Pengkaderan di himpunan mahasiswa produksi ternak waktu itu sementara berjalan. Setiap hari Sabtu dan Minggu ada pengumpulan mahasiswa baru. Saat itu juga saya selalu memandangi lukisan di tembok. Lukisan itu tak lain adalah pemandangan indah yang menandakan bahwa ada aktivitas kemahasiswaan dibidang pencinta alam.
Keinginanku untuk gabung sebagai pencinta alam. Saya kemudian menayakan kepada salah satu seniorku tentang organisasi pencinta alam di fakultas Peternakan tersebut. Menurut penjelasan seniorku bahwa lembaga pencinta alam tersebut sudah tidak aktif. Kecewa mendengar penjelasannya.
Keinginanku untuk ikut bergabung ke dunia pencinta alam yakni ketika masih duduk di kelas IX sekolah menengah pertama. Setelah memasuki sekolah menengah atas, waktu itu ada siswa pencinta alam MORESTER di sekolahku, SMA Negeri 1 Mare. Keinginan saya untuk menjadi siswa pencinta alam, saya tidak mendapat dukungan penuh dari kakakku dan kedua orangtuaku.
***
Sepanjang perjalanan pulang ke kos bertempat di Jl. Racing Center Makassar, terpajang baliho di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Baliho yang berisikan tentang Pendidikan Dasar Korps Pencinta Alam (KORPALA) Unhas. Setiap hari saya melewati baliho itu dan memerhatikan batas akhir pendaftarannya.
Akhirnya melangkahkan kakiku menuju sekretariat Korpala Unhas yang diberi nama kepada anggotanya yaitu Mabes. Antisipasi supaya tidak tersesat, saya bertanya kepada seseorang yang latihan memanjat di lapangan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dia lalu memberi petunjuk, dan ternyata mengikuti dari belakang. Sampai di Mabes saya kemudian disodorkan formulir.
Setelah mengisi formulir lalu mengembalikannya. Mengikuti semua prosedur yang telah ditetapkan. Ada beberapa pensyaratan yang harus terpenuhi. Untuk mendapatkan nomor KC harus berhasil melalui tes misalnya pemeriksaan kesehatan, latihan fisik dan tes wawancara. Pelatihan demi pelatihan dikiatkan, yang paling utama itu adalah lari keliling Unhas, naik turun tangga. Itu dilakukan secara bertahap sesuai tingkat kesulitannya.
Setelah latihan fisik, dilanjutkan dengan pelatihan yang diselenggarakan dalam ruangan. Berupa materi survival di lapangan, botani dan soologi, cara membaca peta dan penggunaan kompas. Teori tentang pecinta alaman dan di bekali materi sebelum turun ke lapangan. Saya hanya menjalani semua prosedurnya, bagaikan mengikuti arus air.
Kegiatan alam bebas memerlukan pengetahuan dan ketempilan agar penggiatnya akan telatih dan selalu belajar. Itulah sebabnya Korpala unhas memberikan materi agar bisa menerapkan teori-teori yang diberikan. Nantinya teori ini akan diaplikasikan langsung di lapangan sehingga kemampuannya akan terasah.
***
Nomor calon anggotaku adalah KC 08, saya lupa berapa teman pendidikan dasarku waktu itu. Paling saya ingat semua ceweknya diantaranya Ratna, Elis, Nahdia, Tonji. Kesan pertama kenalan dengan ke empat cewek ini tidak bisa diuraikan dengan kata-kata.
Ratna angakatan 2006 di fakultas Kedokteran Gigi asal daerah Kalimantan, Elis keturunan bugis jawa dari fakultas Sastra Inggris angkatan 2006. Nahdia angkatan 2006 di fakultas Kehutanan Unhas, sedangkan Tonji adalah mahasiswa dari Fakultas Sosial dan Politik Unhas angkatan 2005.
Hanya lima perempuan yang berjuang untuk melanjutkan pendidikan dasar hingga ke Lembanna, selebihnya adalah laki-laki. Angkatan kami di pendidikan itu adalah Dikdas XXI. Setelah materi di dalam ruangan kami harus mempersiapkan perlengkapan untuk ke lapangan nantinya.
Pendidikan di Korpala Unhas sangat baik untuk membentuk karakter kita. Diksarnya betul-betul mendidik dan mengajarkan tentang kedisiplinan. Banyak manfaat yang diperoleh yaitu berupa mental yang tangguh, sikap berani, tabah, setia kawan dan dapat memupuk rasa cinta alam lingkungan. Kita akan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan lingkungan.
Sangat terasa ketika survival berlangsung. Survival diajarkan untuk manajemen ransum, memanfaatkan hasil alam yang layak dikonsumsi, berbagi makanan kepada rekan-rekan perjuangan. Saling mengenal diantara kami sehingga tali persaudaraan semakin erat. Ingin rasanya mengulang masa-masa itu.
***
Saya paling muda di angkatanku. Postur tubuhku yang kecil dan lebih besar ransel yang saya pakai bebannya pun lumayan berat. Paling muda diantara teman cewekku, saya mulai mengikuti Dikdas ketika masih mahasiswa baru. Akan tetapi umur dan angkatan bukan menjadi persoalan, tidak ada istilah junior dan senior diantara peserta Dikdas tersebut.
Dikdas XXI Korpala Unhas ketua panitianya adalah Hasir Adam dari fakultas Peternakan Unhas yang juga pernah menjabat sebagai ketua setelah Andi Mulataue. PO waktu itu adalah Ismed Wahyudi dari fakultas MIPA jurusan Fisika, sedangkan pendamping saya adalah kak Cendol dari Fakultas Kelautan dan kak Kadir dari Fakultas Sastra.
Kedua pendamping saya selalu memanggil namaku dengan Puteri Salju, hingga akhirnya senior yang lain mengenalku dengan nama demikian. Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa mereka memberikan nama itu. Hanya sebuah nama yang memberikan kenangan yang luar biasa.
Perjalanan kami dimulai dari desa Bengo-bengo di Maros hingga menelusuri gunung, sungai, lembah. Ketika waktu makan siang, kami memasak dengan menyesuaikan ransum yang ada. Melihat disekitar kita dan mengambil ketika layak untuk dimakan. Penuh perjuangan mendaki gunung, akan tetapi ketika sampai di puncak perasaan lelah akan terobati dengan menikmati pemandangan di sekitarnya.
Hari terakhir survival, kami melakukan perjalanan malam ke gunung Bawakaraeng mendaki sampai kepuncak. Saya lupa kapan kami diberikan sumpah dan dilantik sebagai calon anggota Korpala. Lembanna beserta penghuninya adalah saksi proses pelantikan kami.
Kami kembali dengan wajah yang berseri-seri karena telah berhasil melewati pendidikan tersebut. Perjuangan untuk menjadi anggota Korpala Unhas tidak berhenti sampai disini. banyak prosedur yang harus dilalui dan dicapai. Menjadi anggota sama susahnya melewati medan yang ekstrim dilapangan. Dengan demikian, saya hanya bisa sampai pada calon anggota saja. Tidak sanggup menjadi anggota Korpala.
Keinginanku untuk gabung sebagai pencinta alam. Saya kemudian menayakan kepada salah satu seniorku tentang organisasi pencinta alam di fakultas Peternakan tersebut. Menurut penjelasan seniorku bahwa lembaga pencinta alam tersebut sudah tidak aktif. Kecewa mendengar penjelasannya.
Keinginanku untuk ikut bergabung ke dunia pencinta alam yakni ketika masih duduk di kelas IX sekolah menengah pertama. Setelah memasuki sekolah menengah atas, waktu itu ada siswa pencinta alam MORESTER di sekolahku, SMA Negeri 1 Mare. Keinginan saya untuk menjadi siswa pencinta alam, saya tidak mendapat dukungan penuh dari kakakku dan kedua orangtuaku.
***
Sepanjang perjalanan pulang ke kos bertempat di Jl. Racing Center Makassar, terpajang baliho di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Baliho yang berisikan tentang Pendidikan Dasar Korps Pencinta Alam (KORPALA) Unhas. Setiap hari saya melewati baliho itu dan memerhatikan batas akhir pendaftarannya.
Akhirnya melangkahkan kakiku menuju sekretariat Korpala Unhas yang diberi nama kepada anggotanya yaitu Mabes. Antisipasi supaya tidak tersesat, saya bertanya kepada seseorang yang latihan memanjat di lapangan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dia lalu memberi petunjuk, dan ternyata mengikuti dari belakang. Sampai di Mabes saya kemudian disodorkan formulir.
Setelah mengisi formulir lalu mengembalikannya. Mengikuti semua prosedur yang telah ditetapkan. Ada beberapa pensyaratan yang harus terpenuhi. Untuk mendapatkan nomor KC harus berhasil melalui tes misalnya pemeriksaan kesehatan, latihan fisik dan tes wawancara. Pelatihan demi pelatihan dikiatkan, yang paling utama itu adalah lari keliling Unhas, naik turun tangga. Itu dilakukan secara bertahap sesuai tingkat kesulitannya.
Setelah latihan fisik, dilanjutkan dengan pelatihan yang diselenggarakan dalam ruangan. Berupa materi survival di lapangan, botani dan soologi, cara membaca peta dan penggunaan kompas. Teori tentang pecinta alaman dan di bekali materi sebelum turun ke lapangan. Saya hanya menjalani semua prosedurnya, bagaikan mengikuti arus air.
Kegiatan alam bebas memerlukan pengetahuan dan ketempilan agar penggiatnya akan telatih dan selalu belajar. Itulah sebabnya Korpala unhas memberikan materi agar bisa menerapkan teori-teori yang diberikan. Nantinya teori ini akan diaplikasikan langsung di lapangan sehingga kemampuannya akan terasah.
***
Nomor calon anggotaku adalah KC 08, saya lupa berapa teman pendidikan dasarku waktu itu. Paling saya ingat semua ceweknya diantaranya Ratna, Elis, Nahdia, Tonji. Kesan pertama kenalan dengan ke empat cewek ini tidak bisa diuraikan dengan kata-kata.
Ratna angakatan 2006 di fakultas Kedokteran Gigi asal daerah Kalimantan, Elis keturunan bugis jawa dari fakultas Sastra Inggris angkatan 2006. Nahdia angkatan 2006 di fakultas Kehutanan Unhas, sedangkan Tonji adalah mahasiswa dari Fakultas Sosial dan Politik Unhas angkatan 2005.
Hanya lima perempuan yang berjuang untuk melanjutkan pendidikan dasar hingga ke Lembanna, selebihnya adalah laki-laki. Angkatan kami di pendidikan itu adalah Dikdas XXI. Setelah materi di dalam ruangan kami harus mempersiapkan perlengkapan untuk ke lapangan nantinya.
Pendidikan di Korpala Unhas sangat baik untuk membentuk karakter kita. Diksarnya betul-betul mendidik dan mengajarkan tentang kedisiplinan. Banyak manfaat yang diperoleh yaitu berupa mental yang tangguh, sikap berani, tabah, setia kawan dan dapat memupuk rasa cinta alam lingkungan. Kita akan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan lingkungan.
Sangat terasa ketika survival berlangsung. Survival diajarkan untuk manajemen ransum, memanfaatkan hasil alam yang layak dikonsumsi, berbagi makanan kepada rekan-rekan perjuangan. Saling mengenal diantara kami sehingga tali persaudaraan semakin erat. Ingin rasanya mengulang masa-masa itu.
***
Saya paling muda di angkatanku. Postur tubuhku yang kecil dan lebih besar ransel yang saya pakai bebannya pun lumayan berat. Paling muda diantara teman cewekku, saya mulai mengikuti Dikdas ketika masih mahasiswa baru. Akan tetapi umur dan angkatan bukan menjadi persoalan, tidak ada istilah junior dan senior diantara peserta Dikdas tersebut.
Dikdas XXI Korpala Unhas ketua panitianya adalah Hasir Adam dari fakultas Peternakan Unhas yang juga pernah menjabat sebagai ketua setelah Andi Mulataue. PO waktu itu adalah Ismed Wahyudi dari fakultas MIPA jurusan Fisika, sedangkan pendamping saya adalah kak Cendol dari Fakultas Kelautan dan kak Kadir dari Fakultas Sastra.
Kedua pendamping saya selalu memanggil namaku dengan Puteri Salju, hingga akhirnya senior yang lain mengenalku dengan nama demikian. Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa mereka memberikan nama itu. Hanya sebuah nama yang memberikan kenangan yang luar biasa.
Perjalanan kami dimulai dari desa Bengo-bengo di Maros hingga menelusuri gunung, sungai, lembah. Ketika waktu makan siang, kami memasak dengan menyesuaikan ransum yang ada. Melihat disekitar kita dan mengambil ketika layak untuk dimakan. Penuh perjuangan mendaki gunung, akan tetapi ketika sampai di puncak perasaan lelah akan terobati dengan menikmati pemandangan di sekitarnya.
Hari terakhir survival, kami melakukan perjalanan malam ke gunung Bawakaraeng mendaki sampai kepuncak. Saya lupa kapan kami diberikan sumpah dan dilantik sebagai calon anggota Korpala. Lembanna beserta penghuninya adalah saksi proses pelantikan kami.
Kami kembali dengan wajah yang berseri-seri karena telah berhasil melewati pendidikan tersebut. Perjuangan untuk menjadi anggota Korpala Unhas tidak berhenti sampai disini. banyak prosedur yang harus dilalui dan dicapai. Menjadi anggota sama susahnya melewati medan yang ekstrim dilapangan. Dengan demikian, saya hanya bisa sampai pada calon anggota saja. Tidak sanggup menjadi anggota Korpala.
Putri salju, ketua panitia waktu itu Ibnu dan sekretaris itu Acil. satu lagi pendampingmu yakni kak Uni
BalasHapus