Prospek Penerapan Model Integrasi
Sapi dan Tanaman Pangan di Desa Cinennung Kab. Bone
Hardianti/P4000214008
Mahasiswa Fakultas Teknologi Hasil Ternak
Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Tugas Matakuliah Pemodelan Pembangunan Peternakan Terpadu
Dosen: Prof. Dr. Ir. Jasmal
A. Syamsu, M.Si
ABSTRAK
Integrasi tanaman pangan (padi dan
Jagung) dan Sapi di lahan sawah dapat dipergunakan sebagai satu alternative
untuk mempercepat peningkatan produksi tanamana pangan dan sapi melalui
aplikasi teknologi sederhana dengan pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan
pakan ternak sebagai contoh fermentasi dan amoniasi jerami padi yang nantinya
akan mengamankan ketersediaan pakan sepanjang tahun, kotoran ternak dan sisa
pakan hasil panen lainnya dapat di dekomposisi menjadi kompos. Dengan
penggunaan kompos yang berkualitas telah terbukti akan meningkatkan efisiensi
dan produksi padi serta jagung atau tanaman pangan lainnya dan memberi peluang
peningkatan pendapatan petani dan menjaga kelestarian lahan
persawahan/pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong
di Desa Cinennung Kab. Bone, Menghitung daya dukung lahan serta menentukan
kawasan pengembangan dan kapasitas peningkatan sapi potong berdasarkan potensi
daya dukung lahan di Desa Cinennung.
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode survei. Teknik observasi yaitu mengumplkan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fakta yang ada dengan tujuan
mengetahui daya dukung pakan, lahan, limbah ternak, pupuk untuk pengembangan
sapi potong di desa Cinennung Kecamatan Cina Kabupaten Bone. Data primer
diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan
responden menggunakan kuisioner. Variabel yang digunakan dalam penelitian
adalah mengidentifikasi karakteristik peternak, identifikasi struktur populasi
ternak, identifikasi jenis bahan pakan, identifikasi limbah ternak,
identifikasi ketersediaan pupuk anorganik dan lahan pertanian. Analisa dengan
menggunakan statistic deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa Desa Cinennung adalah satu daerah di Kabupaten Bone yang
cukup potensial untuk pengembangan peternakan sapi potong. Namun, Kapasitas
Peternak Dalam Pengelolaan Jerami Padi/Limbah Tanaman Pangan pada Pengeringan/hay,
Amoniasi, Fermentasi dan Silase. Pengetahuan peternak tentang pengolahan limbah tanaman pangan masih kurang. Secara umum petani kurang mengetahui dengan baik dalam Pengeringan/hay, Amoniasi, Fermentasi
dan Silase. Tingkat pengetahuan terhadap pengetahuan pengolahan sejalan dengan
tingkat penerapan yakni masih rendah. Daya dukung pupuk kompos padi (19.74) dan
jagung (11.41), Limbah pertanian sebagai
pakan ternak bisa dikalkulasi berdasarkan kebutuhan bahan kering (BK), protein
kasar (PK) dan total digestible nutrient
(TDN). Jumlah produksi bahan kering limbah tanaman padi mencapai 52.66 % dan
produksi tanaman bahan kering jagung 47.31%. Sebagian besar limbah jagung dan
padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan.
Kata kunci : Sapi Potong, Daya
Dukung, Pengembangan Ternak.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pengembangan
pola integrasi sapi dan padi di Sulawesi Selatan sangat perlu untuk
dilaksanakan karena daerah ini memiliki luas persawahan 642.340 Ha (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, 1999) dan populasi sapi potong sebesar 783.659 ekor
(Dinas Peternakan, 1998). Keduanya sampai sekarang cenderung berdiri sendiri
dan terpisah. Sawah umumnya ditanami padi serta jagung atau jenis tanaman
pangan lainnya. Dengan adanya teknologi
fermentasi limbah pertanian bermanfaat untuk memperkaya nilai gizi dan daya cerna.
Selain itu fermentasi kotoran ternak akan diperoleh pupuk organic yang
berkualitas. Dengan demikian pola integrasi sapi dan padi merupakan system
usahatani yang efektif untuk peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi
yang cenderung menurun akibat rendahnya kandunagan bahan organic dalam tanah
serta merupakan sumber pertumbuhan baru bagi pengembangan populasi sapi potong
di Sulawesi Selatan.
Integrasi
tanaman pangan (padi dan Jagung) dan Sapi di lahan sawah dapat dipergunakan
sebagai satu alternative untuk mempercepat peningkatan produksi tanamana pangan
dan sapi melalui aplikasi teknologi sederhana dengan pemanfaatan limbah
pertanian sebagai bahan pakan ternak sebagai contoh fermentasi dan amoniasi
jerami padi yang nantinya akan mengamankan ketersediaan pakan sepanjang tahun,
kotoran ternak dan sisa pakan hasil panen lainnya dapat di dekomposisi menjadi
kompos. Dengan penggunaan kompos yang berkualitas telah terbukti akan
meningkatkan efisiensi dan produksi padi serta jagung atau tanaman pangan
lainnya dan memberi peluang peningkatan pendapatan petani dan menjaga
kelestarian lahan persawahan/pertanian.
Usaha Integrasi
sapi dan padi atau jagung dapat memberikan tambahan pendapatan petani misalnya
peningkatan berat badan sapi dengan pemanfaatan jerami padi atau jagung. Sapi
menghasilkan feses yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik untuk
meningkatkan produksi gabah kering giling.
Dengan demikian pada kawasan persawahan tersebut selain menghasilkan
pangan dalam bentuk beras juga akan mampu menghasilkan daging. Lahan pertanian
memerlukan pupuk organik untuk mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan
untur hara tanaman. Integrasi sapi pada kawasan persawahan ini pada prinsipnya
untuk memanfatkan potensi sumberdaya wilayah dalam rangka mempertahankan kesehatan
lahan melalui siklus unsur hara secara sempurna dari sawah, jerami, sapi pupuk
organik dan kembali kesawah lagi.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pola
Integrasi Tanaman Ternak
Integrasi
tanaman dan ternak merupakan bagian dari system usahatani yang terdiri atas
beberapa subsistem seperti subsistem rumah-tangga petani, lahan, tanaman,
ternak dan lain-lain yang terintegrasi dan saling tergantung satu sama lain
(Amir dan Knipscheer, 1989). Sistem usahatani tanaman ternak pada dasarnya
merupakan respon petani terhadap faktor risiko yang harus dihadapi, mengingat
berbagai ketidakpastian dalam berusahatani (Soedjana,. 2007).
Pola
integrasi tanaman ternak pada umumnya sangat membantu terutama untuk golongan
petani berlahan sempit, sebab pemeliharaan ternak sapi bersifat diversifikasi
komplementer (saling menunjang) dengan tanaman pangan. Ternak sapi mampu
memberikan sumbangan nyata khususnya terhadap pendapatan petani utamanya pada
wilayah topografi berbukit.
Integrasi
Padi-Sapi
Ternak
ruminansia termasuk sapi potong merupakan ternak yang paling efisien dalam memanfaatkan
limbah pertanian yang rendah kandungan gizinya. Jerami padi bila diperlakukan
(biofermentasi) dengan probiotik akan meningkatkan kualitas (kandungan nutrisi)
sehingga mampu meningkatkan produksi pada ternak. Jerami padi merupakan sisa
hasil panen yang kandungan protein, karbohidrat dan mineralnya sudah habis ditranslokasi
untuk produk gabah, sehingga nilai gizinya menjadi terbatas dan hanya mampu
untuk mempertahankan hidup pokok.
Pemanfaatan
jerami padi sebagai pakan ternak menyebabkan sawah kehilangan pupuk organik
yang berasal dari pembusukan/ dekomposisi jerami padi. Oleh karena itu kotoran dan urine sapi ditampung dalam kandang
kemudian dilakukan pengomposan lalu dikembalikan ke sawah. Langkah ini diharapkan
dapat memperbaiki kondisi lahan sawah yang cenderung semakin rusak atau sakit (Adiningsih
Dan Rochayati, 1988).
Musofie (2002) mengemukakan bahwa petani di
Indonesia selalu menggunakan pupuk anorganik dalam jumlah besar (overdosis) sehingga
menyebabkan berubahnya struktur tanah. Tanah menjadi masam dan padat sehingga
sulit diolah, mobilisasi unsur hara terhambat, menyebabkan suplay nutrisi/hara pada
tanaman semakin berkurang dan mengakibatkan produktivitas tanaman menjadi berkurang.
Pada beberapa lokasi direkomendasikan penggunaan pupuk urea sampai 350–500
kg/ha padahal sebelumnya (awal revolusi hijau) hanya 100–150 kg/ha.
Daur
ulang yang terjadi dalam system usahatani integrasi tanaman padi-sapi potong, dimana
budidaya tanaman menghasilkan produk samping berupa jerami yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan sapi potong. Sedangkan dari usaha pemeliharaan sapi akan diperoleh
produk samping berupa kotoran dan urine yang dapat dikomposkan menjadi pupuk organik
yang bermutu tinggi. Proses produksi semacam ini dikenal dengan Konsep LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture) yang dapat meminimalkan biaya
produksi (Reijntjes Et Al., 1999).
Ternak
berperan sebagai bagian integral dalam sistem integrasi usahatani
tanaman-ternak untuk saling mengisi dan bersinergi yang memberikan nilai tambah
dan berperan dalam mata rantai daur hara melalui pakan ternak (Badan Litbang
Pertanian 2000). Pola integrasi ternak dengan tanaman pangan atau crop-livestock
system (CLS) mampu menjamin keberlanjutan produktivitas lahan, melalui
perbaikan mutu dan kesuburan tanah dengan cara pemberian kotoran ternak secara
kontinu sebagai pupuk organik sehingga kesuburan tanah terpelihara (Diwyanto
dan Haryanto 2003). Daur ulang limbah panen berupa jerami padi dilakukan
melalui proses fermentasi guna meningkatkan nilai nutrisinya. Proses
peningkatan nilai nutrisi jerami efektif untuk menanggulangi keterbatasan pakan
ternak sepanjang tahun.
Integrasi
Jagung-Sapi
Jerami
jagung merupakan limbah pertanian yang banyak terdapat di pedesaan dan hampir
merata di lahan kering. Hasil pertanian seperti jerami jagung jika dicampur
dengan bahan pakan lain yang mempunyai kandungan nutrien lengkap akan
menghasilkan susunan pakan yang rasional dan murah. Jerami jagung merupakan
sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dan dapat diberikan pada
ternak, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Pemanfaatan jerami
jagung sebagai pakan ternak telah dilakukan terutama untuk ternak sapi,
kambing, dan domba (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia 2006 ).
Pemanfaatan
limbah jagung sebagai pakan ruminansia di Sulawesi Selatan meningkat dengan
pesat. Berdasarkan hasil penelitian, pemanfaatan limbah sebagai pakan mencapai
92,5%. Faktor yang mempengaruhi antara lain, jumlah hijauan pakan yang mulai
berkurang sehingga limbah jagung mulai digunakan sebagai pakan dan 7,5% petani
lainnya menggunakan limbah jagung sebagai pupuk organik untuk lahannya, yaitu
dengan mengembalikan limbah tersebut ke lahan.
Kualitas
jerami jagung sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan dengan teknologi silase
yaitu proses fermentasi yang dibantu jasad renik dalam kondisi an-aerob (tanpa
oksigen). Teknologi silase dapat mengubah jerami jagung dari sumber pakan
berkualitas rendah menjadi pakan berkualitas tinggi serta sumber energi bagi
ternak.
METODE PENELITIAN
Waktu
Penelitian ini
dilakukan selama 3 bulan yakni September hingga Desember 2014, pengambilan data
di Desa Cinennung, Kecamatan Cina Kabupaten Bone.
Desain
Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode survei. Teknik observasi yaitu mengumplkan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fakta yang ada dengan tujuan
mengetahui daya dukung pakan, lahan, limbah ternak, pupuk untuk pengembangan
sapi potong di desa Cinennung Kecamatan Cina Kabupaten Bone.
Sumber
Data
Data primer diperoleh
melalui observasi langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan responden
menggunakan kuisioner.
Variabel
Penelitian
Variabel yang digunakan
dalam penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik peternak, identifikasi
struktur populasi ternak, identifikasi jenis bahan pakan, identifikasi limbah
ternak, identifikasi ketersediaan pupuk anorganik dan lahan pertanian.
Analisa
data
Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan statistic deskriptif.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak
Tabel
1. Karakteristik umur, pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan, kepemilikan
ternak sapi, kepemilikan lahan, pengalaman beternak sapi, dan pengalaman
bertani padi Peternak.
No
|
Uraian
|
Jumlah (Responden)
|
Persentasi (%)
|
1
|
Umur
Peternak
|
||
a.
<30 o:p="" th="">30>
|
6
35.29
b.
31-40 th
9
52.94
c.
41-50 th
2
11.76
d.
>50 th
0
0.00
2
Pendidikan
a.
Tidak tamat SD/Tamat SD
4
23.53
b.
Tamat SLTP
5
29.41
c.
Tamat STA
8
47.06
d.
Tamat Perguruan Tingg
0
0.00
3
Jumlah
Keluarga
a.
<3 o:p="">3>
7
41.18
b. 3-4
5
29.41
c. 5-6
5
29.41
d.
>6
0
0.00
4
Pendapatan
a. ≤ 1.000.000
7
41.18
b.
> 1.000.000 s/d 1.500.000
10
58.82
c.
> 1.500.000 s/d 2.000.000
0
0.00
d.
>2.000.000
0
0.00
5
Kepemilikan
ternak sapi (ekor)
a.
<3 o:p="">3>
0
0.00
b. 3-4
4
23.53
c. 5-6
3
17.65
d.
>6
10
58.82
6
Kepemilikan
lahan (ha)
a. ≤ 0.5
1
5.88
b.
>0.5-1.5
14
82.35
c.
> 1.5-2.5
0
0.00
d. > 2.5
0
0.00
7
Pengalaman
beternak sapi (tahun)
a. ≤ 5
3
17.65
b.
> 5-10
4
23.53
c.
>10-15
5
29.41
d.
> 15
5
29.41
8
Pengalaman
bertani padi (tahun)
a. ≤ 5
0
0.00
b.
> 5-10
6
35.29
c.
>10-15
6
35.29
d.
> 15
3
17.65
Karakteristik
peternak sapi potong berdasarkan umur di kecamatan cinennung pada tabel 1
menunukkan bahwa hampir 100 % peternak sapi mempunyai umur produktif.
Berdasarkan umur, maka para peternak sangat potensial untuk mengembangkan
peternakan sapi potong.Peternak dengan umur yang lebih tua umumnya mempunyai
penga-laman beternak yang lebih lama juga, disamping akan lebih bijaksana dalam
penerimaan atau adopsi teknologi beternak sapi. Menurut Agustinus Gatot Murwanto
(2008) menyatakan bahwa umur produktif untuk peternak yakni 5-55 tahun, dengan
demikian umur peternak berkaitan erat dengan proses adopsi inovasi dan
teknologi yang sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas.
Berdasarkan
tabel diatas bisa dilihat bahwa, karakteristik pendidikan di desa cinennung
tergolong rendah, bahkan cukup banyak peternak yang tidak mengecam pendidikan. Pendidikan tertinggi hanya tamatan SLTA
mecnacapi 47.06%. rendahnya tingkat
pendidikan menjadi kendala dalam transfer inovasi teknologi, serta keterbatasan
pendidikan responden maka informasi yang dapat diterima cenderung hanya
bersumber dari komunikasi interpersonal. Sehingga struktur
industri peternakan sebagian besar merupakan usaha skala rakyat. Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak
maka tatalaksana pemeliharaan makin baik karena peternak dapat mengadopsi
inovasi dan merubah cara berfikir serta cara pemecahan masalah lebih matang dan
seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umumnya lebih menyadari
kebutuhan akan informasi dan lebih terbuka terhadap media massa. (Kuswandi
Dalam Handewi, Et Al., 1995).
Jumlah
keluarga adalah anggota keluarga yang menjadi tanggungan peternak. Tabel 1
memperlihatkan, sebanyak 41.18% memiliki kurang dari tiga jumlah keluarga,
29.41 % berjumlah sekitar 3-6. Apabila
jumlah tanggungan keluarga peternak banyak maka pengeluargan pun ikut
meningkat. Kebutuhan yang pasti dipenuhi untuk anggota rumah tangga selain
makan, sandang dan papan juga kebutuhan-kebutuhan lain seperti kredit membeli
motor untuk anak dan biaya untuk kebutuhan anak sekolah. Supriantini (2005)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat keejahteraan rumah tangga
pedesaan adalah tingkat pendapatan dan tingginya pengeluargan untuk konsumsi
rumah tangga.
Jumlah
keluarga adalah anggota keluarga yang menjadi tanggungan peternak. Tabel 1
memperlihatkan, sebanyak 41.18% memiliki kurang dari tiga jumlah keluarga,
29.41 % berjumlah sekitar 3-6, dengan pendapatan rata-rata lebih dari 1.000.000
s/d 1.500.000. Apabila jumlah tanggungan
keluarga peternak banyak maka pengeluargan pun ikut meningkat. Kebutuhan yang
pasti dipenuhi untuk anggota rumah tangga selain makan, sandang dan papan juga
kebutuhan-kebutuhan lain seperti kredit membeli motor untuk anak dan biaya
untuk kebutuhan anak sekolah. Supriantini (2005) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi tingkat keejahteraan rumah tangga pedesaan adalah tingkat
pendapatan dan tingginya pengeluargan untuk konsumsi rumah tangga.
Jumlah
kepemilikan sapi di kecamatan Cina yakni sebanyak 58.82 % dengan kepemilikina
lebih dari 6 ekor sapi. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah tersebut mempunyai
umlah sapi sam dengan rata-rata kepemilikan sapi secara nasional. Skala usaha
ternak sapi potong di Indonesia umumnya antara 1-4 ekor per rumah tangga petani
(Widiyazid et al., 1999).
Sebanyak
82.35% kepemilikan lahan di desa tersebut, dengan luas kisaran lebih dari 0.5
ha hingga 1.5 ha. Kepemilikan lahan sebagai salah satu alternatif media sistem usaha pertanian secara
terpadu. Sepantasnya jika lahan kosong (lahan tidur) dan yang belum
dimanfaatkan secara optimal digunakan untuk pengembangan ternak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman
beternak sapi potong dan bertani di desa Cinennung dapat dilihat pada tabel 1.
Sebagian besar beternak 10 s/d 15 tahun sebanyak 29.41%. sedangkan pengalaman
bertani 5 s/d 15 tahun mencapai 35.29%. Pengalaman beternak dan bertani sangat berperan dalam
menentukan keberhasilan peternak dalam meningkatkan pengembangan usaha ternak
sapi dan pendapatan peternak. Pengalaman adalah guru yang baik,
dengan pengalaman beternak sapi dan bertani yang cukup peternak akan akan lebih
cermat dalam dalam berusaha dan dapat memperbaiki kekurangan di masa lalu.
Kapasitas
Peternak dalam Pengelolaan Jerami Padi/Limbah Tanaman Pangan
Tabel 2. Kapasitas Peternak Dalam Pengelolaan Jerami
Padi/Limbah Tanaman Pangan
|
|||
No
|
Uraian
|
jumlah
|
persentasi (%)
|
1
|
jerami
padi/limbah tanaman pangan lainnya mencemari lingkungan
|
||
Tidak setuju
|
2
|
11.76
|
|
Kurang setuju
|
7
|
41.18
|
|
Setuju
|
7
|
41.18
|
|
Sangat setuju
|
1
|
5.88
|
|
2
|
Setelah panen
padi, jerami padi/limbah tanaman pangan lainnya saya perlakukan yaitu
|
||
Dibiarkan
disawah
|
3
|
17.65
|
|
Dibakar
|
6
|
35.29
|
|
Pakan ternak
|
8
|
47.06
|
|
Bahan
kompos/pupuk
|
|||
3
|
jerami
padi/limbah tanaman pangan lainnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
sapi
|
||
Tidak setuju
|
|||
Kurang setuju
|
9
|
52.94
|
|
Setuju
|
8
|
47.06
|
|
Sangat setuju
|
|||
4
|
menggunakan
jerami padi/limbah tanaman pangan lainnya sebagai pakan sapi
|
||
Tidak
menggunakan
|
|||
Kurang
menggunakan
|
7
|
41.18
|
|
Kadang-kadang
menggunakan
|
5
|
29.41
|
|
Selalu
menggunakan
|
5
|
29.41
|
Pada
tabel 2. Jerami padi/limbah tanaman pangan lainnya mencemari lingkungan 41.18% kurang setuju, setalah panen padi jerami padi/limbah
tanaman pangan digunakan sebagai bahan kompos dan pupuk 47.06%, sebanyak 52.94%
kurang setuju jika jerami padi/limbah tanaman pangan dimanfaatkan sebagai pakan
ternak dan 41.18% tidak menggunakan jerami padi/limbah tanaman pangan sebagai
pakan sapi. Dengan demikian sebagian besar ternak di Desa Cinennung dipelihara
dengan cara dilepas dan subsisten. Pemanfaatan jerami padi/jagung untuk pakan,
hanya sebagian besar peternak yang memanfaatkan, dan belum sepenuhnya dilakukan
fermentasi pengolahan.
Sebagian besar jerami padi hasil panen dibakar karena dinilai menyulitkan dalam
pengolahan tanah. Menurut Haryanto et al. (2002), setiap hektar sawah
menghasilkan jerami segar 12-15 t/ha/musim, dan setelah melalui proses
fermentasi menghasilkan 5-8 t/ha, yang dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor
sapi/tahun.
Kapasitas Peternak
Dalam Pengelolaan Limbah Ternak Sapi
Tabel 3
Kapasitas Peternak Dalam Pengelolaan Limbah Ternak Sapi
|
|||
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
Persentasi (%)
|
1
|
Menurut saya
limbah/kotoran sapi mencemari lingkungan?
|
||
Tidak setuju
|
0
|
0
|
|
Kurang setuju
|
8
|
47.06
|
|
Setuju
|
9
|
52.94
|
|
Sangat setuju
|
0
|
0.00
|
|
2
|
Menurut saya
kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
|
||
Tidak setuju
|
0
|
0
|
|
Kurang setuju
|
0
|
0.00
|
|
Setuju
|
10
|
58.82
|
|
Sangat setuju
|
7
|
41.18
|
|
3
|
Menurut saya
kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai biogas?
|
||
Tidak setuju
|
0
|
0
|
|
Kurang setuju
|
5
|
29.41
|
|
Setuju
|
7
|
41.18
|
|
Sangat setuju
|
0
|
0
|
|
4
|
Apakah selama
ini kotoran/feses sapi digunakan pupuk
|
||
Tidak
menggunakan
|
7
|
41.18
|
|
Kurang
menggunakan
|
8
|
47.06
|
|
Kadang-kadang
menggunakan
|
2
|
11.76
|
|
Selalu
menggunakan
|
0
|
0
|
|
5
|
Apakah selama
ini kotoran/feses sapi digunakan biogas
|
||
Tidak
menggunakan
|
17
|
100
|
|
Kurang
menggunakan
|
0
|
0
|
|
Kadang-kadang
menggunakan
|
0
|
||
Selalu
menggunakan
|
0
|
0
|
Sembilan
responden setuju bahwa limbah/kotoran sapi mencemari lingkungan, kotoran sapi
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk sebanyak 10 responden yang setuju kotoran,
sebanyak 41.18% setuju kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai biogas. Masih
kurangnya peternakan menggunakan kotoran/feses sapi sebagai pupuk, serta semua
responden tidak menggunakan kotoran/feses sapi sebagai biogas. Selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 3. Hal ini terlihat jumlah petani peternak yang
mengetahui.teknologi masih rendah Hasil ikutan peternakan yang sering dipakai
untuk mempertahankan kesuburan lahan adalah feces dan urine (kotoran ternak).
Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan dan optimalisasi penerapan
teknologi pengelolaan usahatani padi dan sapi potong serta pengolahan
limbah padi dan limbah ternak sapi
menjadi produk pakan, pupuk dan biogas di tingkat peternakan rakyat.
Kapasitas
Pengetahuan/Keterampilan Peternak dalam Pengolahan Limbah Tanaman Pangan dan
Pengolahan Limbah Ternak Sapi
Tabel 4. Kapasitas Peternak Dalam Pengelolaan Jerami
Padi/Limbah Tanaman Pangan Dan Dalam
Pengelolaan Limbah Ternak Sapi
|
|||||||||||||
No
|
Uraian
|
Jumlah Responden
|
Persentasi (%)
|
||||||||||
diketahui
|
dibutuhkan
|
diterapkan
|
diketahui
|
dibutuhkan
|
diterapkan
|
||||||||
ya
|
tidak
|
ya
|
tidak
|
ya
|
tidak
|
ya
|
tidak
|
ya
|
tidak
|
ya
|
tidak
|
||
1
|
Kapasitas Peternak Dalam
Pengelolaan Jerami Padi/Limbah Tanaman Pangan
|
||||||||||||
Pengeringan/hay
|
6
|
11
|
9
|
8
|
6
|
10
|
35.3
|
64.7
|
52.9
|
47.1
|
35.3
|
58.8
|
|
Amoniasi
|
13
|
4
|
11
|
6
|
10
|
7
|
76.5
|
23.5
|
64.7
|
35.3
|
58.8
|
41.2
|
|
Fermentasi
|
11
|
6
|
10
|
7
|
8
|
9
|
64.7
|
35.3
|
58.8
|
41.2
|
47.1
|
52.9
|
|
Silase
|
9
|
8
|
13
|
4
|
11
|
6
|
52.9
|
47.1
|
76.5
|
23.5
|
64.7
|
35.3
|
|
2
|
Kapasitas Peternak Dalam
Pengelolaan Limbah Ternak Sapi
|
||||||||||||
Teknologi pengolahan biogas
|
12
|
5
|
11
|
6
|
8
|
9
|
70.6
|
29.4
|
64.7
|
35.3
|
47.1
|
52.9
|
|
Teknologi pengolahan pupuk
cair
|
8
|
9
|
6
|
11
|
11
|
6
|
47.1
|
52.9
|
35.3
|
64.7
|
64.7
|
35.3
|
|
Teknologi pengolahan pupuk
kampos
|
4
|
13
|
13
|
4
|
6
|
11
|
23.5
|
76.5
|
76.5
|
23.5
|
35.3
|
64.7
|
Tabel 4 menjelaskan tentang Kapasitas Peternak Dalam Pengelolaan
Jerami Padi/Limbah Tanaman Pangan pada Pengeringan/hay,
Amoniasi, Fermentasi dan Silase. Pengetahuan peternak tentang pengolahan limbah tanaman pangan masih kurang. Secara umum petani kurang mengetahui dengan baik dalam Pengeringan/hay, Amoniasi, Fermentasi
dan Silase. Tingkat pengetahuan terhadap pengetahuan pengolahan sejalan dengan
tingkat penerapan yakni masih rendah.
Tabel
4 memperlihatkan kapasitas peternak dalam hal pengetahuan dalam teknologi
pengolahan biogas, pupuk cair, dan pupuk kompos. Secara umum terlihat bahwa
petani peternak lebih dari 76.5% jumlah responden membutuhkan teknologi
pengolahan kotoran ternak seperti feses dan urine menjadi biogas, pupuk cair
dan pupuk kompos. Walaupun demikian,
ternyata petani peternak belum mengetahui dengan baik tentang teknologi tersebut. Hal ini terlihat jumlah
petani peternak yang mengetahui teknologi masih rendah yaitu teknologi biogas
29,4%, teknologi pupuk cair 47.1% sedangkan teknologi pupuk kompos mengetahui
23.5%.
Populasi
Ternak Sapi
Tabel 5.
Populasi Ternak Sapi
|
|||
No
|
Uraian
|
Jumlah Ternak
|
Persentasi (%)
|
1
|
Struktur
Polpulasi (Ekor)
|
||
Dewasa
|
53
|
47.75
|
|
Muda
|
36
|
32.43
|
|
Anak
|
22
|
19.82
|
|
2
|
Struktur
Polpulasi (ST)
|
||
Dewasa
|
53
|
68.61
|
|
Muda
|
18
|
23.30
|
|
Anak
|
6.25
|
8.09
|
Tabel
5 menjelaskan bahwa persentasi struktur populasi ternak pada sapi dewasa
(47.75%), Muda (32.43%) dan Anak (19.82%). System pemeliharaan di Indonesia
secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yaitu pola inbreeding dapat dilakukan
dengan itegrasi dan pola penggemukan. Pada pola pemeliharaan pola
integrasi maka peternak yang terlibat
yaitu hanya peternak kecil dengan skala 2-5 ekor/ternak. Rata-rata luasan
tanaman yang dimiliki oleh 17 orang responden adalah seluas 0,5 ha.jika di
kelompokan 0,4 -0,7 ha berarti kepemilikan masih rendah Terdiri dari lahan
milik sendiri dan lahan sewa.Rata- rata pemilikan ternak sapi 3 sampai 9 ekor
per peternak. Meskipun Para peternak kecil dipedesaan dengan pemberian pakan
seadanya yaitu berupa rumput yang ada disekitar tanpa penambahan pakan tambahan
seperti konsentrat. Di Propinsi
Bengkulu, dengan ditemukan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA), maka
daya tampung ternak dapat ditingkatkan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa per
hektar kebun sawit dapat digunakan untuk memelihara sapi sebanyak 1−3 ekor (Diwyanto,
2003).
Produksi
Limbah Ternak
Tabel 6.
Produksi Limbah Ternak
|
||
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
1
|
Produksi Feses
(kg/Tahun)
|
197373.75
|
2
|
Produksi Feses
(Ton/tahun)
|
197.37
|
3
|
Produksi Pupuk
Kompos (Ton/Tahun)
|
296.06
|
4
|
Estimasi
Pendapatan dari Pupuk
|
355,272,750
|
5
|
Produksi Urin
(Liter/tahun)
|
140,981
|
6
|
Produksi Pupuk
Cair
|
195,964
|
7
|
Estimasi Harga
Urin (liter/Tahun)
|
1,959,639,375
|
8
|
Produksi
Biogas (m3/kg)
|
197373.75
|
Produksi
limbah ternak di Desa Cinennung pada tabel 6 menunjukkan bahwa, produksi feses
yang dihasilkan per tahun yakni 197373.75 kg, Produksi feses 197,37 ton/tahun, produksi pupuk kompos
296.06 ton/tahun, sedangkan estimasi pendapatan dari pupuk yakni Rp.
355.272.750 per tahun. Tujuan utama
petani memelihara ternak sapi untuk diambil kotorannya sebagai pupuk yang
digunakan sendiri oleh petani di sawah atau perkebunannya. Peningkatan
produktivitas padi atau jagung serta tanaman pangan lainnya dapat dilakukan
dengan efisiensi dalam memanfaatkan lahan maupun tenaga kerja, serta menekan
biaya pemupukan. Dengan demikian pemberian pupuk kimia dapat dikurangi sehingga
kesuburan lahan tetap terjaga. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
penyediaan bahan organik atau kompos yang dapat diperoleh dengan cara mudah dan
murah dari kotoran sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Corley (2003) yang
menyatakan bahwa ternak sapi berperan sebagai mesin pengolah limbah atau pabrik
penghasil bahan organik, dimana ternak sapi berpotensi menghasilkan kompos yang
sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan kesuburan tanah. Dengan adanya usahatani
terpadu layak dan dapat dilanjutkan.
Pada
pola integrasi usahatani padi dan sapi serta tanaman pangan lainnya, sumber pupuk organik untuk tanaman diperoleh dari kotoran ternak (feses dan
urine). Pada tabel 6. Produksi limbah ternak di desa Cinennung yakni produksi
urine pertahun yakni 140.981 liter, produksi pupuk cair 195.964 Liter/Tahun,
Estimasi harga Urine di Desa Cinennung yakni Rp. 1959.639.375 dan Produksi Biogas
yakni 197373,75 m3/kg. Supardi dan Anif (2001) menyatakan pupuk
organic cair memberikan beberapa keuntungan, digunakan dengan cara menyiramkan
ke akar ataupun disemprotkan ke tanaman. Pupuk organik mempunyai efek jangka
panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat memperbaiki struktur kandungan
organik tanah dan selain itu juga menghasilkan produk pertanian yang aman bagi
kesehatan, sehingga pupuk organik ini dapat digunakan untuk pupuk yang ramah
lingkungan.
Produksi
Limbah Tanaman Pangan
Tabel 7. Produksi
Limbah Tanaman Pangan
|
||
No
|
Uraian
|
Jumah
|
1
|
Limbah Tanaman
Pangan Segar (ton/tahun)
|
|
Padi
|
87.68
|
|
Jagung
|
81.92
|
|
2
|
Limbah Tanaman
Pangan BK (Ton/Tahun)
|
|
Padi
|
52.66
|
|
Jagung
|
47.316
|
Limbah
pertanian riil yang paling potensial adalah padi (jerami dan sekam) mencapai
2.436.912 t/tahun), serta jagung (brangkasan dan tgkol) mencapai 495.608
t/tahun. Daerah potensial penghasil limbah pertanian yaitu Bone, Bulukumba,
Pinrang, Sidrap, dan Gowa (Nappu et al. 2010). Produksi limbah tanaman
pangan di Desa Cinennung dapat dilihat pada tabel 7. Jumlah produksi bahan kering limbah tanaman
padi mencapai 52.66 % dan produksi tanaman bahan kering jagung 47.31%. Sebagian
besar limbah jagung dan padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Dengan
sentuhan teknologi sederhana, limbah itu dapat diubah menjadi pakan bergizi dan
sumber energi bagi ternak.
Pengolahan
secara kimia menghasilkan residu yang menyebabkan pencemaran lingkungan,
sehingga pengolahan secara kimia kurang dianjurkan. Pengolahan secara biologis
dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme saat ini banyak dilakukan, karena
lebih ramah terhadap lingkungan (Saraswati et al. 2005), Sebagian besar
petani belum menggunakan teknologi dalam proses pengolahannya baik diolah
sebagai pakan ataupun pupuk tetapi hanya 25% petani yang menggunakan teknologi
dalam proses pengolahannya, yaitu melakukan fermentasi sederhana.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produksi limbah padi segar lebih tinggi disbanding
produksi limbah jagung segar. Daur ulang limbah panen berupa jerami padi
dilakukan melalui proses fermentasi guna meningkatkan nilai nutrisinya. Proses
peningkatan nilai nutrisi jerami efektif untuk menanggulangi keterbatasan pakan
ternak sepanjang tahun. Dari seluas 0.4-1.5 ha tanaman padi diperoleh jerami
padi segar 87.68% dan limbah jagung
segar 81,92%. Menurut Ruli Basuni
dan Muladno 2010 menyatakan bahwa setelah
difermentasi menjadi 7,92 t (rendemen 60%) yang dapat digunakan untuk pakan dua
ekor sapi selama setahun dengan asumsi konsumsi pakan 10 kg/ekor/hari. Luas
kepemilikan lahan petani kooperator yang relatif sempit, rata-rata 0,32 ha,
diperkirakan dapat menghasilkan jerami padi sekitar 3 ton. Umumnya petani
menyimpan jerami padi untuk pakan sapi sekitar 3/4 bagian dan sisanya 1/4
dibakar.
Daya
Dukung Produksi Limbah
Tabel 8. Daya
Dukung Produksi Limbah
|
||
No
|
Uraian
|
Jumlah
|
1
|
Daya dukung
Pupuk Kompos (ton/Ha)
|
|
Padi
|
19.74
|
|
Jagung
|
11.41
|
|
Total
|
31.15
|
|
2
|
Daya Dukung
Pakan (ST)
|
|
Padi
|
26.89
|
|
Jagung
|
11.31
|
|
Total
|
38.2
|
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang tersedia melimpah sepanjang tahun, namun kualitas jerami padi
adalah sangat rendah karena tingginya
kadar serat kasar. Shanahan (2004) mengatakan bahwa hasil dari limbah pertanian
mempunyai keterbatasan dalam penggunaannya
sebagai pakan ternak karena rendahnya kualitas yang dimiliki oleh pakan ternak tersebut. Pada Tabel 8 menjelaskan daya
dukung pupuk kompos padi (19.74) dan jagung (11.41), Limbah pertanian sebagai pakan ternak bisa
dikalkulasi berdasarkan kebutuhan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN).
Daya dukung Pakan (ST) dapat dilihat
pada tabel 8, kebutuhan ternak ruminansia akan pakan dapat dihitung berdasarkan beberapa acuan yang telah dikenala luas. NRC (1984) mengatakan bahwa kebutuhan pakan ternak ruminansia (1 ST) akan bahan kering 6,25 kg/ha. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ditjen Peternakan dan Fapet UGM (1982) mengkalkulasi bahwa kebutuhan pakan ternak ruminansia (1 ST) untuk protein adalah 0,66 kg/ha dan untuk TDN adalah 4,3 kg/ha.
Kapasitas daya dukung ternak ruminansia dari limbah pertanian di Desa
Cinennung adalah padi 26.89 ST dan jagung 11.31 ST tingginya satuan ternak yang
dapat ditampung dari limbah pertanian ini, perlu adanya suatu usaha yang untuk memamfaatkan potensi yang ada secara optimal. Kualitas dari
limbah pertanian adalah sangat rendah,
agar limbah pertanian tersebut dapat
digunakan secara optimal oleh ternak perlu
adanya usaha-usaha untuk meningkatkan daya
cerna dari limbah tersebut. Berbagai metode
dapat diterapkan untuk menigkatkan limbah
pertanian tersebut baik secara fisik, kimia
maupun biologis.
Ditinjau berdasarkan komoditi pertanian
yang ada, maka penyebaran sumber daya
pakan juga akan mempunyai karakteristik yang khas. Daya dukung jerami padi terdistribusi menurut wilayah persawahan yang didukung irigasi
teknisdi Desa Cinennung Sedangkan jerami dari tanaman jagung umumnya berada
pada wilayah dengan penyebaran lahan pertanian kering atau tadah hujan. Hal ini
terkait dengan kebutuhan tanaman tersebut yang rendah akan air yang banyak. Hasil perhitungan daya dukung menurut
kabupaten menunjukkan bahwa terdapat beberapa kabupaten yang memiliki potensi
sumber daya ternak dan sumber daya manusia yang tinggi, juga memiliki potensi
daya dukung limbah pertanian yang baik, yakni melebih kebutuhan sesuai populasi
yang ada. Desa Cinennung potensi yang sangat besar untuk memanfaat kan limbah
pertanian dalam program pengembangan usaha peternakan ruminansianya
.
Prospek
Penerapan Model Integrasi Sapi dan Tanaman Pangan
Tabel 9.
Prospek penerapan model integrasi sapi dan Tanaman pangan
|
||
Prospek
|
||
Kebutuhan
Pupuk Kompos untuk Tanaman
|
Kebutuhan BK untuk Ternak
|
|
Cukup (orang)
|
Kurang (orang)
|
|
Cukup
|
17
|
0
|
Kurang
|
17
|
0
|
Hampir seluruh lahan pertanian di Indonesia mempunyai potensi untuk dapat dipergunakan sebagai kawasan bagi pengembangan ternak. Misalnya pada lahan persawahan intensif, setiap kali panen dapat diperoleh jerami yang volumenya setara dengan produksi padi, yaitu sekitar 5-8 ton/ha/panen. Jumlah ini bila dipergunakan untuk memelihara ternak besar, sapi atau kerbau, dapat mencukupi kebutuhan serat untuk 2 ekor ternak dewasa sepanjang tahun. Bila setiap tahun dapat dilakukan pertanaman 2-3 kali, maka biomasa yang saat ini masih dianggap limbah mampu mengakomodasi kebutuhan serat bagi 4-5 ekor ternak sepanjang
tahun. Biasanya jerami padi dibakar atau
dipergunakan untuk keperluan lain atau
kegiatan non-pertanian. Disamping jerami padi, dedak padi yang dihasilkan juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu komponen bahan pakan utama untuk menyusun konsentrat (Haryanto Et Al., 2002)
Inovasi teknologi memungkinkan untuk mengolah hasil samping dan limbah pertanian
maupun agroindustri sebagai pakan murah. Pada tanaman pangan, misalnya, dari 3,6 juta ha hanya sekitar 0,7 juta ha yang efektif
dimanfaatkan bagi usaha persawahan. Hal
ini menunjukkan bahwa hampir 80% lahan tersebut
mempunyai peluang untuk dipergunakan
sebagai pengembangan tanaman sela, dimana selain menghasilkan produk utama
limbahnya dapat dipergunakan sebagai pakan ternak (Subagyono, 2004)
Pertanian terpadu merupakan suatu sistem
berkesinambungan dan tidak berdiri sendiri
serta menganut prinsip segala sesuatu yang dihasilkan akan kembali ke alam. Ini
berarti limbah yang dihasilkan akan dimanfaatkan kembali menjadi sumber daya
yang dapat menghasilkan (Muslim, 2006). Contohnya tanaman padi, beras yang
dihasilkan merupakan bahan pangan utama, sementara jeraminya dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak terutama sapi. Namun penggunaan jerami sebagai pakan
terkendala mutu yang rendah sehingga perlu diberi perlakuan amoniasi untuk
meningkatkan kualitas gizinya. Ternak sapi yang dipelihara menghasilkan daging
sebagai bahan pangan protein, dalam pemeliharaannya juga menghasilkan kotoran
yang merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Keterpaduan kedua
sektor ini perlu dikaji dengan penerapan teknologi tepat guna
sehingga masing-masing limbah lebih bermanfaat.
PENUTUP
Kesimpulan
·
Karakteristik
pendidikan di desa cinennung tergolong rendah, bahkan cukup banyak peternak
yang tidak mengecam pendidikan. Pendidikan tertinggi hanya tamatan SLTA
mecnacapi 47.06%. rendahnya tingkat
pendidikan menjadi kendala dalam transfer inovasi teknologi, serta keterbatasan
pendidikan responden maka informasi yang dapat diterima cenderung hanya
bersumber dari komunikasi interpersonal.
·
Jerami
padi/limbah tanaman pangan lainnya mencemari lingkungan 41.18% kurang setuju, setalah panen padi jerami
padi/limbah tanaman pangan digunakan sebagai bahan kompos dan pupuk 47.06%,
sebanyak 52.94% kurang setuju jika jerami padi/limbah tanaman pangan
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan 41.18% tidak menggunakan jerami
padi/limbah tanaman pangan sebagai pakan sapi.
·
Jumlah
petani peternak yang mengetahui.teknologi masih rendah Hasil ikutan peternakan
yang sering dipakai untuk mempertahankan kesuburan lahan adalah feces dan urine
(kotoran ternak). Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan dan optimalisasi
penerapan teknologi pengelolaan usahatani padi dan sapi potong serta pengolahan
limbah padi dan limbah ternak sapi
menjadi produk pakan, pupuk dan biogas di tingkat peternakan rakyat.
·
Kapasitas Peternak Dalam
Pengelolaan Jerami Padi/Limbah Tanaman Pangan pada Pengeringan/hay,
Amoniasi, Fermentasi dan Silase. Pengetahuan peternak tentang pengolahan limbah tanaman pangan masih kurang. Secara umum petani kurang mengetahui dengan baik dalam Pengeringan/hay, Amoniasi, Fermentasi
dan Silase. Tingkat pengetahuan terhadap pengetahuan pengolahan sejalan dengan
tingkat penerapan yakni masih rendah.
·
Rata-rata
luasan tanaman yang dimiliki oleh 17 orang responden adalah seluas 0,5 ha.jika
di kelompokan 0,4 -0,7 ha berarti kepemilikan masih rendah Terdiri dari lahan
milik sendiri dan lahan sewa.Rata- rata pemilikan ternak sapi 3 sampai 9 ekor
per peternak.
·
Produksi
limbah ternak di Desa Cinennung pada tabel 6 menunjukkan bahwa, produksi feses
yang dihasilkan per tahun yakni 197373.75 kg, Produksi feses 197,37
ton/tahun, produksi pupuk kompos 296.06 ton/tahun, sedangkan estimasi
pendapatan dari pupuk yakni Rp. 355.272.750 per tahun.
·
Jumlah
produksi bahan kering limbah tanaman padi mencapai 52.66 % dan produksi tanaman
bahan kering jagung 47.31%. Sebagian besar limbah jagung dan padi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan.
·
Daya dukung pupuk kompos padi
(19.74) dan jagung (11.41), Limbah pertanian
sebagai pakan ternak bisa dikalkulasi berdasarkan kebutuhan bahan kering (BK),
protein kasar (PK) dan total digestible
nutrient (TDN).
·
Pertanian terpadu merupakan suatu
sistem berkesinambungan dan tidak berdiri
sendiri serta menganut prinsip segala sesuatu yang dihasilkan akan
kembali ke alam. Ini berarti limbah yang dihasilkan akan dimanfaatkan kembali
menjadi sumber daya yang dapat menghasilkan (Muslim, 2006).
DAFTAR
PUSTAKA
Amir dan
Knipscheer 2008. “Penampilan Budidaya Ternak Ruminansia di Pedesaan Melalui
Teknologi Ramah Lingkungan.”Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
2008
Adiningsih, S .
J ., D . Rochayati, 1988) .1995 . Pengelolaan Hara Terpadu Untuk Mencapai
produksi pangan yang mantab danakrab lingkungan . Pros . Pertemuan
TeknisPenelitian Tanah dan Agroklimat . Makalah Kebijakan. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Him 55-70 .
Badan Litbang
Pertanian . 2000 . Panduan lokakarya pemahanan pedesaan secara partisipatif
(Participatory rural appraisal) .Badan Litbang Pertanian, Jakarta .
Dinas Pertanian
dan Ketahanan Pangan. 2009. Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Kabupaten Manokwari.
Dinas Peternakan
,1989. Pedoman Teknis Pengembangan Usaha Integrasi Ternak Sapid Tanaman
.Direktorat Jenderal Peternakan .Kementrian Pertanian, Jakarta.
Ditjen
Peternakan dan Fapet UGM. 1982. Laporan
survey inventarisasi limbah pertanian. Direktorat Jenderal Peternakan
Fak.Peternakan UGM, Jakarta
Direktorat
Budidaya Ternak Ruminansia. 2006. Limbah tanaman sebagai pakan ruminansia,
Jakarta.
Diwiyanto,K.
Bambang,R.P.dan Darwinsyah,L.2003.Integrasi Tanaman Ternak dalam Pengembangan
Agribisnis yang Berdaya Saing Berkelanjutan dan Berkerakyatan. Disampaikan pada
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang ,Bogor
Dwiyanto, K.
2002. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi dalam Mendukung usaha
agribisnis yang berdaya saing, Berkelanjutan, dan berkarakyatan. Wartozoa 12
Haryanto,B.,I.Inounu,Igmb
Udiarsana Dan K.Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Departemen Pertanian, Jakarta.
Haryanto, B.
2004. Sistem Integrasi padi ternak dan ternak sapi (SIPT) dalam Program P3T.
Makalah disampaikan Pada Seminar Pekan Nasional di Balai Penelitian Tanaman
Padi. Sukamadi 15-19-2004.
Muslim, Chairun.
2006. Penegembangan Sistem Integrasi Padi-Ternak dalam Upaya Pencapaian
Swasembada Daging Di Indonesia Suatu Tinjauan Evaluasi. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 3, September 2006 : 226-239
Nappu, M.B., P.
Tandisau., M. Thamrin. N. Razak., M. Musyafir., A. Ahmad., S. Saud. 2010.
Survai Dan Observasi Potensi Limbah Pertanian Di Sulawesi Selatan. Kerjasama
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Dengan PT. Semen Tasa,
2010.
Reijntjes, C.
1992. Pertanian Masa Depan Pengantar Pertanian Berkelanjuatan dengan Input Luar
Rendah. Yogyakarta , Penerbit Kanisius
Supardi,
Fitrianto, dan Sofyan Anif. 2001. Uji Pupuk Organik Cair Dari Limbah Pasar
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L) Dengan Media Hidroponik.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiah Surakarta.
Shanahan,
J.F.Smith, D.H., Stanto, T.L. and Horn,
B.E., 2004. Crop Residues for Livestock
Feed. http://www.ext.colostate.edu/pubs/crop
Subagyono,D.
2004. Propsek Pengembangan Ternak Pola Integrasi Di Kawasan Perkebunan.
Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.
Soedjana,. 2007.
Analisis Struktur dan Perencanaan Tata Ruang Usaha Ternak Sapi Potong Di
Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. Program Studi Ilmu
Perencanaan Pengembangan Wilayah dan pedesaan (PWD). IPB.
*"sempat buka http://www.zalora.co.id/product-index/baju-pesta-wanita/" atau "saya melihat koleksi baju pesta wanita di Zalora ". http://www.zalora.co.id/product-index/baju-pesta-wanita/.
waw sangat bermanfaat trimkasih sudah berbagi info pertanian online,
BalasHapuskunjungi balik Cara budidaya porang