Secara rasional kombinasi usaha di bidang pertanian
dan peternakan bersifat saling mendukung. Artinya, selain panen utama berupa
hasil bercocok tanam, diperoleh pula hasil sampingan yaitu bahan hijauan untuk
pakan ternak yang melimpah. Sebaliknya, dari usaha peternakan, secara primer
menghasilkan keuntungan ekonomis dari penjualan ternak, dan secara sekunder
menghasilkan pupuk kandang yang sangat penting untuk meningkatkan produksi
pertanian.
Masalah utama yang saat ini dihadapi adalah terbatasnya
produktivitas usaha peternakan. Para peternak masih berusaha secara individual
dan tradisional dengan pengetahuan dan keterampilan yang terbatas, dan
memandang usaha peternakan hanya sebagai pekerjaan sambilan. Selain itu kandang
ternak masih menyatu dengan rumah penduduk, sehingga potensi pencemaran
lingkungan cukup tinggi. Hal ini, diduga terkait dengan cara berpikir
masyarakat, bahwa ternak dinilai sebagai investasi berharga yang harus dijaga
keamanannya. Cara pandang seperti ini perlu diubah melalui penerapan
pengetahuan, keterampilan, dan teknologi tepat guna sehingga meningkatkan
keberdayaan kelompok sasaran. Dengan kata lain, perlu adanya intervensi untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan budidaya
peternakan yang berkelanjutan (sustainability development) di
wilayahnya. Dalam kaitan ini, pengembangan kemampuan dan keberdayaan masyarakat
yang bergerak di sektor usaha kecil bidang peternakan merupakan langkah pilihan
yang strategis untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Transformasi masyarakat ke arah tercapainya
pemberdayaan masyarakat pedesaan, khususnya yang bergerak di sektor peternakan
merupakan obsesi yang realistis. Transformasi menuju kepada tercapainya
pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui upaya peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan penerapan iptek tepat guna dengan berbasis pada pada tiga pilar utama, yakni: (1) Orientasi yang
bertumpu bertumpu perubahan perilaku (attitude); (2) Orientasi
pengelolaan oleh masyarakat sendiri (self community management), (3)
Orientasi inovasi dan kreativitas masyarakat (entrepreneurship).
Masa sekarang
tidak hanya diperuntukkan bagi organisasi, melainkan juga untuk kebutuhan
perseorangan. Bagi organisasi iptek dapat digunakan untuk keunggulan
kompetitif, sedangkan bagi perseorangan dapat digunakan untuk keunggulan
pribadi.” Penyelesaian masalah dan cara pemberdayaan masyarakat dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1.
Pengorganisasian kelompok peternak
Salah
satu indikator pengelolaan usaha secara profesional adalah dengan penerapan
sistem pengorganisasian yang memadai. Selama ini usaha peternakan masih
individual, karena belum terbentuk paguyuban atau kelompok yang menjadi wadah
usaha bersama. Masalah yang muncul terkait dengan belum adanya paguyuban ini,
antara lain: kurangnya kesempatan saling berbagi pengetahuan di kalangan
peternak, rendahnya perolehan informasi dari sesama peternak, dan adanya
persaingan yang kurang sehat.
2.
Sosialisasi metode beternak berbasis Iptek
Untuk
meningkatkan produktivitas peternakan, perlu adanya penerapan iptek. Namun
selama ini, peternak di Desa Dadapayu Gunungkidul masih melaksanakan kegiatan
peternakan secara tradisional. Pengetahuan tentang bahan pakan ternak juga
masih minim. Mereka mengandalkan pakan hijauan, sehingga pada masa kemarau
peternak tidak berdaya menghadapi kelangkaan pakah hijauan ini.
3.
Penerapan (pembudayaan) Iptek dan pendampingan
Setelah
memperoleh pelatihan, anggota kelompok peternakan memasuki suatu sistem
peternakan dengan kultur baru, yaitu dengan menerapkan teknologi. Agar
penerapan teknologi dapat efisien, maka kekompakan anggota perlu diutamakan.
Hal ini diperlukan sarana pertemuan yang betrsifat rutin, misalnya mulai
dirintis kandang kelompok (kandang komunal). Selama ini, banyak terjadi
masyarakat memperoleh pelatihan, namun tidak menerapkan dan membudayakan
pengetahuan baru tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan kontribusi sub sektor peternakan
dalam perekonomian Nasional, pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong
pengembangan industri peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas
dan dukungan serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri
peternakan di Indonesia. Namun demikian, sejalan dengan kencenderungan yang
terjadi akhir-akhir ini bahwa peran pemerintah dalam pembangunan semakin berkurang
dan sebaliknya peran masyarakat dan pihak swasta diharapkan akan semakin
meningkat.
Pemerintah dewasa ini lebih berperan sebagai streering
daripada rowing. Maksudnya, bahwa yang melakukan kegiatan pembangunan
adalah masyarakat dan pihak swasta sedangkan pemerintah hanya mendorong dan
menyiapkan kondisi dan lingkungan yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya
kegiatan agribisnis peternakan.
Ke depan, tantangan yang dihadapi bidang peternakan
di Indonesia semakin berat. Apabila kita tidak bersungguh-sungguh membangun peternakan
yang tangguh, berbasis sumberdaya lokal dan berdayasaing maka jumlah impor hasil
peternakan berupa daging, telur dan susu akan meningkat dengan pesat dari tahun
ke tahun. Agar dapat menjadi tuan di rumah sendiri maka tidak ada jalan lain
kecuali bersungguh-sungguh dan bekerja keras membangun industri peternakan yang
dapat memenuhi permintaan dalam negeri dan sekaligus dapat mengekspor kelebihan
hasil produksinya ke negara-negara yang memerlukan.
Arah
Kebijakan Pembangunan Peternakan
Sejalan dengan visi pembangunan pertanian,
visi pembangunan peternakan telah ditetapkan yaitu: “Mewujudkan Peternakan Tangguh
Guna menjamin Kesejahteraan Peternak”. Sedangkan misinya adalah: (1) meningkatkan
pendapatan; (2) penyediaan pangan hewani yang ASUH; (3) pembangunan SDM yang
berkualitas; (4) diversifikasi pangan; (5) pengentasan kemiskinan; dan (6) pengembangan
sistem perdagangan komoditi ternak yang bebas dan fair.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut,
maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah menetapkan 3 (tiga)
program utama yaitu program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP), Program
Pengembangan Agribisnis (PA) dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Penjabaran lebih lanjut dari program tersebut di bidang peternakan sebagai
berikut:
1.
Program Peningkatan Ketahanan Pangan sasarannya adalah: (a) dicapainya ketersediaan
pangan tingkat nasional, regional dan rumah tangga yang cukup, aman dan halal;
(b) meningkatkan keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat; dan (c)
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan.
2.
Program pengembangan agribisnis dengan sasaran: (a) berkembangnya usaha di
sektor hulu, usaha tani (on-farm), hilir (agroindustri) dan usaha jasa
penunjang; (b) meningkatnya pertumbuhan PDB sub sektor peternakan; dan (c)
meningkatnya ekspor produk peternakan segar dan olahan.
3.
Program peningkatan kesejahteraan petani sasarannya adalah: (a) meningkatnya kapasitas
dan posisi tawar peternak; (b) semakin kokohnya kelembagaan peternak; (c)
meningkatnya akses peternak terhadap sumberdaya produktif; dan (d) meningkatnya
pendapatan peternak.
Sistem tanaman-ternak selalu menunjukkan
peran pentingnya dalam usaha tani, seperti mendaur ulang biomassa berupa limbah
yang dapat digunakan sebagai sumber pakan dan limbah ternak berupa kotoran
diolah menjadi kompos untuk memperbaiki kondisi tanah yang sebelumnya tidak
sesuai untuk budidaya tanaman. Integrasi ternak dengan usaha tani lainnya
(tanaman pangan, hortikultura, perkebunan) masih merupakan suatu cara utama dalam
intensifikasi pertanian yang berkelanjutan, walaupun peranan ternak tetap
menduduki posisi pendukung dan pelengkap dan bukan merupakan komponen utama
dalam sistem integrasi tanaman-ternak. Seperti diketahui biaya operasional
terbesar dalam usaha peternakan adalah biaya pakan sekitar 60-70%, dengan jalan
mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak dengan kegiatan usaha tani
lainnya akan dihasilkan efisiensi biaya produksi yang tinggi.
Selain itu ternak dapat menghasilkan
kotoran ternak dalam jumlah yang cukup banyak, dengan pengolahan secara
sederhana kotoran tersebut dapat diubah menjadi pupuk organik yang sangat
bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah, selain digunakan untuk kebutuhan
sendiri pupuk kandang dapat dijual dengan harga yang
lumayan.
Sehingga secara keseluruhan kombinasi kegiatan pemeliharan ternak dan bercocok
tanam akan sangat menguntungkan petani dengan jalan pengurangan biaya produksi
dan peningkatan penghasilan.
Secara terperinci manfaat sistem
tanamanternak antara lain: (i) meningkatkan akses terhadap kotoran ternak; (ii)
peningkatan nilai tambah dari tanaman atau hasil ikutannya; (iii) mempunyai
potensi mempertahankan kesehatan dan fungsi ekosistem; dan (iv) mempunyai
kemandirian yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya mengingat nutrisi dan energi
saling mengalir antara tanaman dan ternak.
Pakan ternak dari tanaman dapat berupa limbah
dan hasil sampingan agroindustri yang dapat digunakan untuk ternak, meliputi:
(i) jerami (padi dan jagung); (ii) pucuk tebu; (iii) biji-bijian (kacang tanah
dan cowpea); (iv) umbi-umbian (ketela dan ubi jalar); (v) bungkil biji
minyak (kelapa sawit, kapas, kopra); (vi) dedak; dan (vi) baggase. Kotoran
ternak bermanfaat untuk: (i) memperbaiki struktur tanah; (ii) mendorong
penyerapan kembaban yang lebih baik; (iii) mengurangi daya serap
air;
dan (iv) mencegah crusting permukaan tanah.
Misalnya dukungan pemerintah Dalam pengembangan sistem integrasi sawit-sapi,
pemerintah memberikan fasilitasi dalam bentuk penyediaan informasi dan penciptaan
lingkungan yang mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis. Diharapkan
bahwa partisipasi masyarakat akan lebih berperan dalam pengembangan kawasan agribisnis
berbasis peternakan.
Dukungan Direktorat Jenderal Peternakan sebagai
instansi penanggungjawab program pembangunan peternakan antara lain berupa upaya
mengarahkan paket-paket bantuan langsung pinjaman masyarakat pada pengembangan
kawasan peternakan. Nilai rupiah bantuan ini tidaklah terlalu besar karena hanya
dimaksudkan sebagai pemicu untuk menggerakkan kegiatan usaha peternakan di tingkat
peternak yang berada di kawasan. Bantuan lainnya terutama dalam bentuk penyediaan
informasi, penyuluhan, pendampingan, kajian dan bentuk-bentuk fasilitasi
lainnya.
Penyebarluasan informasi dilakukan
melalui brosur, pelatihan, pertemuan secara berkala, penggunaan media seperti majalah,
koran, radio, CD, TV dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan secara ringkas
dukungan program/kegiatan dalam pengembangan sistem integrasi sawit-sapi antara
lain:
Program
pengembangan kawasan peternakan
Program pengembangan kawasan dimaksudkan
untuk mempertahankan dan
meningkatkan
wilayah wilayah pengembangan peternakan yang potensiel, serta membentuk dan
meningkatkan wilayah-wilayah pengembangan dengan komoditas unggulan. Program
pengembangan kawasan meliputi kawasan khusus peternakan maupun kawasan integrasi
peternakan dengan perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, kehutanan dan perikanan.
Pengembangan peternakan dengan pendekatan
kawasan akan mempunyai banyak keuntungan diantaranya adalah adanya jaminan usaha
apabila suatu kawasan sudah ditetapkan sebagai kawasan khusus peternakan maupun
kawasan integrasi oleh
pemerintah
setempat. Selain itu akan diperoleh sinergi dari berbagai macam kegiatan yang diarahkan
ke dalam suatu lokasi kawasan tersebut, sehingga memudahkan dalam pembinaan dan
pelayanan.
Pengembangan kawasan integrasi ternak dengan
perkebunan kelapa sawit akan dikaitkan dengan pola kemitraan antara perusahaan
dengan petani (plasma) yang ada di wilayah perkebunan swasta maupun pemerintah.
Dalam kemitraan tersebut perusahaan bertindak sebagai inti yang menjamin
penyediaan sarana produksi dan pemasaran, membantu permodalan dan bimbingan
teknis (pendampingan) kepada petani peternak yang bertindak sebagai plasma dalam
melaksanakan budidaya ternak, sebagaimana yang telah dikembangkan oleh PT.
Agricinal di Bengkulu Utara.
Program
pemberdayaan kelompok melalui pola BPLM
Pemerintah
pusat melalui Ditjen Peternakan dapat mengarahkan sebagian dari Bantuan Pinjaman
Langsung Masyarakat (BPLM) atau lebih dikenal dengan BLM ke lokasi-lokasi kawasan
khusus peternakan maupun kawasan integrasi ternak dengan komoditas lain. BLM
tersebut merupakan dana penguatan modal kelompok yang merupakan stimulan dan masih
memerlukan penggalian pertisipasi anggota untuk menambah modal usaha.
Penggunaan dana penguatan modal
didasarkan pada kepentingan kelompok melalui kesepakatan anggota kelompok.
Anggota kelompok yang menerima harus mampu menggulirkan/mengembalikan modal
pokok usaha kepada kelompok untuk disalurkan kepada anggota kelompok lain yang
belum menerima.
Paket penguatan modal dapat dimanfaatkan
untuk usaha penggemukan sapi potong (sapi kereman), intensifikasi penggunaan
Inseminasi Buatan (IB) dan pola kawin alam. Paket BLM tersebut terdiri dari:
Pengembangan
agribisnis sapi potong
Paket ini dimaksudkan untuk penguatan modal
kelompok dalam menjalankan kegiatan usaha sapi potong baik untuk bibit maupun penggemukan,
alokasi kegiatan berupa: pengadaan ternak, perbaikan kandang dan peralatan peternakan,
pakan konsentrat, pelayanan kesehatan hewan dan lain-lain sesuai kebutuhan
kelompok.
Usaha peternakan memberi kontribusi
terhadap penyediaan produksi ternak, peningkatan pendapatan peternak, perluasan
dan penciptaan lapangan kerja. Pengembangan usaha peternakan dengan pola
kemitraan PIR antara industri peternakan (perusahaan) sebagai inti dengan
peternak sebagai plasma merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan
dan mempercepat pencapaian target pembangunan sub sektor peternakan yang merupakan
bagian dari tujuan pengembangan wilayah. Pembangunan nasional dilaksanakan
secara berencana, menyeluruh, terpadu, bertahap, berkelanjutan dan terarah
untuk memacu peningkatan laju pertumbuhan dan pengembangan ekonomi dalam rangka
mewujudkan pemerataan dan keadilan pembangunan serta meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan hendaknya tidak
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena sering tidak seiring
dengan upaya pengurangan jumlah penduduk yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari
tingkat pertumbuhan ekonomi melainkan juga diukur dari keberhasilan usaha perbaikan
dalam redistibusi pendapatan masyarakat dan pengurangan kelompok miskin di dalam
anggota masyarakat.
Salah satu andalan sektor pertanian di
Indonesia adalah sub sektor peternakan yang pengembangannya mengacu pada
strategi dasar dan tujuan pembangunan peternakan mengingat prospeknya cerah
baik untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Strategi pembangunan
peternakan (Yasin dan Indarsih, 1988) yaitu:
1.
Peningkatan produksi yang berorientasi pada perluasan kesempatan kerja,
peningkatan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi usaha.
2.
Peningkatan kerja sama yang saling mendukung dan saling mendorong untuk maju
antarasub sektor peternakan dan sub sektor lainnya.
3.
Peningkatan peranan untuk terwujudnya pembangunan wilayah yang utuh, serasi dan
terpadu.
Pengembangan
Wilayah
Kegiatan pembangunan pada dasarnya
dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat secara
merata. Ditinjau dari proses pelaksanaan pembangunan, usaha pembangunan
tersebut pada dasarnya berupa peningkatan manfaat sumber daya dan peningkatan
pemenuhan kebutuhan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Produk
kegiatan manusia diusahakan untuk memberikan pengaruh positif pada
suatu
wilayah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan kawasan-kawasan yang ada di dalamnya,
baik peningkatan mutu, luas maupun jumlah. Peningkatan kawasan-kawasan tersebut
memberikan kontribusi kepada perkembangan wilayah tersebut, sehingga proses peningkatan
kawasan pada dasarnya merupakan gambaran dari proses perkembangan suatu wilayah
(Nasoetion dan Rustiadi, 1990).
Pengembangan wilayah dapat diartikan
sebagai upaya menata ruang dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Tujuan pengembangan
wilayah ialah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi wilayah menjadi lebih baik di
segala sektor yang meliputi sektor jasa, industry dan pertanian (peternakan),
paling tidak di segi pengelolaan hasil pertanian dan penerimaan masyarakat atau
di segi pengeluaran konsumsi, invetasi serta ekspor impornya. Selanjutnya diharapkan
agar kegiatan perekonomian wilayah itu membuka kesempatan kerja lebih banyak, sehingga
tercapainya pemerataan disegala bidang dalamkehidupan wilayah (kota dan desa).
Selain itu tujuan pengembangan wilayah
adalah agar kegiatan kota dan daerah sekitarnya itu seimbang serta berkembang
dalam fungsinya sebagai tempat pelayanan warga kota dan daerah sekitarnya
(Reksohadiprodjo dan Karseno, 1994). Pengembangan wilayah harus dapat menunjang
wilayah belakangnya (hinterland) serta tidak menjadi parasit dalam
menyerap potensi daerah belakangnya. Hubungan pusat pengembangan wilayah dengan
wilayah belakangnya harus bersifat sinergis.
Untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut,
disusun strategi pembangunan prasarana dan sarana yang bersifat menunjang
pertumbuhan ekonomi pemerataan pembangunan, meningkatkan stabilitas politik dan
kesejahteraan masyarakat (Hanafiah, 1982).
Usaha
Peternakan
Usaha
peternakan merupakan kegiatan andalan di negera berkembang terutama Negara agraris
yang sangat potensial untuk dikembangkan baik pada masyarakat yang tinggal di wilayah
pedesaan (rural) maupun pinggir kota (sub urban). Untuk usaha
peternakan yang baik, peternak dituntut 2 syarat pokok yaitu (AAK, 1982):
1.
Menguasai breeding (memilih bibit yang unggul), feeding (cara
memberi makanan yang baik), manajemen (cara memelihara yang baik), pencegahan
dan pemberantasan penyakit.
2.
Memiliki jiwa peternak. Seorang peternak dikatakan mempunyai jiwa peternak
apabila ia telah mampu bertindak dalam usahanya secara tekun, disiplin dan
tidak pernah putus asa didalam menghadapi kesulitan apapun.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Direktorat Jenderal Peternakan dan Direktorat
Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian secara aktif mendorong pelaksanaan sistem
integrasi ternak dengan perkebunan di kawasan pengembangan yang cocok dan
sesuai dengan potensi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
ADLIN U. LUBIS. 1992. Kelapa
Sawit di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala, Marihay
Ulu, P. Siantar, Sumatera Utara.
ANONIMUS. 2004. Integrasi Ternak
Sapi dengan Perkebunan
Kelapa sawit. Direktorat Pengembangan
Peternakan, Direktorat Jenderal
Bina Produksi Peternakan, Departemen
Pertanian.
ANONIMUS. 2003. Pengkajian
pengembangan usaha sistem
integrasi kelapa sawit sapi. Badan Litbang
Pertanian bekerjasama dengan PT. Agricinal
Bengkulu, Expose Teknologi Inovasi Pertanian dan Lokakarya
Nasional.
ANONIMUS. 2005. Penyusunan
Strategi Peningkatan Pertumbuhan
Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan.
ANONIMUS. 2001. Buku Statistik
Perkebunan. Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan,
Departemen Pertanian. JALALUDDIN,
S. 2001. Integrated Animal Production in the Oil Palm
Plantation. University Pertanian
Malaysia, Serdang-Selongor,
SURADISASTRA, K. dan A.M. LUBIS.
2004. Pertimbangan
Integrasi Tanaman Ternak dalam
Kebijakan Pengembangan Peternakan di Kawasan Timur
Indonesia. Pros. Seminar Nasional
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20-22
Juli 2004.
LIWANG T. 2003. Palm oil mill efluent
management. Burotrop.
AAK., 1982, Pedoman Beternak
Ayam Negeri, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Hanafiah, T., 1982, Pendekatan
Wilayah dan Pembangunan Pedesaan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nasoetion, Rustiadi, 1990, Kebijakan
Pengembangan Wilayah Melalui Industrialisasi Pedesaan
Nasional, Makalah Seminar Nasional Pembangunan Desa Secara Terpadu. IPB.
Bogor.
Reksohadiprodjo, S., Karseno,
1994, Ekonomi Perkotaan, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Rahardi, F., I. S. Wibawa, R.N.
Setyowati, 1996, Agribisnis Peternakan, Penerbit Swadaya,
Jakarta.
Siagian, H., 2001, Peranan
Usaha Peternakan Dalam Pengembangan Wilayah (Studi Kasus
Pola Kemitraan PIR Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Nusantara Unggas Jaya Di
Kabupaten Deli Serdang), Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan.
Yasin S., B. Indarsih, 1988, Seluk
Beluk Peternakan. Sebuah Bunga Rampai, Penerbit Anugrah
Karya, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar