Setelah pendidikan dasar di Korpala Unhas usai, kami resmi mendapatkan nomor calon anggota atau disingkat dengan KC. Tulisan saya tentang bagaimana cara mendapatkan nomor calon anggota dapat di lihat di http://hardianti-jamaluddin.blogspot.com/2014/05/dikdas-korpala-unhas-hingga-ke-lembanna.html#comment-form.
Pendidikan yang didapatkan selama 2 minggu dari desa Bengo hingga Lembanna tidaklah cukup untuk mendapatkan nomor keanggotaan di Korpala Unhas. Tahapan selanjutnya yakni simulasi pemantapan untuk menjadi anggota aktif. Setelah simulasi barulah proses pemantapan.
Latihan fisik sangat diperlukan sebelum aktivitas gunung dilaksanakan yakni lari, jalan dengan beban, makan teratur dan istirahat cukup. Selain fisik kita juga butuh kesiapan mental yang optimal.
***
Kebiasaan anggota Korpala adalah selalu berdoa sebelum keberangkatan. Seperti itulah yang kami lakukan bersama ke 16 rekan kami yang akan melakukan pendakian ke Gunung Bulusaraung di kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Tujuan kami ke sana untuk melakukan proses operasi simulasi pemantapan yang selanjutnya baru dilakukan pemantapan sebagai syarat menjadi anggota penuh di Korpala Unhas.
Menurutku ini merupakan pendidikan lapangan yang kedua untuk kami angkatan XXI. Kami meninggalkan kampus Unhas dengan angkot atau pete-pete. Sampai di Maros, kami kemudian menanyakan tempat dan kemudian mencatat tempat tersebut. Peralatan misalnya navigasi dan peta kami keluarkan sebelum melanjutkan perjalanan.
Usai bertanya kepada seseorang berada di Pos tempat kami singgah kami pun melanjutkan perjalanan. Melewati kerikil bebatuan, kiri dan kanan terdapat hutan lebat dan nampak monyet bergelantungan di atas pohon. Sesekali monyet tersebut mengeluarkan suara merdunya.
Kami berjumlah sekitar 16 orang yang terdiri pendamping peserta simulasi angkatan XX dan angkatan XXI. Ismed Wahyudi sebagai Pemimpin Operasi (PO) waktu pendidikan dasar kini menjadi pendamping di tim saya waktu itu. Ratu Irma Sabriany yang sering kami panggil kak Cendol dan Suryani Anis serta kak Imhe sebagai pendamping juga. Sedangkan Saya, Elis, Nahdia, Tonji dan kak Adi sebagai peserta simulasi tersebut. Maaf yah, yang tidak saya sebut namanya. Soalnya ini sudah lama dan berusaha mengingat-ingat kejadian waktu itu. Saya juga sudah lupa apakah ada tiga tim atau hanya dua tim dan apakah starnya ditempat yang sama. Tapi seingatku, kami star ditempat yang berbeda.
***
Perjalanan yang bergitu menguras tenaga. Untungnya kami rutin melakukan latihan fisik setiap harinya dan materi yang diberikan oleh kakak-kakak di Korpala sangat membantu dalam melakukan pendidikan ini.
Ada kabar yang beredar bahwa cara mendidik atau ketika dalam proses pengkaderan kebanyakan organisasi pencinta alam itu dengan penggemblekan, Tujuannya tidak lain hanya bagaimana nantinya mereka bisa mempertahankan diri di alam. Juga seleksi yang dilakukan sampai dimana mereka bisa bertahan hidup nantinya. Entah apakah itu benar terjadi, karena saya tidak pernah mengikuti langsung bagaimana cara mereka mendidik.
Pencinta Alam Korpala Unhas memberikan pendidikan dengan cara yang berbeda. Tidak ada penggembelkan atau perpeloncoan. Lari keliling lapangan, naik turun tangga, pus up dan memberikan beban didalam tas berupa bebatuan itu dilakukan supaya kita nantinya tidak kaget ketika berada di tempat yang ekstrim nantinya serta bisa mengatasinya. Pendidikan dilapangan pun hanya sekedar berjalan dengan menggunakan kompas, itu dipraktekkan bersama tim kami, belajar membaca peta.
Sebenarnya pendamping kami sangat mengetahui kondisi lapangan, mana yang bagus dilalui dan mana tempat yang ekstrim. Tapi kami dibiarkan menemukan jalan kami untuk sampai ke tujuan. Sangat berbeda saat pendidikan dasar kemarin yang mengharuskan kami memanejemen makanan sebisa mungkin sampai akhir yang ditentukan. Operasi simulasi saat itu kami sangat berkelimpahan makanan.
***
Mencari tempat untuk beristirahat. Akhirnya kami menemukan tempat yang pas, sangat dekat dengan sumber air. Behenti lalu meletakkan ransel yang berisi pakaian dan ransum, lalu mengeluarkan peralatan memasak dan ransum yang akan di masak. Kami kemudian menyalakan api, ada yang memasak mie instan, memasak air dan memasak nasi. Setelah semuanya selesai kami kemudian menyantap bersama makanan tersebut. Kebersamaan seperti inilah yang membuat tali persaudaraan semakin kuat.
Bercengkrama satu sama lain sambil membereskan sisa makanan dan merapikan kembali lalu melanjutkan perjalanan. Tim kami kebanyakan cewek, untuk cowoknya saya lupa ada berapa, tapi seingatku ada dua kak Adi peserta operasi simulasi pemantapan sama kak Ismet sebagai pendamping. Maklumlah kalau bersama cewek-cewek pasti ada yang jalannya sangat lamban ada juga yang berjalan cepat.
Bukan keegoisan yang mau ditonjolkan melainkan kebersamaan. Dengan demikian, ketika ada teman yang jalannya lamban kami harus menunggunya. Berangkat dan berjalan bersama hingga sampai ketempat tujuan dengan sama-sama pula.
***
Detik-detik Kepergian Ismed Wahyudi
Pendamping juga selalu berkomunikasi dengan Tim lain dengan menggunakan Handy Talkie (HT). Hanya sekedar menanyakan keberadaan mereka. Membaca peta dan melihat arah kompas kami membuat kita berjalan lagi. Saya sudah lupa, apakah diperjalana kami sempat bertemu dengan tim lain atau hanya komunikasinya lewat HT saja.
Kami melewati bukit dan bebatuan. Ketika mencapai puncak, perasaan bahagia, senang, kagum yang bercampur jadi satu. Melupakan semua rasa capek ketika mendaki dan melupkan tugas kuliah. Kami tidak mengenal pos yang ada disana, kami hanya diberi kebebasan melewati jalur mana yang kami inginkan dengan melihat peta dan kompas.
Menghampiri ketinggian 1.353 mdpl, kami singgah foto-foto dulu. Jalur yang dilewati cukup menantang dan sedikit ekstrim. Tak heran saya agak gemataran ketika mendapati bukit dengan pohon-pohon yang pendek, bahkan saya lebih tinggi dari pohon tesebut. Berusaha menanjakkan kaki, memegang pohon kecil itu agar tidak terjatuh. Pikiran aneh selalu menghantui, kiri dan kanan terdapat jurang, seandainya pohon yang ada dipegunungan itu tinggi, mungkin tidak terlalu kelihatan jurangnya.
Hujan mulai menyelimuti sore itu, sesekali kami melihat peta untuk memastikan kearah mana lagi kami harus berjalan. Sempat ada perdebatan waktu itu apakah kita harus menuju jalur kiri atau jalur kanan. Saya melihat, dijalur kiri dan kanan itu sama-sama jurang. Akhirnya diputuskan untuk melewati jalur kanan.
Langkah kami diberhentikan oleh tebing yang menjulang tinggi dan terdapat jurang terjal. jalanan yang sangat berbahaya menurutku. Seketika instruksi dari kak Ismed menyuruh untuk memastikan apakah jalanan di depan layak untuk dilewati.
Melihat kodisi dan cuaca yang tidak bersahabat akhirnya kak Ismed mengeluarkan semua peralatan misalnya tali dan peralatan lainnya. Penuh cekatan dia menggunakan peralatan itu. Setelah talinya siap untuk digunakan, kami pun ditarik satu-satu untuk melewati jalanan sempit itu. Dipertengahan tebing dengan memegang tali, saya dengan salah satu teman (lupa siapa) berhenti sampai disitu. Ransel kami juga diikatkan pada tali tersebut.
Saya hanya perhatikan cara dia berjalan tanpa menggunakan apa-apa. Dia waktu itu fokus sama kami supaya bisa sampai ke atas. Terdengar teriakan kak Adi bahwa disana ada jalanan tapi bebatuan. Ismet pun menanjak naik untuk memastikan. Padahal sudah ada tali yang dipasang untuk jaga-jaga, kenapa juga tidak dipergunakan itu tali, setahu saya beliau lebih paham akan keselamatan.
Tak lama kemudian terdengar teriakan kak Ismet "awas batu..........," Kami disuruh menyingkir. Seketika itu saya kemudian berpegangan erat sama talinya dan sontak menutup mata sejenak. Sempat menyaksikan dan kejadiannya begitu singkat.
Dari atas kak Ismet menggelindingkan tubuhnya hanya untuk menghidari batu tersebut. Beliau berusaha meraih carrier, rumput dan apapun yang ada disekitarnya. Namun, itu semua sia-sia. Dia terjatuh bersama carier dan rumput yang diraihnya beserta batu itu.
***
Saya hanya diam, merenungi apa yang terjadi, mendengarkan pembicaraan dari Tim ku. Apakah yang terjadi ketika telpon genggam lobet dan jaringan tidak ada. Kami juga kehilangan kontak dengan tim lain. Mau minta tolong sama siapa?
Karena hujan kami kemudian mendirikan tenda sambil menunggu bantuan. Bukannya kami egois, tapi kami tidak punya peralatan untuk meng-evakuasi. Jurangnya juga terlalu terjal. Hanya doa yang bisa kupanjatkan bersama teman-teman. Sempat terpikirkan ketika nanti kak Ismed berhasil diselamatkan, kami sudah siap meninggalkan segala aktivitas untuk menjaganya di rumah sakit.
Setelah mengisi kampung tengah (Perut), kami disuruh beristirahat. Terdengar kabar dari dalam tenda bahwa bantuan telah menuju tempat kejadian. Pastinya dibawah sana kak Ismed kedinginan dan kesakitan akibat benturan tebingnya. Sekali lagi kami tdk bisa berbuat apa-apa. Maafkan kami kak! :(
***
Tibalah saatnya tim evakuasi datang sekitaran waktu dini hari atau subuh (Berusaha mengingat). Sekali lagi saya hanya mendengar di dalam tenda saja. Apa yang terjadi diluar.
Disambut pagi dengan persaan sedih dan penuh harap, semoga kak Ismed segera ditemukan dan bisa selamat. Bukannya disuruh membantu, kami di suguhkan sarapan pagi. Lalu disuruh berkemas untuk meninggalkan tempat tersebut.
Kami pun meng-iya-kan hal itu. Menuju jalanan normal, jalan tercepat dilalui untuk sampai ke rumah penduduk. Ternyata diluar sana banyak yang membicarakan kami. Sampai di sebuah sekolah dasar dan menuju ke Bus Unhas yang akan membawa kami ke Kampus.
Duduk cantik di Bus dan tak sadarkan diri ternyata didepan saya sudah ada kamera yang berlogo SCTV. Mungkinkah itu yang namanya wartawan yang akan meliput kami. Ternyata berita ini tidak hanya sampai dikalangan warga tapi juga sudah tersebar dimana-mana, pikirku. Setelah mendapat kabar bahwa mayatnya telah ditemukan, sambil menunggu tim evakuasi dan yang lainnya baru perjalanan dilanjutkan.
Diperjalanan hanya berdiam diri dan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Memperhatikan jalanan dikiri dan kanan. Hanya keheningan diatas Bus. Ditemani pemandangan tebing-tebing yang mewarnai dan menjulang tinggi.
Ketika sampai di Lantai satu Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM II), begitu jelas lantunan ayat suci Al-Qur'an menyambut kami. Persaaan sedih dan linangan air mata. Begitu ramai di Mabes Korpala Unhas. Kami pun berjejer di depan mayat almarhum, memandangi untuk yang terakhir kalinya. Doa kami akan selalu menyertai kepergian almarhum Ismed Wahyudi, dan tak bosan-bosannya kami mengirimkan surah Al-Fatiha untukmu dan semoga kamu tenang di sisi-Nya.
Maafkan saya karena tidak bisa melanjutkan pendidikan untuk mendapatkan status keanggotaan aktif di Korpala Unhas.
====================
BERITA TERKAIT KEPERGIAN ALMARHUM ISMED WAHYUDI
Penerbitan Kampus identitas Unhas,
Usai bertanya kepada seseorang berada di Pos tempat kami singgah kami pun melanjutkan perjalanan. Melewati kerikil bebatuan, kiri dan kanan terdapat hutan lebat dan nampak monyet bergelantungan di atas pohon. Sesekali monyet tersebut mengeluarkan suara merdunya.
Kami berjumlah sekitar 16 orang yang terdiri pendamping peserta simulasi angkatan XX dan angkatan XXI. Ismed Wahyudi sebagai Pemimpin Operasi (PO) waktu pendidikan dasar kini menjadi pendamping di tim saya waktu itu. Ratu Irma Sabriany yang sering kami panggil kak Cendol dan Suryani Anis serta kak Imhe sebagai pendamping juga. Sedangkan Saya, Elis, Nahdia, Tonji dan kak Adi sebagai peserta simulasi tersebut. Maaf yah, yang tidak saya sebut namanya. Soalnya ini sudah lama dan berusaha mengingat-ingat kejadian waktu itu. Saya juga sudah lupa apakah ada tiga tim atau hanya dua tim dan apakah starnya ditempat yang sama. Tapi seingatku, kami star ditempat yang berbeda.
***
Perjalanan yang bergitu menguras tenaga. Untungnya kami rutin melakukan latihan fisik setiap harinya dan materi yang diberikan oleh kakak-kakak di Korpala sangat membantu dalam melakukan pendidikan ini.
Ada kabar yang beredar bahwa cara mendidik atau ketika dalam proses pengkaderan kebanyakan organisasi pencinta alam itu dengan penggemblekan, Tujuannya tidak lain hanya bagaimana nantinya mereka bisa mempertahankan diri di alam. Juga seleksi yang dilakukan sampai dimana mereka bisa bertahan hidup nantinya. Entah apakah itu benar terjadi, karena saya tidak pernah mengikuti langsung bagaimana cara mereka mendidik.
Pencinta Alam Korpala Unhas memberikan pendidikan dengan cara yang berbeda. Tidak ada penggembelkan atau perpeloncoan. Lari keliling lapangan, naik turun tangga, pus up dan memberikan beban didalam tas berupa bebatuan itu dilakukan supaya kita nantinya tidak kaget ketika berada di tempat yang ekstrim nantinya serta bisa mengatasinya. Pendidikan dilapangan pun hanya sekedar berjalan dengan menggunakan kompas, itu dipraktekkan bersama tim kami, belajar membaca peta.
Sebenarnya pendamping kami sangat mengetahui kondisi lapangan, mana yang bagus dilalui dan mana tempat yang ekstrim. Tapi kami dibiarkan menemukan jalan kami untuk sampai ke tujuan. Sangat berbeda saat pendidikan dasar kemarin yang mengharuskan kami memanejemen makanan sebisa mungkin sampai akhir yang ditentukan. Operasi simulasi saat itu kami sangat berkelimpahan makanan.
***
Mencari tempat untuk beristirahat. Akhirnya kami menemukan tempat yang pas, sangat dekat dengan sumber air. Behenti lalu meletakkan ransel yang berisi pakaian dan ransum, lalu mengeluarkan peralatan memasak dan ransum yang akan di masak. Kami kemudian menyalakan api, ada yang memasak mie instan, memasak air dan memasak nasi. Setelah semuanya selesai kami kemudian menyantap bersama makanan tersebut. Kebersamaan seperti inilah yang membuat tali persaudaraan semakin kuat.
Bercengkrama satu sama lain sambil membereskan sisa makanan dan merapikan kembali lalu melanjutkan perjalanan. Tim kami kebanyakan cewek, untuk cowoknya saya lupa ada berapa, tapi seingatku ada dua kak Adi peserta operasi simulasi pemantapan sama kak Ismet sebagai pendamping. Maklumlah kalau bersama cewek-cewek pasti ada yang jalannya sangat lamban ada juga yang berjalan cepat.
Bukan keegoisan yang mau ditonjolkan melainkan kebersamaan. Dengan demikian, ketika ada teman yang jalannya lamban kami harus menunggunya. Berangkat dan berjalan bersama hingga sampai ketempat tujuan dengan sama-sama pula.
***
Detik-detik Kepergian Ismed Wahyudi
Pendamping juga selalu berkomunikasi dengan Tim lain dengan menggunakan Handy Talkie (HT). Hanya sekedar menanyakan keberadaan mereka. Membaca peta dan melihat arah kompas kami membuat kita berjalan lagi. Saya sudah lupa, apakah diperjalana kami sempat bertemu dengan tim lain atau hanya komunikasinya lewat HT saja.
Kami melewati bukit dan bebatuan. Ketika mencapai puncak, perasaan bahagia, senang, kagum yang bercampur jadi satu. Melupakan semua rasa capek ketika mendaki dan melupkan tugas kuliah. Kami tidak mengenal pos yang ada disana, kami hanya diberi kebebasan melewati jalur mana yang kami inginkan dengan melihat peta dan kompas.
Menghampiri ketinggian 1.353 mdpl, kami singgah foto-foto dulu. Jalur yang dilewati cukup menantang dan sedikit ekstrim. Tak heran saya agak gemataran ketika mendapati bukit dengan pohon-pohon yang pendek, bahkan saya lebih tinggi dari pohon tesebut. Berusaha menanjakkan kaki, memegang pohon kecil itu agar tidak terjatuh. Pikiran aneh selalu menghantui, kiri dan kanan terdapat jurang, seandainya pohon yang ada dipegunungan itu tinggi, mungkin tidak terlalu kelihatan jurangnya.
Hujan mulai menyelimuti sore itu, sesekali kami melihat peta untuk memastikan kearah mana lagi kami harus berjalan. Sempat ada perdebatan waktu itu apakah kita harus menuju jalur kiri atau jalur kanan. Saya melihat, dijalur kiri dan kanan itu sama-sama jurang. Akhirnya diputuskan untuk melewati jalur kanan.
Langkah kami diberhentikan oleh tebing yang menjulang tinggi dan terdapat jurang terjal. jalanan yang sangat berbahaya menurutku. Seketika instruksi dari kak Ismed menyuruh untuk memastikan apakah jalanan di depan layak untuk dilewati.
Melihat kodisi dan cuaca yang tidak bersahabat akhirnya kak Ismed mengeluarkan semua peralatan misalnya tali dan peralatan lainnya. Penuh cekatan dia menggunakan peralatan itu. Setelah talinya siap untuk digunakan, kami pun ditarik satu-satu untuk melewati jalanan sempit itu. Dipertengahan tebing dengan memegang tali, saya dengan salah satu teman (lupa siapa) berhenti sampai disitu. Ransel kami juga diikatkan pada tali tersebut.
Saya hanya perhatikan cara dia berjalan tanpa menggunakan apa-apa. Dia waktu itu fokus sama kami supaya bisa sampai ke atas. Terdengar teriakan kak Adi bahwa disana ada jalanan tapi bebatuan. Ismet pun menanjak naik untuk memastikan. Padahal sudah ada tali yang dipasang untuk jaga-jaga, kenapa juga tidak dipergunakan itu tali, setahu saya beliau lebih paham akan keselamatan.
Tak lama kemudian terdengar teriakan kak Ismet "awas batu..........," Kami disuruh menyingkir. Seketika itu saya kemudian berpegangan erat sama talinya dan sontak menutup mata sejenak. Sempat menyaksikan dan kejadiannya begitu singkat.
Dari atas kak Ismet menggelindingkan tubuhnya hanya untuk menghidari batu tersebut. Beliau berusaha meraih carrier, rumput dan apapun yang ada disekitarnya. Namun, itu semua sia-sia. Dia terjatuh bersama carier dan rumput yang diraihnya beserta batu itu.
***
Saya hanya diam, merenungi apa yang terjadi, mendengarkan pembicaraan dari Tim ku. Apakah yang terjadi ketika telpon genggam lobet dan jaringan tidak ada. Kami juga kehilangan kontak dengan tim lain. Mau minta tolong sama siapa?
Karena hujan kami kemudian mendirikan tenda sambil menunggu bantuan. Bukannya kami egois, tapi kami tidak punya peralatan untuk meng-evakuasi. Jurangnya juga terlalu terjal. Hanya doa yang bisa kupanjatkan bersama teman-teman. Sempat terpikirkan ketika nanti kak Ismed berhasil diselamatkan, kami sudah siap meninggalkan segala aktivitas untuk menjaganya di rumah sakit.
Setelah mengisi kampung tengah (Perut), kami disuruh beristirahat. Terdengar kabar dari dalam tenda bahwa bantuan telah menuju tempat kejadian. Pastinya dibawah sana kak Ismed kedinginan dan kesakitan akibat benturan tebingnya. Sekali lagi kami tdk bisa berbuat apa-apa. Maafkan kami kak! :(
***
Tibalah saatnya tim evakuasi datang sekitaran waktu dini hari atau subuh (Berusaha mengingat). Sekali lagi saya hanya mendengar di dalam tenda saja. Apa yang terjadi diluar.
Disambut pagi dengan persaan sedih dan penuh harap, semoga kak Ismed segera ditemukan dan bisa selamat. Bukannya disuruh membantu, kami di suguhkan sarapan pagi. Lalu disuruh berkemas untuk meninggalkan tempat tersebut.
Kami pun meng-iya-kan hal itu. Menuju jalanan normal, jalan tercepat dilalui untuk sampai ke rumah penduduk. Ternyata diluar sana banyak yang membicarakan kami. Sampai di sebuah sekolah dasar dan menuju ke Bus Unhas yang akan membawa kami ke Kampus.
Duduk cantik di Bus dan tak sadarkan diri ternyata didepan saya sudah ada kamera yang berlogo SCTV. Mungkinkah itu yang namanya wartawan yang akan meliput kami. Ternyata berita ini tidak hanya sampai dikalangan warga tapi juga sudah tersebar dimana-mana, pikirku. Setelah mendapat kabar bahwa mayatnya telah ditemukan, sambil menunggu tim evakuasi dan yang lainnya baru perjalanan dilanjutkan.
Diperjalanan hanya berdiam diri dan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Memperhatikan jalanan dikiri dan kanan. Hanya keheningan diatas Bus. Ditemani pemandangan tebing-tebing yang mewarnai dan menjulang tinggi.
Ketika sampai di Lantai satu Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM II), begitu jelas lantunan ayat suci Al-Qur'an menyambut kami. Persaaan sedih dan linangan air mata. Begitu ramai di Mabes Korpala Unhas. Kami pun berjejer di depan mayat almarhum, memandangi untuk yang terakhir kalinya. Doa kami akan selalu menyertai kepergian almarhum Ismed Wahyudi, dan tak bosan-bosannya kami mengirimkan surah Al-Fatiha untukmu dan semoga kamu tenang di sisi-Nya.
Maafkan saya karena tidak bisa melanjutkan pendidikan untuk mendapatkan status keanggotaan aktif di Korpala Unhas.
Makassar, 22 Agustus 2015
Kompleks Maizonet
====================
BERITA TERKAIT KEPERGIAN ALMARHUM ISMED WAHYUDI
Penerbitan Kampus identitas Unhas,
Bila Alam Tidak Bersahabat
Ismed Wahyudi (25), mahasiswa MIPA Unhas menemui ajal di kedalaman jurang Gunung Bulusaraung. Bungsu dari lima bersaudara, mendampingi Tim simulasi operasi pendakian, dalam rangka pemantapan penerimaan anggota baru periode 2008/2009.
Jalur yang ditempuh melalui Desa Senggerang, puncak Bulusaraung, Cakmuri kemudian ke Bengo. Terjatuh dalam perjalanan menuju puncak Bulusaraung, korban terjatuh dan terpeleset kejurang dengan kedalaman ratusan meter. Akibat menghindari jatuhan batu dari arah puncak gunung.
Lokasi kejadian disekitar titik ketinggian 1030 Mdpl dari permukaan air laut sebelum puncak gunung Bulusaraung (1353 Mdpl). Di evakuasi oleh tim Korpala dan dibantu oleh beberapa warga setempat, jenazah Ismed pada pukul 16.00 Wita langsung dibawa ke Makassar. dan disemayamkan di Korpala Unhas.
Diantar ke rumah duka di Riau pada Selasa (15/4). terjatuh dengan ketinggian 130 meter dari jurang terjal , tubuh korban tetap utuh, hanya terdapat luka pada bagian kepala akibat terbentur batu.
Bahaya obyektif misalnya kejatuhan batu, daerah-daerah yang berbahaya, petir, kabut dan udara yang mendadak menjadi buruk.
Mendaki gunung Bulusaraung pada pada Minggu (12/04) sore dan ditemukan terbujur kaku pukul 07.00 Wita senin (14/4), di kampung Bulu Timpa Laja, kecamatan Bantimurung, kabupaten Maros,
Kelahiran Duri, Provinsi Riau pada bulan Juli . 25 tahun yang lalu memilih UKM KOrpala sebagai penyaluran minat dan bakatnya. Melalui pendidikan dasar XVII, Ia mulai mendapatkan status keanggotaan aktif pada tahun 2005. Mantan ketua I bidan operasional.
Ibnu Quddamah anggota korpala yang diutus sebagai search Rescue Unit yakni tim evakuasi mayat.
========
berita terkait juga dapat di lihat di detik.com http://us.news.detik.com/berita/923252/jatuh-dari-gunung-anggota-korpala-unhas-meninggal
Komentar
Posting Komentar