Tanpa di Beri Ransum, Sisa Kuning Telur Cukup untuk Memenuhi Kebutuhan Hidup DOC Selama 48 Jam Setelah Menetas
Di Indonesia yang beriklim
tropis, temperature lingkungan di daratan rendah, di musim kemarau dapat
mencapai temperature 33-34 ᵒC. kenaikan
temperature 21,1-32,2 ᵒC konsumsi
ransum akan berkurang hingga 20,2 %, dengan demikian suhu lingkungan sangat
mempengaruhi penampilan produksi dari ayam broiler.
Program pembatasan pakan
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak akibat
konsumsi pakan berlebihan pada sistem pemberian ad libitum. Metode pembatasan
dapat dilakukan dengan cara pemuasaan. Pemuasaan dilakukan selama beberapa jam
tertentu. Program pemuasaan pada awal pertumbuhan menunjukkan adanya indikasi
penurunan lemak karkas, selain itu juga dapat memperbaiki efisiensi penggunaan
pakan (Al-Thaleb, 2003).
Apabila makanan dapat ditekan
serendah mungkin dan seefisien mungkin tanpa berpengaruh buruk terhadap
performen, produksi dan respon fisiologis. Awal kehidupan Day Old Chick (DOC) membutuhkan panas “brooder” yang cukup tinggi,
karena mereka baru menetas dan belum mempunyai bulu. Seiring bertambahnya umur,
temperature “brooder” dikurangi. Kehilangan panas pada ayam tergantung terutama
pada besaranya unggas, suhu lingkungan dan kualitas dari bulu-bulu penutupnya. Ketika temperature ruangan
menurun, unggas dengan bulu penutup sedikit mengalami kehilangan panas yang
lebih besar. Unggas dapat mengubah kehilangan panas untuk mengontrol
temperature tubuh mereka. Ayam yang terlalu kepanasan akan mengalihkan aliran
darah ke jengger dan pial di kepala dan juga meningkatkan aliran darah ke kaki.
Peternak sering berangapan,
bahwa DOC yang baru tiba dikandang tidak boleh segera diberi pakan. Pemuasaan
ini dianggap akan memberikan kesempatan terjadinya penyerapan sisa kuning telur
semaksimal mungkin. Kuning telur ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan anak
ayam (meskipun pada hari pertama kehidupan) terutama untuk pertumbuhan.
Pemberian pakan pada anak ayam yang sedini mungkin tidak hanya meningkatkan proses
metabolism, tetapi juga mempercepat gertakan pada system immunitas dan
mempercepat pertumbuhan organ-organ system pencernaannya, yang pada akhirnya
berdampak pada respon fisik, fisiologis maupun tingkah laku.
Bangsa Unggas bersifat
homeotermis, maka temperature organ dalam misalnya otak, jantung, usus dan
lain-lain cenderung konstan. Terdapat fenomena, jumlah panas yang dihasilkan
oleh aktivitas otot dan metabolism jaringan/HP sebanding dengan jumlah panas
yang hilang/HL, maka bilamanan HP melebihi HL temperature tubuh akan naik,
sedangkan bila HL melebihi HP, suhu tubuh akan turun.
Gangguan penyerapan kuning
telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang terlihat pada pertumbuhan yang
lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan terkontaminasi oleh mikroorganisme,
menyebabkan terjadinya radang pusar DOC (omhalistis).
Sifat khusus Unggas adalah
mengkonsumsi pakan untuk memperoleh energy, sehingga konsumsi pakan tiap
harinya berhubungan erat dengan kadar energy (Tilman, et al, 1986). Kadar
energy dalam pakan menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi dan tidak semua
sumber energy potensial dapat dipergunakan oleh ayam. Konsumsi pakan
dipengaruhi pula oleh temperature lingkungan. Temperature lingkungan yang
tinggi akan menyebabkan rendahnya konsumsi pakan, sehingga ternak yang
dipelihara didaerah yang bertemperatur tinggi harus diberi pakan yang mempunyai
kadar protein dan energy yang tinggi disertai dengan meningkatnya kadar
nutrient lainnya (Wahyu, 1992).
Selanjutnya Nort dan Bell
(1990) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu
jenis kelamin, ayam jantan lebih baik dari ayam betina, umur, kesehatan ayam, kanibalisme dan temperature,
konsumsi menjadi buruk pada temperature yang ekstrim.
Sisa kuning telur akan habis dalam
waktu 5 hari setelah menetas (Barnes et al., 2003). Cepat atau lambatnya
penyerapan sisa kuning telur ini dipengaruhi oleh pemberian ransum dan air
minum saat awal kedatangan ayam ke kandang (periode chick in). Hal ini karena
gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum
dirangsang oleh kehadiran makanan di saluran pencernaan (usus). Dari data
penelitian E. Gonzales (2000) diketahui
bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh anak ayam yang sudah
mendapatkan ransum lebih awal, dibandingkan pada anak ayam yang dipuasakan
terlebih dahulu hingga 72 jam.
Meskipun sebenarnya sisa kuning
telur cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anak ayam hingga umur 3-4 hari tanpa
diberi ransum, namun tetap tidak dapat mendukung perkembangan saluran
pencernaan dan sistem kekebalan maupun pertambahan berat badannya (World
Poultry Vol 22 (4), 2006). Dampak yang terjadi apabila sisa kuning telur
terlambat diserap salah satunya memicu timbulnya penyakit omphalitis.
===
Hardianti
Komentar
Posting Komentar