Ayam
arab merupakan salah satu ayam buras
yang mempunyai produksi telur tinggi dan menjadi primadona di kalangan peternak
ayam di Indonesia. Umumnya para peternak
memanfaatkan ayam arab sebagai penghasil telur, bukan sebagai penghasil daging
karena kurang disukai oleh masyarakat, karena warna bulunya yang hitam dan
daging yang tipis dibandingkan dengan ayam buras lainnya. Kehadiran ayam arab mampu menarik perhatian
para pakar dan praktisi ayam buras, karena secara genetik ayam arab sebenarnya
bukan ternak asli Indonesia, melainkan berasal dari Negara Belgia.
Namun para peternak ayam arab sepakat untuk
mengkategorikan ayam arab sebagai ayam buras (lokal). Alasannya, warna dan bentuk telur yang
dihasilkan sama seperti lazimnya ayam kampung.
Konon julukan ayam arab ini muncul karena adanya tenaga kerja Indonesia
(TKI) asal Sukabumi, Jawa Barat yang
membawa ayam braekels sepulangnya
dari Arab Saudi. Oleh karenanya, kota
Sukabumi dinyatakan sebagai tempat awal penyebaran ayam arab di Indonesia. Versi lain ada yang menyatakan bahwa ayam
arab telah masuk ke Indonesia pertama kali tahun 1980 tepatnya di kota Batu
Malang, Jawa Timur (Pambhudi, 2003).
Sebutan arab juga semakin tepat jika dilihat padanan warna bulu putih di
bagian kepala dan leher sehingga seolah-olah tampak mengenakan kerudung
dikepalanya.
Usaha peningkatan produktivitas ayam dapat ditempuh
dengan cara memperhatikan faktor genetik, dan faktor lingkungan. Faktor bibit sangat penting karena
keberhasilan suatu usaha peternakan termasuk usaha ayam petelur ditunjang oleh
bibit yang berkualitas. Faktor bibit merupakan warisan yang diturunkan dari
tetuanya, sementara faktor lingkungan salah satunya adalah sistem perkandangan
yang digunakan, karena kandang adalah tempat lingkungan hidup bagi ayam.
Sistem perkandangan yang biasa digunakan untuk
pemeliharaan ayam berupa litter dan cage. Sistem kandang yang banyak
digunakan oleh para peternak ayam kampung di Indonesia adalah litter yang beralaskan sekam padi atau
serbuk gergaji, karena sistem ini dianggap cara yang paling mudah dan harganya
relatif murah. Namun untuk daerah yang
bertemperatur tinggi, sistem litter
kurang tepat digunakan karena kandang ini bisa menahan panas sehingga
temperatur kandang akan menjadi tinggi.
Untuk menanggulangi hal tersebut pemilihan sistem kandang cage lebih dianjurkan (Sudaryani dan
Santoso, 1995).
Dari faktor-faktor yang menpengaruhi performan produksi,
ternyata faktor ransum yang paling berpengaruh. Konsumsi ransum merupakan cermin dari
masuknya sejumlah unsur nutrien ke dalam tubuh ayam (Rasyaf, 2008). Ransum yang dikonsumsi ayam tergantung pada
kandungan energi ransum, suhu lingkungan, kesehatan ayam, genetik, bentuk fisik
ransum, imbangan nutrien, cekaman, ukuran tubuh dan kecepatan pertumbuhan
(Anonim,2014).
Oleh karena itu untuk mencapai produksi yang optimal,
kandang yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan kebutuhan
hidup. Adanya kandang sebagai tempat bernaung maka ayam akan dapat hidup dengan
nyaman yang pada akhirnya mampu berproduksi dengan baik.
*"sempat buka http://www.zalora.co.id/product-index/baju-pesta-wanita/" atau "saya melihat koleksi baju pesta wanita di Zalora ". http://www.zalora.co.id/product-index/baju-pesta-wanita/.
Komentar
Posting Komentar