati. Contohnya disertasi ibu Nirwana, ada variabel sumber daya fisik dan sumber daya manusia serta faktor budaya yang mempengaruhi keuangan, salah satu yang mempengaruhi seseorang untuk membayar adalah modal budaya orang bugis misalnya kejujuran, panutan usaha dan sebagainya. Unsur budaya lokal dalam mempengaruhi peternak dalam kemampuannya mengakses pem

Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina

Sapi betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk mengawali kehidupan turunan baru, tetapi ia menyediakan pula tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru itu, dimulai dari waktu pembuahan ovum dan memeliharanya selama awal kehidupan. Tugas ini dilaksanakan oleh alat reproduksi primer dan sekunder. Alat reproduksi primer, yaitu ovaria memproduksi ovum dan hormon betina. Organ reproduksi sekunder yaitu terdiri atas tuba fallopi, uterus, cervix, vagina dan vulva. Fungsi alat-alat ini adalah menerima dan mempersatukan sel kelamin jantan dan betina, memelihara dan melahirkan individu baru. Seringkali kelenjar susu dihubungkan sebagai pelengkap alat kelamin, karena kelenjar ini berhubungan erat dengan reproduksi dan penting untuk memberi makan anaknya yang baru dilahirkan selama beberapa waktu.

PROSES RIGORMORTIS DAN KUALITAS DAGING

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel).