Langsung ke konten utama

Konservasi untuk Hewan dan Spesies Ternak

Secara umum yang dimaksud dengan konservasi adalah penggunaan sumberdaya alam seperti tanah, air, tanaman, hewan dan mineral secara berkelanjutan (sustainable). Sumberdaya alam pada suatu wilayah adalah merupakan suatu asset dasar, sehingga pemborosan penggunaannya akan mengakibatkan kehilangan yang sangat berharga dari segi ekonomi, keilmuan, sosial, budaya, maupun estetika. Sementara itu ternak merupakan sumberdaya genetik hewan yang telah melayani kebutuhan manusia baik untuk sandang, pangan dan tenaga kerja sejak berabad-abad yang lalu (PONZONI, 1997). Untuk spesies ternak, terminologi sumberdaya genetik pada umumnya adalah sinonim dari terminologi breed (rumpun atau bangsa atau ras). Rumpun atau bangsa atau ras yang ada sekarang terbentuk karena aktifitas manusia atau karena seleksi alam (SIMON, 1999).
Peningkatan produksi daging  maupun peningkatan sifat fenotip lain yang dimiliki makhluk hidup pada umumnya, akan lebih tepat bila dilakukan melalui seleksi yang tidak hanya ber­dasarkan pada penampakan luar (fenotipe), melainkan melalui seleksi langsung pada tingkat DNA yang mengkodekan fenotipe yang akan diperbaiki. Seleksi pada level DNA lebih akurat di­banding seleksi secara konvensional yang hanya berdasarkan fenotipe, karena seleksi secara molekuler ini dilakukan pada gen yang mengkodekan sifat yang akan diperbaiki dan bukan hanya melalui efeknya terhadap suatu fenotipe.
Misanya perbaikan genetis melalui IB dengan menggunakan pejantan sapi jenis limusin dan simental, memberikan hasil yang cukup baik. Menurut Sugiyono Pranoto dalam Rachmat Sujianto (2004), sapi betina lokal yang diinseminasi mani beku pejantan sapi limusin maupun simmental mampu melahirkan anak sapi dengan pertumbuhan yang lebih cepat bila dibandingkan sapi lokal. Pada usia tiga tahun, sapi hasil inseminasi dengan mani beku limusin maupun Simmental bobotnya mampu mencapai 800 kg, jauh lebih besar dibandingkan dengan sapi lokal dengan usia sama yang rata-rata hanya memiliki berat badan 350 kg per ekor.
Produksi hewan ternak dipengaruhi oleh banyak faktor, yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam faktor lingkungan dan faktor genetis. Salah satu faktor lingkungan utama yang mempengaruhi produktivitas hewan ternak adalah berupa pakan, baik kualitas maupun kuantitas pakan. Untuk mengatasi permasalahan kualitas pakan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan baik secara fisik, kimia maupun biologi. Kualitas pakan akan mempengaruhi sistem pencernaan dan metabolisme hewan yang pada gilirannya akan mempengaruhi produktivitas hewan ternak. Rendahnya produktivitas merupakan contoh permasalahan terkait dengan rendahnya kualitas atau kuantitas pakan, serta per­masalahan-permasalahan lain seperti resistensi terhadap penyakit maupun faktor lingkungan yang lain. Disamping itu, masing-masing individu hewan ternak memiliki sistem pencernaan dan sistem metabolisme yang diatur secara genetis, yang antara indi­vidu satu dengan individu lain dalam populasi itu terdapat variasi. Variasi genetis inilah yang kemudian dijadikan dasar dalam pemuliaan.

Defenisi In situ Konservasi Genetik Hewan
Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies, variasi genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi penetapan dan pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut. Dalam prakteknya, pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumberdaya di luar kawasan lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik tanaman di habitat aslinya serta penetapan spesies dilindungi tanpa menspesifikasikan habitatnya.
Pada program peningkatan genetik secara konvensional, seleksi dilakukan dengan berdasarkan fenotipe (sifat) yang nampak saja tanpa mengetahui gen mana yang sebenarnya diseleksi. Dengan demikian berkembangnya marka molekuler ini disambut secara antusias yang besar karena merupa­kan suatu penemuan utama yang menjanjikan untuk mengatasi keterbatasan teknik konvensional. Untuk mendapatkan marka gen, dapat dilakukan melalui dua pendekatan utama, yaitu: 
1.      Pende­katan marka gen kandidat (Candidate gene marker approach), dan      
2.       Pendekatan marka random (Random marker approach). 
Pengertian konservasi in situ adalah konservasi dari spesie target dalam ekosistem alami yang ditempatkan oleh ekosistem tersebut, khusus untuk tumbuhan  untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in situ termasuk regenerasi buatan bilamana penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan pada area yang sama bila benih atau materi reproduktif lainnya dikumpulkan secara acak. Secara umum, metode konservasi in situ memiliki 3 ciri: Fase pertumbuhan dari spesies dijaga di dalam ekosistem di mana mereka terdapat secara alami, Regenerasi target spesies terjadi tanpa manipulasi manusia atau intervensi terbatas pada langkah jangka pendek untuk menghindarkan faktor-faktor yang merugikan sebagai akibat dari tataguna lahan dari lahan yang berdekatan atau dari fragmentasi hutan. 
Untuk menjamin konservasi diversitas genetik yang besar di dalam spesies, beberapa area konservasi mungkin diperlukan, jumlah yang tepat dan ukurannya akan tergantung kepada distribusi diversitas genetik dari spesies yang dikonservasi. Penjagaan dan berfungsinya ekosistem pada konservasi in situ tergantung kepada pemahaman beberapa interaksi ekologi.
Karena kemajuan di bidang pemuliaan, varietas unggul dapat diciptakan dengan merakit sifat-sifat yang baik dari beberapa sumber plasma nutfah. Semakin besar sifat keanekaragaman yang dimilikinya, akan semakin bebas pemulia untuk merakit sifat-sifat yang  baik. Dengan silih bergantinya zaman, varietas unggul tidak dapat langgeng bertahan dipakai oleh petani. Memang pada saat tertentu atau pada kondisi yang memadai varietas unggul mampu mengatasi atau melebihi hasil varietas lain, akan tetapi pada kondisi yang lain untuk lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya munculnya kembali penyakit atau hama di daerah penanamannya dapat memukul parah bahkan mengakibatkan fatal.

Ex situ konservasi genetic hewan
Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan:
(1)   habitat mengalami kerusakan akibat konversi;
(2)   materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam lingkungan buatan,metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.
Konservasi exsitu ini sesungguhnya sangat bermanfaat untuk melindungi biodiversitas, tetapi jauh dari cukup untuk menyelamatkan spesies dari kepunahan. Metode ini dipengunakan sebagai cara terakhir atau sebab suplemen terhadap konservasi ini situ karena tidak dapat menciptakan kembali habitat secara keseluruhan: seluruh varisi genetik dari suatu spesies, pasangan simbiotiknya, atau elemen-elemennya, yang dalam jangka panjang, mungkin membantu suatu spesies beradaptasi pada lingkungan yang berubah.
Sebaliknya, konservasi ex situ menghilangkan spesies dari konteks ekologi alaminya, melindunginya di bawah kondisi semi-terisolasi di mana evolusi alami dan proses adaptasi dihentikan sementara atau dirubah dengan mengintroduksi spesimen pada habitat yang tidak alami. Dalam hal metode penyimpanan kriogenik, proses-proses adaptasi spesimen yang dipreservasi membeku keseluruhannya. Kelemahannya adalah bila spesimen ini dilepaskan ke alam, spesies mungkin kekurangan adaptasi genetik dan mutasi yang akan memungkinkannya untuk bertahan dalam habitat alami yang selalu berubah.
Teknik-teknik konservasi ex situ seringkali mahal, dengan penyimpanan kriogenik yang secara ekonomis tidak layak pada kebanyakan spesies. Bank benih tidak efektif untuk tumbuhan tertentu yang memiliki benih rekalsitran yang tidak tetap viabel dalam jangkan lama. Hama dan penyakit tertentu di mana spesies yang dikonservasi tidak memiliki daya tahan terhadapnya mungkin juga dapat merusakannya pada pertanaman ex situ dan hewan hidup dalam penangkaran ex situ.
Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan lingkingan yang spesifik yang diperlukan oleh banyak spesies, beberapa di antaranya tidak mungkin diciptakan kembali, membuat konservasi ex situ tidak mungkin dilakukan untuk banyak flora dan fauna langka di dunia.
Seleksi Berdasarkan Marka Gen
Marka gen adalah variasi sekuen DNA yang mencirikan terjadinya variasi sifat fenotipe, baik yang secara langsung mem­pengaruhi sifat tersebut maupun secara tidak langsung karena ter­jadi linkage (pautan) dengan sekuen DNA yang mempengaruhi sifat fenotip. Ide dasar yang melatar belakangi perlunya seleksi ber­dasarkan marka gen adalah adanya kemungkinan gen-gen dengan pengaruh signifikan yang menjadi target khusus dalam seleksi. Kegunaan utama marka gen adalah untuk seleksi/ pemuliaan hewan berdasarkan variasi pada aras DNA terpilih.
                        Marker Assisted Selection (MAS), yaitu suatu pende­katan langsung untuk memperoleh hewan-hewan yang secara genetik superior. Dalam perkembangannya, pendekatan molekuler ini di­bedakan menjadi: MAS (Marker Assisted Selection) dan GAS (Genotypic assisted selection). MAS digunakan dalam seleksi ber­da­sarkan pada marka yang berhubungan dengan gen yang dikehen­daki (indirect marker), sedangkan GAS digunakan dalam seleksi langsung pada gen yang dikehendaki (direct marker). Pendekatan MAS maupun GAS dapat digunakan pada hewan, tumbuhan maupun manusia, dengan berbagai macam tujuan.
                        Pendekatan marka gen telah banyak digunakan dengan baik untuk sifat-sifat:
                        1) Resistansi terhadap penyakit,
                         2). Kualitas dan kuantitas karkas,
                        3). Fertilitas dan reproduksi,
                        4). Produksi susu, dan 
                        5). Keragaan pertumbuhan
MAS merupakan suatu cara potensial untuk meningkatkan susunan genetik populasi tanaman dan hewan budidaya. Karena sebagian besar sifat yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang diper­timbangkan dalam peningkatan genetik pada hewan dan tumbuhan merupakan sifat kuantitatif, dimana sifat ini  dikendalikan oleh beberapa gen bersama dengan faktor lingkungan yang masing-masing gen memiliki pengaruh terhadap sifat fenotip yang nampak, maka peningkatan sifat yang memiliki nilai ekonomi penting ini menjadi kompleks dan tidak mudah bila dilakukan secara konven­sional. Contoh dari sifat kuantitatif ini adalah produksi susu dan kecepatan pertumbuhan pada hewan.
Pada sapi pedaging dan hewan lain yang diternakkan untuk tujuan produksi daging, hormon pada aksis somatotrop (seperti hormon pertumbuhan dan IGF-I) adalah merupakan titik awal yang tepat untuk pendekatan kandidat gen. Hormon ini mempengaruhi pertumbuhan, produksi susu dan komposisi tubuh hewan mamalia, dan rerata sekresi hormon pertumbuhan telah diduga berhubungan dengan rerata pertumbuhan yang lebih tinggi pada beberapa spesies hewan ternak (Winkelmann et al., 1990). Pada kondisi lingkungan pemeliharaan yang sama, faktor yang bertanggung jawab terhadap variasi pertumbuhan adalah gen yang menyebabkan terjadinya variasi sirkulasi hormon pertumbuhan dalam setiap individu. Sekresi hormon ini dipengaruhi oleh gen pengkode hormon per­tum­buhan. Menurut Schlee et al., (1994b) polimorfisme pada gen hormon pertumbuhan menyebabkan terjadinya perbedaan sintesis hormon, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi/ sirkulasi hormon tersebut. Perbedaan ini menyebabkan terjadinya variasi pertum­buhan antar individu. Dengan demikian, variasi DNA pada gen hormon pertumbuhan dapat dijadikan kandidat yang potensial sebagai gen penanda (marka gen) sifat pertumbuhan sapi.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan antara Variabel X dan Y dalam Meneliti

Berdasarkan fungsinya variabel dibagi atas tiga fungsi yakni variabel sebab dibedakan atas veriabel penghubung dan variable akibat. Hubungan antara variable X dan Y ada hubungannya melalui variabel penghubung. Semua yang dilakukan dalam perlakuan merupakan variabel bebas. Apakah faktor mempengaruhi variabel Y untuk beberapa variabel bebas dan bagaimana pengaruhnya terhadap independen atau variabel Y berpengaruh atau tidak. Terkait karena nilainya tergantung dari variabel X, besar kecilnya tergantung pada variabel Y. Variabel  penghubung tidak dapat diamati secara langsung tapi dapat bisa merasakan hasilnya yang telah diamati. Contohnya disertasi ibu Nirwana, ada variabel sumber daya fisik dan sumber daya manusia serta faktor budaya yang mempengaruhi keuangan, salah satu yang mempengaruhi seseorang untuk membayar adalah modal budaya orang bugis misalnya kejujuran, panutan usaha dan sebagainya. Unsur budaya lokal dalam mempengaruhi peternak dalam kemampuannya mengakses pem

Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina

Sapi betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk mengawali kehidupan turunan baru, tetapi ia menyediakan pula tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru itu, dimulai dari waktu pembuahan ovum dan memeliharanya selama awal kehidupan. Tugas ini dilaksanakan oleh alat reproduksi primer dan sekunder. Alat reproduksi primer, yaitu ovaria memproduksi ovum dan hormon betina. Organ reproduksi sekunder yaitu terdiri atas tuba fallopi, uterus, cervix, vagina dan vulva. Fungsi alat-alat ini adalah menerima dan mempersatukan sel kelamin jantan dan betina, memelihara dan melahirkan individu baru. Seringkali kelenjar susu dihubungkan sebagai pelengkap alat kelamin, karena kelenjar ini berhubungan erat dengan reproduksi dan penting untuk memberi makan anaknya yang baru dilahirkan selama beberapa waktu.

PROSES RIGORMORTIS DAN KUALITAS DAGING

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel).