Peningkatan teknologi dalam usaha peternakan komponen biaya pakan adalah komponen terbesar yang harus dikeluarkan oleh peternak. Pendekatan dari segi bioteknologi yaitu pemanfaatan jasa mikroba, enzim, hormon, dan probiotik bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan pakan serta kualitas produksi ternak.
Bioteknologi telah mampu menghasilkan pakan ternak yang optimal baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas ketersediaan pakan untuk mencapai tujuan keuntungan jangka panjang.
Probiotik merupakan bahan yang berasal dari kultur mikroba / substansi lain yg berasal dari kultur mikroba yg dpt mempengaruhi keseimbangan alami di dlm saluran pencernaan bila diberikan dlm jumlah yg tepat akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan zat-zat makanan.
Probiotik adalah mikroba hidup yg mengandung media tempat tumbuh dan produksi metabolismenya. Probiotik terdiri dari: ↓ bakteri gram positif, bakteri gram negatif, yeast, dan kapang.
Pengaruh Probiotik Terhadap Ternak Pemberian Lactobacillus acidophilus pd pakan ternak meningkatkan pertambahan berat badan sapi & efesiensi makanan, ↓ tingkat kematian ternak sapi menurun dari 7,5 % jadi 1,5 % akibat pemberian probiotik. ↓ Pemberian probiotik Bio-CAS berfungsi untuk membantu meningkatkan efisiensi pencernaan ternak.
PERAN PROTOZOA PADA PENCERNAAN RUMINANSIA
Rumen adalah ekosistem yang sangat kompleks serta mengandung berbagai jenis mikroba. Kinerja ruminansia tergantung pada aktivitas mikroorganisme mereka untuk memanfaatkan asupan pakan.
Proses pencernaan di dalam rumen pada ternak ruminansia sangat bergantung pada populasi dan jenis mikroba yang berkembang di dalamnya, karena proses perombakan pakan pada dasarnya adalah kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba dalam rumen (Mosoni et al., 2011). Biomassa mikroba yang terdapat di dalam rumen adalah gabungan dari bakteri, protozoa bersilia, protozoa berflagela, jamur, amuba dan bakteriofag (Morgavi et al., 2010). Keanekaragaman mikroorganisme yang banyak terdapat di dalam lingkungan rumen masing masing memiliki fungsi spesifik dalam degradasi karbohidrat, protein dan lemak yang berasal dari pakan (Valente et al., 2016).
Lebih lanjut menurut Lee et al. (2000), bakteri, protozoa dan fungi tersebut bertanggung jawab terhadap 50% sampai 82% degradasi dinding sel tumbuhan dalam
rumen. Protozoa dapat mewakili setengah (50%) dari total biomassa mikroba dalam
rumen dan memiliki kontribusi secara signifikan terhadap fermentasi anaerobik
serta berperan dalam membantu mencerna serat yang berasal dari pakan hijauan pada
ruminansia. Meskipun nilai biologis protein bakteri dan protozoa dianggap sama, akan
tetapi kecernaan protein protozoa jauh lebih besar jika dibandingkan dengan protein bakteri. Selain sumber protein, protozoa juga menyumbang sekitar 7 –15% dari total lemak dalam digesta rumen dan juga merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang cukup signifikan (Váradyová et al., 2008).
Protozoa dalam rumen.
Saat ini telah banyak dikembangkan studi ekologi rumen dengan menggunakan metode identifikasi secara molekuler untuk mengetahui keaneka ragaman genus dan spesies protozoa (Skillman et al., 2006). Protozoa dengan ukuran 40 kali lipat dari bakteri sebenarnya adalah predator bakteri dalam rumen (Dayyani et al., 2013).
Jumlah protozoa dalam rumen sangat beragam menurut jenis pakan, umur dan jenis hewan yang menjadi hospesnya. Secara normal jumlah protozoa bersilia adalah 105 per ml pada pakan berserat kasar tinggi, namun jumlah ini meningkat menjadi 106 per ml pada rumen yang telah beradaptasi dengan sumber pakan yang banyak mengandung gula-gula terlarut.
Protozoa bersifat anaerob dan apabila kadar oksigen maupun nilai pH isi rumen tinggi maka protozoa tidak dapat membentuk cyste untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang tidak sesuai sehingga dengan cepat akan mati. Menurut Franzolin et al. (2010), mempertahankan kestabilan pH rumen sangatlah penting untuk memelihara kondisi yang optimal sehingga protozoa dalam rumen dapat berkembang dengan baik. pH dalam rumen dapat bervariasi antara 5,5-7,5 tergantung dari jenis pakan basal yang dikonsumsi dan protozoa akan mati pada kondisi pH rumen dibawah 5,4 (Dehority, 2005).
Protozoa dalam rumen terdiri dari protozoa bersilia dan berflagela, namun demikian, protozoa bersilia jauh lebih dominan dalam jumlah dan peran jika dibandingkan dengan yang berflagela. Menurut Bayram et al. (2001), populasi protozoa bersilia dalam rumen dapat dibagi berdasarkan komposisi generiknya menjadi empat tipe utama, A, B, O dan K. Dua kelompok protozoa bersilia yang biasa terdapat di dalam rumen yaitu entodiniomorphid (oligotrich) dan holotrich protozoa. Entodionomorphid biasanya terdapat dalam jumlah yang besar dalam rumen dan lebih mudah dikenal melalui ciri biokimiawinya.
Tiga spesies holotrich utama dalam rumen adalah Isotricha intestinalis, I. prostoma, dan Dasytricha ruminatum (Gurelli et al., 2016). Identifikasi dengan menggunakan metode PCR oleh Sylvester et al. (2004) menunjukkan adanya keragaman protozoa yang diakibatkan oleh efek pakan dalam rumen dan duodenum. Selanjutnya, sejumlah penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dipusatkan pada keragaman silia pada protozoa telah banyak dilakukan (Newbold et al., 2015). Metode yang digunakan tersebut antara lain Terminalrestriction fragment length polymorphism (T-RFLP) (Tymensen et al., 2012), realtime PCR (Kittelmann and Janssen, 2011), denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE) (McEwan et al., 2005) dan fluorescence in situ hybridization (FISH) (Xia et al., 2014).
Peran protozoa dalam rumen
Peran sesungguhnya populasi protozoa di dalam rumen sampai saat ini masih belum jelas, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena perbedaan yang luas diantara spesies ruminansia, sistem pakan dan kondisi lingkungan di seluruh dunia (Santra et al., 2003; Baraka, 2012). Protozoa memiliki kemampuan bertahan dalam rumen selama ribuan tahun dan saling berinteraksi dengan bakteri serta protozoa. Pengetahuan tentang fungsi protozoa dapat memberikan kunci untuk memperbaiki penampilan hewan produksi secara keseluruhan dan pelestarian lingkungan (Nagaraja, 2016). Selama lebih dari 50 tahun telah banyak dilakukan penelitian tentang peran protozoa terhadap pakan dalam rumen baik pada ruminansia muda maupun dewasa. Terlepas dari kenyataan bahwa protozoa merupakan bagian yang besar dari biomassa rumen, namun peran mereka dalam fermentasi maupun kontribusinya terhadap metabolisme dan nutrisi bagi hospes masih menjadi kontroversi dari banyak ahli (Santra et al., 2007).
Penelitian penelitian lain pada berbagai spesies ruminansia setelah tahun tahun tersebut menunjukkan bahwa protozoa sebenarnya juga memiliki peran yang penting pada ruminansia. Keberadaan protozoa di dalam rumen dapat mempengaruhi jumlah, jenis bakteri rumen, proporsi dan konsentrasi asam lemak volatile, pH rumen serta konsentrasi amonia. Protozoa juga berkontribusi secara langsung pada proses pencernaan dan pemecahan materi organik dalam rumen.
Dampak apapun, baik positif maupun negatif, secara langsung ataupun tidak langsung, protozoa kemungkinan memiliki pengaruh terhadap fungsi rumen secara keseluruhan. Salah satu dampak protozoa dalam rumen yang dianggap merugikan adalah sifat protozoa yang menggunakan bakteri dalam rumen sebagai sumber pakannya. Protozoa bersilia dalam rumen memakan bakteri rumen sehingga mengakibatkan peningkatan daur ulang mikroba N dalam rumen dan penurunan suplai asam amino ke usus sebesar 20-28%. Miresan et al. (2006) menyatakan bahwa protozoa berperan penting sebagai penghasil protein karena mengonsumsi bakteri sehingga menjadi protein protozoa yang lebih mudah dicerna serta memiliki nilai biologis yang lebih tinggi.
Meskipun dianggap tidak banyak berperan, akan tetapi kemungkinan protozoa mempunyai andil dalam proses fermentasi karena memiliki kemampuan mendegradasi komponen utama pakan. Salah satu protozoa bersilia yang memiliki peran penting dalam rumen adalah Diploplastron affine. Protozoa tersebut umum terdapat pada hewan ternak dan memiliki kemampuan mencerna selulosa serta karbohidrat asal bijian (Wereszka and Michałowski, 2012). Lebih lanjut, holotrich protozoa, meskipun dalam jumlah yang sedikit juga memiliki enzim yang bertanggung jawab untuk degradasi selulosa dan hemiselulosa.
Selain hal tersebut diatas, Nagaraja (2016) menyatakan bahwa Holotrichid bersilia adalah protozoa pengguna utama gula terlarut sedangkan sebagian besar entodiniomorph memanfaatkan berbagai macam substrat. Hampir semua jenis entodiniomorph mampu mencerna partikel tanaman pakan serta memanfaatkan karbohidrat dari dinding sel. Peran positif protozoa dalam rumen lebih banyak ditunjukkan pada kerbau dibandingkan dengan sapi (Jabari et al., 2014).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aktivitas pencernaan serat in vitro dan produksi gas protozoa rumen kerbau Khuzestan lebih tinggi dibandingkan dengan sapi Holstein. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena protozoa dalam rumen kerbau Khuzestan lebih bervariasi dibandingkan sapi Holstein dengan pemberian diet yang sama (Franzolin et al., 2010). Aktivitas pencernaan selulose oleh protozoa dalam rumen kerbau lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi. Namun demikian masih banyak peran protozoa dalam pencernaan serat untuk berbagai jenis ruminansia dengan pemberian berbagai jenis pakan yang perlu dievaluasi. Tulisan selanjutnya akan membahas berbagai penelitian yang menyangkut defaunasi, interaksi mikroflora dan fauna dalam rumen serta dampak protozoa dalam rumen terhadap lingkungan.
Komentar
Posting Komentar