Langsung ke konten utama

Mengupayakan Pembangunan Peternakan yang Berkelanjutan

Pangan sebagai kebutuhan dasar bagi manusia membawa konsekuensi kepada pemerintah untuk menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya. Dalam RUU Pangan yang baru (2011/2012) tercakup tiga paradigma besar tentang pangan, yaitu kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan yang menempatkan kedaulatan pangan sebagai dasar dalam RUU tersebut serta menganut penggunaan sumber daya secara berkelanjutan (Santosa 2011).
Pembangunan berkelanjutan adalah usaha meningkatkan laju pertumbuhan hasil pembangunan agar sesuai dengan laju pertumbuhan kebutuhan hidup manusia pada saat ini dan akan datang.  Aspek utama mencapai pembankelanjutan guna berProduktivitas yaitu berbeda pada masing-masing sektor pembangunan, masing-masing sektor memiliki dampak berbeda terhadap pembangunan, dan memiliki dampak berbeda terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.
Pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang berkelanjutan merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha; meningkatkan kesejahteraaan masyarakat khususnya petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat didalam dan di sekitar kawasan hutan; mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya di pedesaan; meningkatkan pendapatan nasional; serta menjaga kelestarian lingkungan.
Pembangunan seringkali hanya diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh masyarakat di bidang ekonomi saja. Hal ini terjadi karena teori pembangunan masih sangat didominasi oleh para ahli ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah jumlah keseluruhan kekayaan yang dimiliki, atau yang diproduksi oleh sebuah masyarakat, bangsa atau negara setiap tahunnya.
Peran pemerintah dalam pembangunan peternakan hanya akan meliputi aspek pengaturan (regulation), pelayanan (services), penyuluhan (extension) dan penggerak pembangunan (agent of development), sedangkan peran masyarakat atau swasta adalah sebagai subyek, atau pelaku pembangunan mulai bidangnya. Saat ini kelompok peternak sudah berkembang secara kuantitas, dan hampir di setiap desa ada kelompok-kelompok peternak. Berkembangnya kelompok peternak, baik dari segi kualitas maupun kuantitas tidak bisa lepas dari peraturan menteri pertanian berkaitan dengan pembinaan kelompok tani.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pembangunan yang sekarang sedang marak adalah pembangunan yang hanya  bersifat sementara. Dengan tuntutan globalisasi, Indonesia mengikuti perkembangan  jaman tanpa melihat prospek kedepan. Perkembangan masyarakat yang serba instan dan asal jadi, budaya konsumtif telah mendarah daging pada sebagian besar  masyarakat Indonesia. Sedang sebenarnya, hakikat pembangunan adalah  pembangunan yang berkelanjutan yang tidak parsial, instan dan pembangunan kulit.
Maka, dengan adanya konsep Sustainable Development yang kemudian disebut SD  akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan  lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang. “Pembangunan yang  memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi  mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.”
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan,  kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris sustainabel development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana Universitas memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang  terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam  hal interaksi, interrelasi dan interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Tidak hanya pada permasalahan ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan budaya dari sebuah masyarakat supaya sebuah amsyarakat tetap bisa eksis untuk menjalani kehidupan serta mempunyai sampai masa mendatang. Faktor lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah a) terpeliharanya proses ekologi yang esensial, b) tersedianya sumberdaya yang cukup, dan c) lingkungan sosial- budaya dan ekonomi yang sesuai (Otto, 2004 : 161).
Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian  kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang ekspoitasi terhadapnya dilakukan terus menerus. Pengertian dari tidak mengurangi dan mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang adalah pembangunan yang dilakukan dimasa sekarang itu jangan sampai merusak lingkungan, boros terhadap SDA dan juga memperhatikan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang juga jangan terlalu dimanjakan dengan tersedianya semua fasilitas. T Kerusakan lingkungan, yang merupakan faktor ekologis sebuah kota dapat dilihat dari kondisi air, tanah dan udara yang telah tercemar. Pencemaran itu disebabkan dari berbagai sumber dari dalam kota akibatnya tidak berfungsinya pengelolaan sampah dan limbah cair serta adanya tumpukan sampah. Air kotor yang tidak mengalir didalam saluran air kotor karena tersumbat sampah. Akibatnya bau menyengat tidak dapat dihindarkan. Kondisi lingkungan pemukiman buruk atau kumuh akan menghambat dan menjadi ancaman dalam proses pembangunan  berkelanjutan.

Strategi Pembangunan Peternakan yang Berkelanjutan
FAO (2009b) memperkirakan pada tahun 2011 jumlah penduduk dunia mencapai 7 miliar dan akan menjadi 9 miliar pada tahun 2050. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (2008a) memprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 273 juta jiwa dari sekitar 235 juta jiwa pada tahun 2010. Data ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia akan meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk.
Berdasarkan data tahun 2005, asupan protein hewani rata-rata dunia adalah 23,9 g/kapita/hari, negara maju 49,8 g/kapita/hari, negara berkembang 17,4 g/kapita/hari, dan untuk Indonesia hanya 5,4 g/kapita/hari, berada pada urutan ke-158 dari 173 negara atau pada urutan ke-15 terendah (FAO 2009a). Data statistik peternakan tahun 2010 juga memperlihatkan bahwa asupan protein hewani penduduk Indonesia masih kurang dari 6 g/kapita/hari (Ditjen Peternakan 2010). Konsumsi produk ternak Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan beberapa negara di dunia.
Kebutuhan pangan asal ternak akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran gizi, urbanisasi, dan terjadinya perubahan pola makan. Urbanisasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang umumnya memiliki pendapatan lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di pedesaan (FAO 2009a). Hal ini akan menyebabkan terjadinya diversifikasi pangan pokok dan biji-bijian yang mulai menurun, sebaliknya permintaan buah-buahan, sayuran, daging, susu, dan ikan akan meningkat (FAO 2009b).
Konsumsi protein hewani penduduk Indonesia pada tahun 2008 rata-rata 5,45 g/kapita/hari, terdiri atas 2,4 g daging dan 3,05 g susu dan telur. Konsumsi berdasarkan produk asal ternak pada tahun 2008 rata-rata 5,93 kg daging, 6,91 kg susu, dan 6,37 kg telur/kapita/tahun (Ditjen Peternakan 2010). Sementara itu, kontribusi asupan protein asal ternak terhadap total konsumsi protein penduduk Indonesia hanya 10,1%, sedangkan kontribusi protein asal ternak dunia 27,9% dan untuk negara berkembang rata-rata 22,9% (FAO 2009a) Untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pangan dunia, inovasi teknologi memainkan peranan yang sangat besar, yaitu sekitar 80%, jauh lebih besar daripada peran perluasan lahan yang hanya 20% karena sumber daya lahan sudah sangat terbatas (FAO 2009a).
 Demikian juga dengan upaya meningkatkan produktivitas dan produksi ternak. Sebagai contoh, penelitian pemuliaan ayam pedaging (broiler) saat ini sudah mencapai puncaknya dalam menghasilkan galur ayam pedaging yang dapat mencapai berat tubuh maksimal dengan efisiensi pakan yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat (McKay 2008).
Pada tahun 1960, untuk mencapai berat badan ayam pedaging 1,8 kg diperlukan waktu 84 hari dengan konversi pakan, 3,25, sedangkan melalui serangkaian penelitian (teknologi) pada tahun 2010 telah dihasilkan galur ayam pedaging yang dapat mencapai berat yang sama dalam waktu 34 hari dengan konversi pakan 1,54 (Utomo 2011) Dalam MP3EI, Kalimantan masuk dalam koridor IV, yang selain diprioritaskan sebagai lumbung energi, juga untuk pengembangan perkebunan sawit. Kalimantan cukup banyak memiliki lahan suboptimal, sehingga peternakan sapi potong dapat dikembangkan dengan memanfaatkan bahan pakan dari limbah sawit dan bahan pakan lokal lainnya.
Daerah produsen ternak seperti Nusa Tenggara dan Kalimantan, selain dapat menyuplai ternak hidup ke daerah konsumen (seperti Jakarta), juga dapat dikembangkan usaha peternakan sektor hilir seperti rumah potong hewan (RPH) dan cold storage modern sehingga yang diperdagangkan tidak lagi sapi hidup, tetapi daging segar maupun daging semiolahan Untuk memenuhi kebutuhan pangan hewani secara berkesinambungan bagi penduduk Indonesia perlu dilakukan: 1) pengembangan dan penerapan inovasi teknologi pemuliaan ternak, teknologi reproduksi, teknologi pakan dan pengendalian penyakit hewan guna meningkatkan produktivitas dan produksi ternak lokal yang lebih efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam, 2) pemanfaatan dan pengembangbiakan ternak hasil penelitian yang produktivitas dan daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan dan pengembangan bahan pakan lokal.

Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian secara umum dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta memenuhi kebutuhan pangan dan gizi yang sesuai.

Hal ini juga sejalan dengan Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah. Besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsector peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia. Visi pembangunan peternakan adalah pertanian berkebudayaan industri, dengan landasan efisiensi, produktivitas, dan berkelanjutan.
Peternakan masa depan dihadapkan pada perubahan mendasar akibat perubahan ekonomi global, perkembangan teknologi biologis, berbagai kesepakatan internasional, tuntutan produk, kemasan produk, dan kelestarian lingkungan. Konkritnya, peternakan Indonesia akan bersaing ketat dengan peternakan negara lain, untuk itu perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing baik pada skala lokal, regional dan nasional maupun internasional. Konsumsi protein hewani penduduk Indonesia pada tahun 2008 rata-rata 5,45 g/kapita/hari, terdiri atas 2,4 g daging dan 3,05 g susu dan telur. Konsumsi berdasarkan produk asal ternak pada tahun 2008 rata-rata 5,93 kg daging, 6,91 kg susu, dan 6,37 kg telur/kapita/tahun (Ditjen Peternakan 2010). Sementara itu, kontribusi asupan protein asal ternak terhadap total konsumsi protein penduduk Indonesia hanya 10,1%, sedangkan kontribusi protein asal ternak dunia 27,9% dan untuk negara berkembang rata-rata 22,9% (FAO 2009a).
Penduduk Indonesia saat ini tumbuh dengan laju sekitar 1,3%/tahun dan pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 273 juta (Badan Pusat Statistik 2008a). Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2025 ditargetkan mencapai USD13.000 (Anonymous 2011a). Dengan meningkatnya pendapatan diperkirakan akan terjadi lonjakan permintaan protein hewani karena peningkatan permintaan pangan hewani umumnya dipicu oleh meningkatnya pendapatan masyarakat (Delgado et al. 1999).
Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan pangan utama seperti beras, kedelai, dan gula akan semakin tinggi, sehingga pemanfaatan lahan dan air akan lebih diprioritaskan untuk pangan utama tersebut. Hal ini akan semakin berat bagi subsektor peternakan untuk meningkatkan produksinya. Lahan-lahan penggembalaan produktif akan dimanfaatkan untuk tanaman pangan, dan peternakan akan beralih ke arah peternakan intensif atau semiintensif dengan sistem integrasi tanaman ternak, terutama untuk ternak ruminansia.
Kemungkinan peternakan akan tetap berkembang pada daerah-daerah dekat konsumen (di pinggiran kota) dengan mendatangkan bahan pakan dan pakan melalui perbaikan sistem transportasi, terutama untuk unggas. Spesies ternak kemungkinan juga akan bergeser. Spesies ternak yang mudah dan cepat berkembang dan berproduksi akan menjadi pilihan utama, seperti unggas (ras maupun lokal) dan babi serta ternak lain yang lebih efisien dan ekonomis. Hal ini dapat dilihat pada struktur produksi daging Indonesia yang terus bergesar dari tahun 1970 sampai 2007 Persentase produksi daging sapi pada tahun 1970 lebih tinggi daripada daging ayam, tetapi terus menurun sehingga pada tahun 2000 dan 2007 menjadi kebalikannya (FAO 2009a; Daryanto 2011).

Kesimpulan
·         Pembangunan berkelanjutan adalah usaha meningkatkan laju pertumbuhan hasil pembangunan agar sesuai dengan laju pertumbuhan kebutuhan hidup manusia pada saat ini dan akan datang. 
·         Konsep Sustainable Development yang kemudian disebut SD  akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan  lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang.
·         Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian  kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang ekspoitasi terhadapnya dilakukan terus menerus.
·         Kebutuhan pangan asal ternak akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran gizi, urbanisasi, dan terjadinya perubahan pola makan.
·         Untuk memenuhi kebutuhan pangan hewani secara berkesinambungan bagi penduduk Indonesia perlu dilakukan: 1) pengembangan dan penerapan inovasi teknologi pemuliaan ternak, teknologi reproduksi, teknologi pakan dan pengendalian penyakit hewan guna meningkatkan produktivitas dan produksi ternak lokal 2) pemanfaatan dan pengembangbiakan ternak hasil penelitian yang produktivitas dan daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan dan pengembangan bahan pakan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Beyond Factory Farming: Sustainable solution for animals, people and planet. A Report by Compassion in
Anonymous. 2010. Brazilian Agribusiness at A Glance. Secretariat of Agribusiness International Relations. Ministry of Agriculture, Livestock and Food Supply. Brasilia: Mapa IACS. 63 pp.
Anonymous. 2011a. Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development 2011−2025. Coordinating Ministry for Economic Affair Republic of Indonesia, Jakarta.
Daryanto, A. 2011. Poultry industry outlook. hlm. 299−344. Dalam R. Wibowo, H. Siregar, dan A. Daryanto (Eds). Format Baru Strategi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian Indonesia 2010−2014. Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, Jakarta.
Delgado, C., M. Rosergrant, H. Steinfeld, S. Ehui, and C. Courbois. 1999. Livestock to 2020. The next food revolution. Food, Agriculture and the Environment Discussion Paper No. 28. International Food Policy Research Institute, FAO, and International Livestock Research Institute.
FAO. 2009a. The State of Food and Agriculture. Livestock in the balance. FAO, Rome.
FAO. 2009b. Feeding The World 2050. FAO, Rome.
Guntoro, S. 2011. Saatnya Menerapkan Pertanian Tekno-Ekologis. Sebuah model pertanian masa depan untuk menyikapi perubahan iklim. PT Agromedia Pustaka, Bogor. 174 hlm.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan antara Variabel X dan Y dalam Meneliti

Berdasarkan fungsinya variabel dibagi atas tiga fungsi yakni variabel sebab dibedakan atas veriabel penghubung dan variable akibat. Hubungan antara variable X dan Y ada hubungannya melalui variabel penghubung. Semua yang dilakukan dalam perlakuan merupakan variabel bebas. Apakah faktor mempengaruhi variabel Y untuk beberapa variabel bebas dan bagaimana pengaruhnya terhadap independen atau variabel Y berpengaruh atau tidak. Terkait karena nilainya tergantung dari variabel X, besar kecilnya tergantung pada variabel Y. Variabel  penghubung tidak dapat diamati secara langsung tapi dapat bisa merasakan hasilnya yang telah diamati. Contohnya disertasi ibu Nirwana, ada variabel sumber daya fisik dan sumber daya manusia serta faktor budaya yang mempengaruhi keuangan, salah satu yang mempengaruhi seseorang untuk membayar adalah modal budaya orang bugis misalnya kejujuran, panutan usaha dan sebagainya. Unsur budaya lokal dalam mempengaruhi peternak dalam kemampuannya mengakses pem

Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina

Sapi betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk mengawali kehidupan turunan baru, tetapi ia menyediakan pula tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru itu, dimulai dari waktu pembuahan ovum dan memeliharanya selama awal kehidupan. Tugas ini dilaksanakan oleh alat reproduksi primer dan sekunder. Alat reproduksi primer, yaitu ovaria memproduksi ovum dan hormon betina. Organ reproduksi sekunder yaitu terdiri atas tuba fallopi, uterus, cervix, vagina dan vulva. Fungsi alat-alat ini adalah menerima dan mempersatukan sel kelamin jantan dan betina, memelihara dan melahirkan individu baru. Seringkali kelenjar susu dihubungkan sebagai pelengkap alat kelamin, karena kelenjar ini berhubungan erat dengan reproduksi dan penting untuk memberi makan anaknya yang baru dilahirkan selama beberapa waktu.

PROSES RIGORMORTIS DAN KUALITAS DAGING

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel).