Curcuma berasal dari kata Arab Kurkum berarti kuning. Xanthorrhiza berasal dari kata yunani xanthos berarti kuning dan rhiza berarti umbi akar, dalam bahasa Indonesia disebut temulawak, yang berarti akar kuning (Liang et al. 1985). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk ke dalam famili 6 Zingiberaceae (suku jahe-jahean) dan merupakan tanaman yang tumbuh merumpun. Tanaman ini tumbuh liar di hutan-hutan di bawah naungan pohon jati pada beberapa pulau di Indonesia, antara lain Jawa, Maluku, dan Kalimantan (Herman 1985).
Menurut Rukmana (1995), klasifikasi temulawak secara lengkap adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menhasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Curma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Herman (1985) melaporkan bahwa tanaman tahunan (perennial) ini tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang.
Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. tiap tanaman berdaun 2 hingga 9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31 hingga 84 cm, lebar 10 hingga 18 cm, berwarna hijau dan merah keunguan. Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu dimana bunga keluar langsung dari rimpang yang memiliki panjang antara 40 hingga 60 cm.
Rimpang pada tanaman temulawak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu rimpang induk yang berbentuk bulat panjang dengan warna rimpang kuning tua atau cokelat kemerahan dan pada bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan. Dari rimpang induk keluar rimpang kedua yang lebih kecil dengan jumlah rimpang sebanyak 3-7 buah. Anak rimpang ini tumbuh ke arah samping dan berwarna lebih muda dengan bau harum yang khas dan rasa pahit agak pedas. Ujung akar membengkak membentuk umbi kecil. Bila tanaman temulawak dibiarkan tumbuh lebih dari satu tahun, maka akan tumbuh anak rimpang yang menghasilkan anak rimpang yang cukup banyak (Ketaren 1988).
Sebagai tanaman monokotil, tanaman temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akar yang dimiliki berupa rimpang. Rimpang tanaman temulawak mengandung komponen-komponen penting yang sangat bermanfaat, yaitu zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), sellulosa, dan mineral (Ketaren 1988).
Temulawak terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, berkisar antara 48-54% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh, maka kadar pati semakin rendah sedangkan kadar minyak semakin tinggi. Temulawak terdiri dari pati, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, dan cadmium (Suwiah 1991).
Kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering adalah 3,16%. Jumlah ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan kandungan kurkuminoid rimpang kunyit, yakni 6,9%. Kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak berkisar antara 58-71%, sedangkan desmetoksikurkumin berkisar antara 29-42% (Sidik 1992).
Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang kimia temulawak dapat dibagi menjadi dua fraksi yaitu zat warna dan minyak Atsiri. Warna kuning pada temulawak disebabkan oleh adanya kurkuminoid (C21H20O6). Fraksi kurkuminoid rimpang temulawak terdiri dari dua macam yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Secara kimia, kurkuminoid pada temulawak merupakan turunan dari diferuloilmetan, yaitu dimetoksidiferuloilmetan (kurkumin) dan monodesmetoksidiferuloilmetan (desmetoksikurkumin).
Menurut Bombardelli (1991), ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi. Ekstraksi temulawak tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut.
Rimpang berbau aromatik tajam, dengan rasa pahit agak pedas. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak Atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik terhadap berbagai jenis jamur dan bakteriostatik terhadap mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp. Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan meningkatnya produksi dan sekresi empedu yang bekerja sebagai kolekinetik dan koleretik (Liang et al. 1985). Kolikinetik adalah suatu aktivitas yang berperan dalam proses biosintesis peningkatan produksi empedu akibat terkandungnya sodium kurkuminat yang aktif dalam kurkumin, sedangkan koleretik adalah peningkatan sekresi empedu dari kantung empedu ke dalam usus halus (Solichedi 2003).
Menurut Rukmana (1995), klasifikasi temulawak secara lengkap adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menhasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Curma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Herman (1985) melaporkan bahwa tanaman tahunan (perennial) ini tumbuh merumpun dengan batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Batang semu berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang.
Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. tiap tanaman berdaun 2 hingga 9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset, panjang 31 hingga 84 cm, lebar 10 hingga 18 cm, berwarna hijau dan merah keunguan. Perbungaan termasuk tipe exantha, yaitu jenis temu dimana bunga keluar langsung dari rimpang yang memiliki panjang antara 40 hingga 60 cm.
Rimpang pada tanaman temulawak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu rimpang induk yang berbentuk bulat panjang dengan warna rimpang kuning tua atau cokelat kemerahan dan pada bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan. Dari rimpang induk keluar rimpang kedua yang lebih kecil dengan jumlah rimpang sebanyak 3-7 buah. Anak rimpang ini tumbuh ke arah samping dan berwarna lebih muda dengan bau harum yang khas dan rasa pahit agak pedas. Ujung akar membengkak membentuk umbi kecil. Bila tanaman temulawak dibiarkan tumbuh lebih dari satu tahun, maka akan tumbuh anak rimpang yang menghasilkan anak rimpang yang cukup banyak (Ketaren 1988).
Sebagai tanaman monokotil, tanaman temulawak tidak memiliki akar tunggang. Akar yang dimiliki berupa rimpang. Rimpang tanaman temulawak mengandung komponen-komponen penting yang sangat bermanfaat, yaitu zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), sellulosa, dan mineral (Ketaren 1988).
Temulawak terdiri dari fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (3-12%). Fraksi pati merupakan kandungan terbesar, berkisar antara 48-54% tergantung dari ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh, maka kadar pati semakin rendah sedangkan kadar minyak semakin tinggi. Temulawak terdiri dari pati, abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan, dan cadmium (Suwiah 1991).
Kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering adalah 3,16%. Jumlah ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan kandungan kurkuminoid rimpang kunyit, yakni 6,9%. Kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak berkisar antara 58-71%, sedangkan desmetoksikurkumin berkisar antara 29-42% (Sidik 1992).
Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang kimia temulawak dapat dibagi menjadi dua fraksi yaitu zat warna dan minyak Atsiri. Warna kuning pada temulawak disebabkan oleh adanya kurkuminoid (C21H20O6). Fraksi kurkuminoid rimpang temulawak terdiri dari dua macam yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Secara kimia, kurkuminoid pada temulawak merupakan turunan dari diferuloilmetan, yaitu dimetoksidiferuloilmetan (kurkumin) dan monodesmetoksidiferuloilmetan (desmetoksikurkumin).
Menurut Bombardelli (1991), ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi. Ekstraksi temulawak tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut.
Rimpang berbau aromatik tajam, dengan rasa pahit agak pedas. Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Minyak Atsiri temulawak, juga berkhasiat fungistatik terhadap berbagai jenis jamur dan bakteriostatik terhadap mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp. Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan meningkatnya produksi dan sekresi empedu yang bekerja sebagai kolekinetik dan koleretik (Liang et al. 1985). Kolikinetik adalah suatu aktivitas yang berperan dalam proses biosintesis peningkatan produksi empedu akibat terkandungnya sodium kurkuminat yang aktif dalam kurkumin, sedangkan koleretik adalah peningkatan sekresi empedu dari kantung empedu ke dalam usus halus (Solichedi 2003).
Komentar
Posting Komentar