Protein, karbohidrat dan lemak
berakumulasi pada jaringan-jaringan dengan laju yang sama dengan perbedaan
antara laju sintesis dan katabolismenya. Laju akumulasi vitamin dan mineral
mempunyai nilai yang penting yang menentukan kualitas dari produk-produk
ternak, akan tetapi memberikan pengaruh yang terbatas terhadap kuantitas
produk. Neraca vitamin dan mineral mempengaruhi jumlah produk secara tidak
langsung, karena metabolisme protein, karbohidrat dan lemak banyak bergantung
pada kehadirannya (Gill, J.L., 1978).
Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam
lemak volatile (asam asetat, propionat dan butirat) merupakan karbohidrat dan
protein menjadi asam-asam organic yang sederhana. Mikroba ini memeliki
kemampuan untuk fermentasi komponen pakan. Karbohidrat dalam material hijauan
difermentasi menjadi VFA dalam rumen, menjadi komponen yang larut seperti
protein. Dalam usus halus, proses pencernaan sisa-sisa mikroba yang mati
merupakan sumber dari sebagian protein yang dibutuhkan induk semang.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam
rumen membutuhkan suplai nitrogen (amonia) yang cukup yang berasal dari protein
pakan, suplementasi non protein nitrogen (npn) dalam pakan (seperti urea, feses
unggas) dan pengembalian substansi
N-organik endogen terutama melalui sekresi saliva. Level sulfur yang rendah
dalam pakan sering kali berakibat hilangnya napsu makan ternak ruminansia,
karena mikro organisme rumen tidak dapat mencerna sebagian besar karbohidrat
(terutama serat kasar) yang terkandung dalam pakannya. (Leng, 1992).
Ketika pakan kaya karbohidrat
(seperti hijauan, biji-bijian dan molases) digunakan, maka untuk kerja
fermentasi yang efesien dari mikro organisme rumen diperlukan kecukupan suplai
amonia dan sulfur dalam pakan dimanfaatkan sebagai sumber N untuk pembentukan
protein mikroba. Kebutuhan mikro organisme dalam rumen, kebutuhan asam amino
ternak ruminansia sendiri bervariasi selama pertumbuhan, tingkat produksi dan
reproduksinya. Pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi (> 28°C), produksi
panas akibat ketidak seimbangan pakan, merupakan beban panas yang harus
dikeluarkan dari tubuh (efek kalorigenik pakan) dan proses metabolisme menjadi
tidak efesien (Gill, J.L., 1978).
Ternak ruminansia membutuhkan lebih
banyak protein dari pada yang dapat disuplai oleh mikro organisme rumen.
Sehingga ekstra protein harus disuplai dalam pakannya sebagai “by pass
protein”. Suplai by pass protein ini menjadi lebih penting artinya terutama ketika
ketika kadar protein pakan rendah, seperti jerami padi.
Ternak ruminansia memerlukan
glukosa dalam seluruh phase kehidupannya dan kebutuhannya itu menunjukkan trend
yang sama dengan kebutuhan protein (Preston, 1995). Sistem pencernaan, ternak
ruminansia tidak mengabsorbsi glukosa dan harus mensintesanya dalam jaringan
tubuh (terutama hati) untuk kebutuhan yang mutlak dipenuhi. Kadar gula darah
normal pada ternak ruminansia bervariasi antara 46 – 60 mg/100 ml.
Glukosa dibutuhkan dalam jumlah
yang banyak oleh ternak ruminansia untuk
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan tubuh
dan pertumbuhan fetus, pertumbuhan jaringan (plasenta, ambing) dan produksi
susu. Ternak akan tetap mempertahankan konsumsi pakannya dan membakar kelebihan
intake energi atau mengurangi intake pakan seperti yang terjadi di musim
kemarau. Pembakaran kelebihan intake energi bermanfaat ketika ternak menghadapi
cekaman suhu rendah atau musim dingin di daerah subtropis.
Komentar
Posting Komentar