Langsung ke konten utama

Penetasan Telur Burung Puyuh


Penetasan Secara Umum
            Siklus hidup puyuh relatif pendek. Produksi telurnya 250-300 butir per tahun dengan bobot rata-rata 10-15 gram per butir. Telur yang dihasilkan berbentuk khas karena sifat yang diwariskan (hereditas). Selain faktor keturunan, bentuk telur juga dipengaruhi oleh jumlah albumin (putih telur) yang disekresikan di dalam oviduct, ukuran lumen dari isthmus, aktivitas serta kekuatan dinding isthmus dan bagian lain yang dilaluinya.
            Bentuk telur juga dipengaruhi ukuran bukaan kloaka. Telur yang dihasilkan pertama kali suatu siklus bertelur mempunyai bentuk lebih panjang atau sempit daripada telur berikutnyapada siklus yang sama. Begitu juga telur yang pertama keluar setelah masa istirahat 7 hari atau lebih akan berbentuk lebih panjang dan sempit daripada telur yang keluar terakhir pada siklus selanjutnya.

 Pemilihan Telur

            Telur baik untuk bibit adalah yang fertil (berisi benih), namun sampai saat ini belum ada cara efektif untuk membedakan telur fertil dan infertil sebelum ditetaskan. Cara yang masih digunakan sampai sekarang yaitu meneropong telur-telur tersebut beberapa hari sebelum penetasan. Peneropongan dilakukan untuk mengetahui adanya pembuluh darah dalam telur. Bila terdapat pembuluh darah berarti telur fertil.
            Ciri-ciri fisik yang dapat dijadikan patokan dalam memilih telur yang baik untuk bibit di antaranya bukan berasal dari perkawinan saudara. Telur sebaiknya diambil dari induk betinna berumur 4-10 bulan dan yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan 2-3:1. Telur tersebut tidak boleh berumur lebih dari 5 hari karena daya tetasnya akan menurun. Setelah 5 hari penyimpanan, daya tetas telur menurun setidaknya 3% per hari. Berikut Tabel 1 mengenai Pengaruh Waktu Penyimpanan Telur Tetas terhadap Daya Tetas.
Tabel 1. Pengaruh Waktu Penyimpanan Telur Tetas Puyuh Terhadap Daya Tetas.
Jangka Penyimpanan (Hari)
Daya Tetas (%)
0 – 7
59,1
8 – 14
58,2
15 – 21
53,9
22 – 28
40,0
29 – 35   
22,6
Sumber : Miller dan Wilson, 1976.

Mesin Tetas
           
            Puyuh tidak dapat mengerami telurnya sendiri sehingga penetasan harus dibantu dengan mesin tetas. Mesin tetas biasanya terdiri dari kotak tahan panas. Di dalam kotak harus tersedia alat pelembap udara (berupa piring), termometer dan ventilasi juga perlu disediakan untuk pertukaran udara.
            Hal terpenting yang harus dipenuhi yaitu kestabilan suhu di dalam mesin tetas tersebut terjaga, sumber panas konstan dan normal serta menjangkau radius panas yang dibutuhkan telur. Selain itu, kelembaban harus mencukupi dan ventilasinya memadai.

            Sebagai contoh ; pembuatan mesin tetas sederhana, dapat dibuat dari kardus bekas, 1 buah bohlam 5 watt. Kardus ini dapat digunakan untuk memanaskan 25-200 butir telur puyuh. Jarak antara tempat telur dengan pemanas ± 10 cm dan antara tempat penampungan telur dengan bak air sekitar 10 cm. thermostat perlu disediakan sebagai alat pengukur suhu. Selain itu, lubang ventilasi harus dibuat di setiap sisi kardus dengan diameter lubang berukuran 2 cm sebanyak 3 buah dengan ketinggian 6 cm dari lantai.
            Sumber panas dalam mesin dapat menggunakan lampu listrik, minyak tanah atau gas tetapi yang umum digunakan adalah lampu listrik. Berdasarkan pengalaman pembibit, sumber panas yang praktis yakni kumparan kawat (aeroment) berdiameter 0,3 mm yang ditempatkan di bagian atas mesin tetas. Kumparan tersebut kemudian dialiri arus listrik sebesar 175 watt dengan tegangan 220 volt.
            Pengukur suhu yang digunakan yakni termometer yang diletakkan sejajar dengan tempat telur. Termometer yang digunakan sebaiknya tidak menggunakan skala celcius. Termometer berskala celcius tidak dapat menunjukkan perubahan suhu yang kecil. Suhu di dalam mesin tetas harus selalu terjaga dan tidak boleh fluktuasi. Bila suhu berada di bawah ambang batas maka kuning telur tidak akan terserap secara maksimal oleh embrio dan akan mengakibatkan penyakit yolk saculitis. Kuning telur merupakan makan embrio dalam proses penetasan. Sementara apabila suhu melebihi ambang batas maka telur cepat menetas sehingga pusar tidak menutup sempurna dan timbul omphalitis.
            Kelembaban udara dalam mesin tetas sekitar 55-60% pada minggu pertama dan 70% pada minggu berikutnya. Bila terlalu kering, telur tidak akan menetas atau anak puyuh tidak mampu memecahkan kulit telur yang menyelubunginya.

Cara Penetasan

            Sebelum digunakan, mesin tetas harus dibersihkan dahulu dari kotoran dan bibit penyakit dengan jalan menyemprotkan antiseptik ke dalamnya lalu dikeringkan. Selanjutnya, masukkan nampan berisi air ke dalamnya dan nyalakan mesin tetas hingga suhunya mencapai 39,5OC.
            Sambil menunggu suhu mesin stabil, telur disemprot dengan cairan antiseptik atau campuran air dengan alkohol 40%. Hal ini dilakukan untuk menghindari masuknya virus, bakteri maupun jamur melalui pori-pori kulit telur, kemudian telur diangin-anginkan. Telur diatur dengan posisi 45O dengan bagian tumpul (bagian berongga udara) terletak diatas.
            Bila suhu mesin tetas telah stabil, temperatur menunjukkan skala 39,5O C. Loyang berisi telur dapat dimasukkan. Pintu dan lubang pada mesin tetas ditutup selama 2-3 hari. Pada hari ke 3-14 telur dibalik dan loyangnya diputar 180O sebanyak 2x sehari. Pembalikan tersebut berfungsi meratakan temperatur telur dan menghindarkan lembaga atau benih agar tidak menempel atau lengket pada salah satu sisi kulit karena pengaruh gravitasi, apabila tidak dilakukan pembalikan akan mengakibatkan kematian benih atau anak puyuh lahir dengan kaki pengkor.

            Dengan melakukan pembalikan secara rutin, bagian telur yang diberi tanda berada pada posisi seperti pertama kali masuk ke dalam mesin tetas pada hari ke-14. Pemeriksaan telur perlu dilakukan selama proses penetasan. Telur yang kosong atau tak berbenih harus dibuang.
            Penetasan biasanya terjadi pada hari ke 17-19. Proses penetasan berjalan selama 3 jam. Telur yang tidak menetas setelah 3 jam dapat disingkirkan karena bila dipaksakan menetas maka kualitas bibitnya rendah dan mudah mati.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan antara Variabel X dan Y dalam Meneliti

Berdasarkan fungsinya variabel dibagi atas tiga fungsi yakni variabel sebab dibedakan atas veriabel penghubung dan variable akibat. Hubungan antara variable X dan Y ada hubungannya melalui variabel penghubung. Semua yang dilakukan dalam perlakuan merupakan variabel bebas. Apakah faktor mempengaruhi variabel Y untuk beberapa variabel bebas dan bagaimana pengaruhnya terhadap independen atau variabel Y berpengaruh atau tidak. Terkait karena nilainya tergantung dari variabel X, besar kecilnya tergantung pada variabel Y. Variabel  penghubung tidak dapat diamati secara langsung tapi dapat bisa merasakan hasilnya yang telah diamati. Contohnya disertasi ibu Nirwana, ada variabel sumber daya fisik dan sumber daya manusia serta faktor budaya yang mempengaruhi keuangan, salah satu yang mempengaruhi seseorang untuk membayar adalah modal budaya orang bugis misalnya kejujuran, panutan usaha dan sebagainya. Unsur budaya lokal dalam mempengaruhi peternak dalam kemampuannya mengakses pem

Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Betina

Sapi betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk mengawali kehidupan turunan baru, tetapi ia menyediakan pula tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru itu, dimulai dari waktu pembuahan ovum dan memeliharanya selama awal kehidupan. Tugas ini dilaksanakan oleh alat reproduksi primer dan sekunder. Alat reproduksi primer, yaitu ovaria memproduksi ovum dan hormon betina. Organ reproduksi sekunder yaitu terdiri atas tuba fallopi, uterus, cervix, vagina dan vulva. Fungsi alat-alat ini adalah menerima dan mempersatukan sel kelamin jantan dan betina, memelihara dan melahirkan individu baru. Seringkali kelenjar susu dihubungkan sebagai pelengkap alat kelamin, karena kelenjar ini berhubungan erat dengan reproduksi dan penting untuk memberi makan anaknya yang baru dilahirkan selama beberapa waktu.

PROSES RIGORMORTIS DAN KUALITAS DAGING

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel).