Saya tidak mengerti, kenapa dia memilih pindah jurusan dari
Peternakan ke Sosial Politik dari Universitas yang berbeda. Itu adalah pilihannya.
Dahulu kala, aku dan dia adalah Mahasiswa
di Universitas Hasanuddin Fakultas Peternakan. Sebut saja Tahir yang
berperawakan tinggi, hitam manis dan cerdas. Kami dan teman yang lain mengambil
jurusan Produksi ternak dan waktu itu saya dan Tahir beda program studi. waktu masih
zamanku masih ada program studi Tekhnologi Hasil Ternak dan Prodi Produksi
Ternak, Sosial ekonomi peternakan, serta Nutrisi dan makanan ternak. Sebelum
program studi tersebut dileburkan jadi satu yaitu Jurusan Peternakan pada tahun
2012.
Awal memasuki tahun
ajaran baru disaat saya lulus di Unhas dan sudah memiliki nomor stambuk di
Universitas tersebut, begitu bangga bisa menjadi anak Unhas, walau nantinya
hanya menjadi pengembala sapi. Entah bagaimana dengan teman angkatanku di fakultas baru dan dunia baru mereka. Kami sambut dunia baru itu dengan penuh
suka cita. Kami mendapat teman baru, suasana baru, dan proses mengajar dengan
metode yang baru pula. Sangat berbeda di saat sekolah dulu. Entah di Sekolah
Dasar, tingkat sekolah menengah pertama dan bahkan tingkat SMA.
Hari pertama kuliah saya belum banyak mengenal teman-temanku,
hanya kenal muka tanpa mengenal nama. Bertatapan antara satu sama lain dengan memberikan
senyuman manis, disertai sapaan yang apa adanya dan mulai berbasa basi ketika sedang duduk berdua atau bersama.
Begitulah kisah mahasiswa baru kebanyakan, cara mereka mendapatkan teman.
Angkatan 2007 jurusan Produksi Ternak, setiap sore harus dikumpul di Himpunan oleh senior kakak kami dan syaratnya harus berpakaian warna merah.
Banyak hal yang diperintahkan oleh senior-seniorku. Istilahnya pengkaderan
dengan metode pengumpulan ditingkat SEMA FAPET ataupun Himpunan.
Pengkaderan saat itu
berlanjut untuk angkatanku tapi tidak untuk saya. Saya lebih memilih aktif di lembaga
tingkat Universitas dibanding jurusan atau SENAT, bukan berarti saya melupakan teman angkatanku atau harus
melupakan lembaga kemahasiswaan di Fakultas dan Jurusan. Untuk mengganti rasa
bersalahku karena pengkaderanku bersama teman angkatanku tidak tuntas, saya
kemudian melunasinya dengan ikut pengkaderan bersama angkatan 2008.
Seiring berjalannya waktu, Saya mulai mengenal mereka lebih
dekat. Kami kuliah sama-sama, dan mengerjakan tugaspun bersama. Mutahir Nuh atau
teman yang lain memilih pindah di Jurusan lain bukan karena tidak suka dengan dunia
peternakan. Teringat saat pelatihan menulis untuk komunitas perempuan yang
dilaksanakan oleh AJI Makassar (16/11/2013) lalu, saat itu yang membawakan materi
adalah Uslimin wakil pimpinan redaksi Harian FAJAR, sepintas saya mendengar
karena sibuk dengan urusan kepanitiaan. Dia berkata,” Jangan heran ketika rata-rata
jurusan Peternakan tertarik dengan Sastra.”
Saya kurang paham dengan hal itu, memang sih yang saya
rasakan saat akhir-akhir semester saya lebih tertarik dengan Sastra, sangat
suka menonton pertunjukan teater, bahkan sangat tertarik ketika ada diskusi
sastra. Apakah saya terlalu banyak bergaul dengan anak sosial. Bukan menyesal
memilih jurusan itu, tapi terlambat dalam menemukan bakat dan minat. Saya
senang belajar peternakan dan hal lain.
Rumput adalah nama angkatanku di
Jurusan Produksi ternak tahun 2007, jadi kami bersatu memberi nama
angkatan kami Rumput07 Fapet Unhas. Nama itulah yang membuat kita solid. Kamipun
sangat kompak dengan segala sesuatu.
Sering saya mengabaikan kuliah, mereka mengingatkan dan banyak membantu.
Beribu ucapan terima kasih untuk kalian semua. Ketika berhasil mendapar gelar
Sarjana saya masih bingung mau daftar kerja dimana. Kemudian menerlantarkan ijazah dan hanya
memandangi foto wisudaku yang terpajang di ruangan tamu rumahku. Ada kebanggaan
tersendiri terhadap mereka yang berhasil menangkap dengan mata telanjang.
Seperti halnya dengan Mutahir Nuh anak dari pendiri pesantren
tertemuka di Bantaeng. Memilih jadi
pengusaha Peternakan dikampungnya. Usaha yang dia geluti sekarang adalah
beternak ayam broiler atau pedaging. Aneh ketika dia memilih pindah kuliah dan
mengambil jurusan Administrasi Negara Fakultas Sosial Politik di UVRI. Tahun
2011 dia meraih gelar sarjananya. Awal pertemananku di dunia maya, saya rutin mengikuti
statusnya. Dia terus mengupdate aktivitas kesehariannya dengan usaha yang
digelutinya sekarang.
Pengusaha yang sukses, malu ketika saya harus bertanya tentang
ayam broiler kepada saudara Tahir. Yang lebih banyak tahu tentang itu daripada
saya yang nyata-nyata sudah menyelesaikan gelar sarjanaku, hasil akhirku
tentang pemeliharaan ayam broiler pula. Tapi sangat miskin pengetahuan dengan hal
peternakan.
Hidup harus memilih, entah pilihan itu akan berdampak baik
atau buruk. Mutahir Nuh tidak begitu mudah melupakan ilmu yang didapatkan di
bangku kuliah, disaat dia belajar tentang dunia peternakan di Unhas. Walau
hanya beberapa semester.
Dia dengan berani membangun sebuah usaha kemitraan
dikampungnya, yamg nyata-nyata membutuhkan modal besar dan pastinya ilmu yang
didapat di bangku perkuliahan yang diselingi dengan praktek dan banyak membaca.
Pelaut yang sebenarnya, pelaut yang tangguh menghadapi badai
bukan yang hanya dipinggir pantai. Begitulah pesan KM,M.Nuh Khaeruddin kepada anaknya. Pesan
seorang ayah begitu berarti dan yang dipegang kuat oleh Tahir.
Tahir berkata bahwa meletakkan ijazah, keberanian dan
konsistensi yang buat kita dihargai mahal. Ijazah masih tersusun rapi di lemari
kampus, tidak lebih hanya legitimasi untuk sedikit lebih berderajat. “Menghadapi
apapun resikonya dan terbiasa dengan
masalah besar itu penting.” Katanya.
Menurutnya ayahnya adalah pahlawan abadi, petarung sejati.
Banyak hal yang dia lalui, beberapa kali gagal dalam usaha-usaha, tapi tidak
pernah hilang semangat juangnya. Mengajarkan untuk membuka diri sama semua orang,
tetap santun, apalagi sama Tuhan. Dan menyarankan untuk menutup telinga dari
siapapun yang menganngap kita lemah dan membuktikan kalau sebenarnya ada
kemudahan setelah kesulitan.
KM,M.Nuh Khaeruddin adalah pendiri pesantren Al-Furqan yang
bertempat di Jeneponto, Palopo, dan di Bantaeng, ada juga Al Furqan pusat
khusus putri di Bantaeng, Riyadushalihin khusus putra, itu di bantaeng juga.
Ayah yang beristrikan Hj. Nurhialaliah, S.Ag ini, memang
patut di contoh oleh anak-anaknya. Yang sudah banyak bakan garam di dunia usaha
dari berbagai lini sudah dicoba. Baik dari usaha dibidang pertanian,
peternakan, bisnis property, sampai masuk di wilayah pemerintahan sebagai
anggota DPRD.
Sungguh luar biasa, anaknya diberikan peluang untuk membuka usaha
masing-masing sesuai bakatnya. Bahkan ada yang dibuatkan yayasan sendiri untuk kelola proyek internasional, yang bakat guru jadi guru. Masing-masing bebas
berkreasi sesuai dengan bakat dan minat anak-anaknya termasuk Mutahir Nuh.
Patut diteladani dan di acungi jempol.
Hardianti
Ditulis di Sekretariat AJI
Makassar
Kamis 28 November 2013
siipp
BalasHapus