Langsung ke konten utama

Stres Panas dan Evaporasi pada Ternak

Pada tahun 2006 di California  gelombang panas mencapai 380C dengan menewaskan 25.000 sapi perah (AFP,2006). Dampak dari gelombang panas tersebut setara dengan 1500 dolar untuk 2500 per kepala atau antara 37,5 dan 62,5 juta dolar. Selain itu produksi susu yang menurun serta kematian sapi perah yang meningkat. Dampak stress panas pada susu dan penggemukan sapi telah menjadi masalah yang berkelanjutan. Dengan demikian suhu yang meningkat bisa menyebabkan stress pada ternak, penyebab dari pemanasan global Temperatur rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir 
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek rumah kaca. Terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC,  sehingga sebagian panas  ( berasal  dari energi matahari) terperangkap di  atmosfer bumi akibat  menumpuknya  jumlah gas rumah kaca tersebut. 
Stres banyak dipengaruhi oleh lingkungan, Seperti sifat-sifat fisik lainnya ,panas berpindah berdasar­kan perbedaan konsentrasi, daerah dimana dia berpindah dari daerah panas kedaerah dingin.  Beberapa cara perpindahan panas dapat terjadi antara dua obyek yang berbeda temperaturnya. Karakteristik instristik dari makhluk hidup adalah kemampuan mereka untuk menjaga stabilitas internal misalnya suhu, komposisi darah dan lain-lain. Dibutuhkan energy metabolism untuk mengatur suhu tubuh ternak dalam mengatasi tingkat stress.
Komponen lingkungan termal terdiri dari temperature, kelembaban, radiasi (sinar matahari, suhu) dan kecepatan angin.  Kemampuan hewan untuk mengatasi kondisi lingkungan sebagai suhu lingkungan dimana animals, rata-rata, dibawah sedikit stress termal, sehubungan dengan faktor-faktor seperti pertumbuhan, kinerja produksi dan sebagainya. Suhu yang optimum biologis sehubungan dengan faktor-faktor seperti keadaan akimatisasi, usia, jenis kelamin, ukuran atau kondisi iklim mikro. Untuk mengetahui ciri titik stress termal pada ternak kita harus mengetahui jenis, usia, jenis kelamin, keseharan, sejarah termal, pengaruh lingkungan, status gizi, dan kondisi semua iklim mikro yang dapat mengubah suhu optimum biologis.
Respon fisiologis meliputi temperature inti tubuh, temperature kulit, kecepatan bernafas (frekuensi bernafas, sweting rate konsumsi pakan, performa,produksi) Respon imun, dan respon tingkah laku. Mekanisme termoregulasi perilaku yang dimanfaatkan oleh ternak untuk menghilangkan stress panas.
Termoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan integrasi dan koordinasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan perubahan suhu dingin atau hangat (Myers, 1984). Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. 
Indikator stress panas pada ternak tergantung pada tingkat respirasi rectal, Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas ZTN (upper critical temperature). Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak mengalami cekaman (Yousef, 1985). Stres panas ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu (Mc Dowell, 1972).
Adapun pengaruh langsung terhadap suhu pada ternak mempengaruhi pada merumput, pengguna makanan dan pengambilan makanan, mempengaruhi efisiensi pengguna makanan, pengaruh terhadap pertumbuhan.
Pada sapi perah atau sapi potong di California dengan suhu mencapai 38 derajat Celcius. Ternak tersebut melakukan proses bernaung, mengkonsumsi air minum, menghindari sinar matahari. Cekaman panas atau heat stress  merupakan  kondisi saat ternak mengalami kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan produksi dan pembuangan panas tubuh. Balans antara produksi panas dan kehilangan panas sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan aktivitas.  Saat dingin : kontraksi otot skeletal meningkat (di bawah kontrol hypothalamus) “ Shivering thermogenesis “.Saat panas : kontraksi otot dikurangi, karena peningkatan temperatur tubuh berasal dari peningkatan metabolisme sel.
Lingkungan yang diukur yaitu temperature dan kelembaban. Terdapat kolerasi antara rectal temperature dan vagina temperature (R2= 0,95).Ada lima tingkat stress pada ternak yaitu 1) no stress, 2) stress ringan, 3) tekanan stress, 4) stress parah, 5) kondisi fatal.
Seperti kita ketahui bersama salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pemeliharaan ternak sapi di lapangan ialah kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). ternak sapi pun memerlukan kondisi lingkungan yang nyaman dengan suhu dan kelembaban yang optimal agar dapat memaksimalkan pertumbuhan berat badan, produksi susu, serta kesehatan reproduksinya. Sapi yang mengalami heat stress akan mengalami penurunan nafsu makan, peningkatan asupan minum, peningkatan aktivitas pernapasan, serta peningkatan ekskresi air liur, keringat, dan urin. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya asidosis (penurunan pH darah) dan penurunan asupan bahan kering (dry matter intake/DMI). Akibatnya pertumbuhan berat sapi lambat, produksi susu turun, serta terganggunya reproduksi dan kesehatan.
Untuk itu, beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah:
·         Menempatkan ternak pada kandang yang teduh.
·         Mengatur kepadatan ternak dalam kandang, serta perhatikan sistem sirkulasi udara di dalamnya.
·         Memberikan air minum yang bersih dan segar karena kebutuhan air minum pada saat heat stress akan meningkat berlipat ganda dibandingkan keadaan normalnya.
·         Meningkatkan kualitas nilai nutrisi, memberikan pakan yang segar dan bersih, serta meningkatkan jumlah pemberian pakan saat suhu lingkungan dingin. Peningkatan kualitas pakan yang dimaksud ialah memberikan pakan dengan kandungan energi tinggi, namun rendah serat agar rumen (perut sapi, red) dapat berfungsi dengan baik.
·         Memberikan suplemen mineral, khususnya yang mengandung mineral natrium dan kalium untuk mengganti mineral yang hilang akibat respirasi/pernapasan, pengeluaran keringat dan atau urin yang berlebih. Contohnya ialah dengan memberikan Mineral Feed Supplement-S.
·         Memberikan suplemen vitamin dengan kandungan vitamin B kompleks untuk memaksimalkan proses metabolisme tubuh dan merangsang nafsu makan ternak sapi. Contoh produk yang dapat diberikan seperti Injeksi Vitamin B Kompleks.
Ternak merupakan hewan yang selalu berupaya mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal.  Mount (1979), menyatakan apabila sapi diekspose pada temperatur 45°C selama 5 jam sehari dalam 21 hari terus-menerus maka mulai hari ke 10 sapi tersebut sudah dapat menyesuaikan diri dengan temperatur panas sehingga temperatur tubuhnya akan sama seperti sebelum diekspose pada panas. Proses mempertahankan temperatur tubuh tersebut tidak berjalan secara langsung tetapi melalui proses yang bertahap.
Kelembaban udara dari suatu lingkungan kehidupan ternak merupakan salah satu unsur iklim. Dimana kelembaban lingkungan mempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban yang terlalu tinggi akan mempertinggi kejadian penyakit saluran pernapasan yang pada gilirannya memakai biaya perawatan kesehatan yang tinggi pada usaha produksi ternak. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi 
Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu lingkungan 18,3ºC dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada:  penurunan nafsu makan, peningkatan konsumsi minum, penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme, peningkatan pelepasan panas melalui penguapan, penurunan konsentrasi hormon dalam darah, peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972), dan  perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985) dan  meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996).
Antara suhu dan kelembaban udara mempunyai hubungan, hubungan besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut “Temperature Humidity Index (THI)”  yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi perah. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72 < THI < 79), stres sedang (80 < THI <89 90="" 97="" b="" berat="" dan="" ierema="" stres="" thi="">,
 1990).
Daya tahan panas merupakan kemampuan hewan untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh pengaruh kondisi panas (Lee, 1953). Kesanggupan ini adalah aktivitas hewan akibat ditempatkan di daerah panas, seperti yang dikemukakan oleh Mc Dowell (1972), bahwa dalam lingkungan panas hewan akan memperlihatkan reaksi yang ditandai dengan peningkatan kegiatan proses-proses fisiologis tertentu, guna meningkatkan pembuangan panas.
Lubis (1959) mengemukakan, bahwa hewan yang suhu tubuh dan frekuensi pernafasannya mudah naik di tempat panas menunjukkan rendahnya daya tahan panas. Lebih lanjut produksinya dapat menurun jika dipindahkan dan dipelihara di tempat yang iklimnya jauh lebih panas, sekalipun produksi di daerah asalnya tinggi.
Penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya  produksi secara optimal. Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan. Bagi sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38,33 oC, suhu lingkungan 25 oC dapat menyebabkan peningkatan rata-rata pernafasan, suhu rektal dan pengeluaran keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk mempertahankan diri dari cekaman panas (Widoretno, 1983).
Daya tahan panas seekor hewan dipengaruhi oleh kelembaban, gerakan udara, radiasi, system reproduksi, umur, keadaan bulu, kebiasaan berteduh, musim, aktifitas dan factor individu (Lee, 1953).
Dalam kondisi yang sangat panas,  hewan akan mempertahankan suhu tubuhnya antara lain melalui penguapan air dari dalam tubuh. Salah satu caranya adalah pengeluaran keringat. Makin banyak keringat yang dikeluarkan, hewan makin  tidak tahan terhadap cekaman panas atau dapat dikatakan bahwa daya tahan panasnya rendah ( Guyton, 1976 ).
Daya tahan panas merupakan kemampuan hewan untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh pengaruh kondisi panas (Lee, 1953). Kesanggupan ini adalah aktivitas hewan akibat ditempatkan di daerah panas, seperti yang dikemukakan oleh Mc Dowell (1972), bahwa dalam lingkungan panas hewan akan memperlihatkan reaksi yang ditandai dengan peningkatan kegiatan proses-proses fisiologis tertentu, guna meningkatkan pembuangan panas.
Lubis (1959) mengemukakan, bahwa hewan yang suhu tubuh dan frekuensi pernafasannya mudah naik di tempat panas menunjukkan rendahnya daya tahan panas. Lebih lanjut produksinya dapat menurun jika dipindahkan dan dipelihara di tempat yang iklimnya jauh lebih panas, sekalipun produksi di daerah asalnya tinggi.
Penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya  produksi secara optimal. Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan. Bagi sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38,33 oC, suhu lingkungan 25 oC dapat menyebabkan peningkatan rata-rata pernafasan, suhu rektal dan pengeluaran keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk mempertahankan diri dari cekaman panas (Widoretno, 1983).
Daya tahan panas seekor hewan dipengaruhi oleh kelembaban, gerakan udara, radiasi, system reproduksi, umur, keadaan bulu, kebiasaan berteduh, musim, aktifitas dan factor individu (Lee, 1953).
Dalam kondisi yang sangat panas,  hewan akan mempertahankan suhu tubuhnya antara lain melalui penguapan air dari dalam tubuh. Salah satu caranya adalah pengeluaran keringat. Makin banyak keringat yang dikeluarkan, hewan makin  tidak tahan terhadap cekaman panas atau dapat dikatakan bahwa daya tahan panasnya rendah ( Guyton, 1976 ).
Keringat merupakan substansi yang dikeluarkan oleh tubuh melalui penguapan dari permukaan kulit, guna menurunkan suhu tubuh yang terlalu tinggi (Mc Dowell, 1972). Dikemukakan pula, bahwa jumlah kelenjar keringat sapi lebih kurang 3,08 buah / cm2 permukaan kulit. Pengeluaran keringat terjadi bila suhu lingkungan telah mencapai 25 0C. Pada permukaan kulit akan terbentuk titik-titik keringat.
 Menurut Houpt ( 1970 ), tingkat kehilangan panas per satuan luas permukaan kulit melalui penguapan ataupun konveksi tergantung dari : tekanan uap di permukaan kulit dan di udara, kemampuan udara lingkungan dan rambut menahan penguapan, pergerakan serta suhu udara lingkungan. Berapapun suhu lingkungan, pengupan air selalu terjadi, yakni : - pengeluaran keringat yang tidak dapat dilihat atau “ Insensible Water Loss “ yang terjadi pada suhu rendah dan - kehilangan air secara terus menerus melalui epidermis atau “ Transepidermal Water Loss “. Dipermukaan kulit kedua cairan ini bercampur dan tidak dapat dipisahkan. Kemampuan udara lingkungan menguapkan air dari permukaan kulit sangat tergantung pada kelembabannya. Jika kelembaban udara rendah, penguapan akan cepat terjadi. Sebaliknya pada tingkat  kelembaban yang tinggi penguapan lambat berlangsung, bahkan tidak terjadi ( Mc. Dowell, 1972 ).
Bila terjadi cekaman panas akibat temperature lingkungan yang cukup tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat (Esmay, 1969), hal ini berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi sehingga mempercepat pemompaan darah kepermukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
Sirkulasi darah berfungsi membantu peredaran nutrient untuk metabolisme sel tubuh, pertukaran Odan COdi paru-paru, berperan dalam proses pembuangan panas melalui radiasi dan konveksi pada permukaan tubuh dan lain sebagainya. Smith (1970) mengatakan bahwa jumlah aliran darah pada bagian tubuh tergantung dari kebutuhan masing-masing bagian tubuh. White (9177) menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ tubuh seperti makanan dan oksigen dibutuhkan adanya sirkulasi darah yang memadai, karena darah merupakan media pengangkut terpenting dalam darah.
Gerakan darah dari jantung terjadi oleh karena adanya detakan jantung. Detakan ini disebut denyut nadi atau pulsus (Smetzer dkk, 1970). Frekuensi denyut nadi dapat dideteksi melalui denyut jantung yang dirambatkan pada dinding rongga dada atau pada pembuluh nadinya (Smetzer dkk, 1970 dan Bone, 1982)
Menurut Sugeng (1998), suhu tubuh normal untuk anak sapi adalah 39,50C-400C, sedangkan untuk anak sapi dewasa 380C-39,50C. Suhu tubuh dipengaruhi oleh lingkungan, jenis kelamin dan kondisi ternak. Sugeng (1998) menjelaskan bahwa ternak mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh untuk memelihara suhu tubuhnya dari pengaruh luar.
Pearson (1985); Bell dan Hales (1985) menyatakan, bahwa secara fisiolgis kelelehan dapat diukur dari meningkatnya temperature suhu rectal. Temperatur rektaldigunakan sebagai ukuran suhu tubuh karena suhu rektum digunakan sebagai media ukur, merupakan suhu paling optimal. Dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, aktivitas,pakan, minuman dan pencernaan produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung (Dukes, 1995). Mangkoewodjojo (1988) menyatakan, bahwa pada keadaan normal temperatur rektal sapi 38.00C sampai 39,00C ; 00C – 38,50C sampai 40.50C (Huteima, 1986), Soerono et al (1978) menyatakan bahwa bahwa temperatur tubuh sapi 37,60C sampai 39,00C. Effendi dan Jazir (1982) menyatakan, bahwa pada pada keadaan normal istirahat denyut nadi sapi 64 kali/menit kemudian setelah dipekerjakan maka pemakaian oksigen dan denyut nadinya semakin meningkat.
Meningkatnya aktivitas jantung meningkatkan pula produksi panas oleh aktivitas otot, sehingga pada keadaan ini ternak mendapat panas bukan hanya dari lingkungannya melainkan juga dari dalam tubuhnya sendiri.
Suhu tubuh hewan homeoterm merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelmin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum (Anderson, 1970). Bartholomew (1977) menyatakan bahwa suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada aktivitas tubuh terendah. Selanjutnya oleh parker (1980) ditambahkan, variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Webster dan Wilson (1980) mengatakan bahwa variasi suhu tubuh 0,6 - 1,2 oC adalah normal.
Webster dan Wilson (1980) mengatakan bahwa suhu tubuh (true body temperature) adalah suhu daerah yang meninggalkan jantung dan suhu rectal umumnya 0.1 – 0,3oC lebih rendah dari suhu tubuh. Walaupun demikian, menurut Anderson (1970), salah satu cara untuk memperoleh gambaran suhu tubuh adalah dengan melihat suhu rectal dengan pertimbangan bahwa rectal merupakan tempat pengukuran terbaik dan dapat mewakili suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai suhu tubuh.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan antara Variabel X dan Y dalam Meneliti

Berdasarkan fungsinya variabel dibagi atas tiga fungsi yakni variabel sebab dibedakan atas veriabel penghubung dan variable akibat. Hubungan antara variable X dan Y ada hubungannya melalui variabel penghubung. Semua yang dilakukan dalam perlakuan merupakan variabel bebas. Apakah faktor mempengaruhi variabel Y untuk beberapa variabel bebas dan bagaimana pengaruhnya terhadap independen atau variabel Y berpengaruh atau tidak. Terkait karena nilainya tergantung dari variabel X, besar kecilnya tergantung pada variabel Y. Variabel  penghubung tidak dapat diamati secara langsung tapi dapat bisa merasakan hasilnya yang telah diamati. Contohnya disertasi ibu Nirwana, ada variabel sumber daya fisik dan sumber daya manusia serta faktor budaya yang mempengaruhi keuangan, salah satu yang mempengaruhi seseorang untuk membayar adalah modal budaya orang bugis misalnya kejujuran, panutan usaha dan sebagainya. Unsur budaya lokal dalam mempengaruhi peternak dalam kemampuannya mengakses pem

PROSES RIGORMORTIS DAN KUALITAS DAGING

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel).

Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina

Sapi betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk mengawali kehidupan turunan baru, tetapi ia menyediakan pula tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru itu, dimulai dari waktu pembuahan ovum dan memeliharanya selama awal kehidupan. Tugas ini dilaksanakan oleh alat reproduksi primer dan sekunder. Alat reproduksi primer, yaitu ovaria memproduksi ovum dan hormon betina. Organ reproduksi sekunder yaitu terdiri atas tuba fallopi, uterus, cervix, vagina dan vulva. Fungsi alat-alat ini adalah menerima dan mempersatukan sel kelamin jantan dan betina, memelihara dan melahirkan individu baru. Seringkali kelenjar susu dihubungkan sebagai pelengkap alat kelamin, karena kelenjar ini berhubungan erat dengan reproduksi dan penting untuk memberi makan anaknya yang baru dilahirkan selama beberapa waktu.