Tawuran
di Makassar kalangan intelek (Mahasiswa, Red) sudah tidak asing lagi terdengar di telingaku. Ketika
masih duduk dibangku sekolah, banyak pemberitaan di media televisi yang menayangkan hal
tersebut. Bahkan saya menyaksikan sendiri ketika masih mahasiswa. Pertama kali
saya menyaksikan dengan mata telanjang pada saat semester satu di kampus
Universitas Hasanuddin (Unhas).
Masih
teringat ketika saya mau berkunjung di perpustakaan Pusat Unhas, tepatnya pertengahan
tahun 2007. Pada waktu itu saya tidak menyadari ternyata akan ada bentrok.
Tetapi saya dengan teman-teman dengan santainya melewati para kerumunan
tersebut. Al hasil sesampainya di dalam perpustakaan pusat, para intelek
tersebut saling melempar batu dari kubu satu dengan kubu yang lainnya.
Dengan
senang hati kami menghentikan aktifitas belajar di perpustakaan tersebut,
kemudian melanjutkan untuk menonton aksi mereka. Pikirku, ini hanya seru-seruan
mahasiswa saja. Banyak hal yang memicu tawuran tersebut, dan menurutku itu
sangat tidak masuk akal untuk timbulnya suatu cekcok antara dua kubu tersebut.
Dari
pertama jadi mahasiswa sampai sekarang, ternyata tawuran ini sudah menjadi
rutinitas tiap tahun bagi mahasiswa Unhas. Apakah yang menjadi penyebabnya? Bentrok
antara fakultas bahkan bentrok antara jurusan juga. Misalnya Tawuran antara Fakultas
teknik Unhas VS Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (Sospol) Unhas, Tawuran antara Agrokompleks
(Fakultas peternakan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Fakultas Kehutanan)
VS fakultas Teknik Unhas. Tawuran sering juga terjadi antara Jurusan Perikanan
VS jurusan Kelautan. Yang menjadi musuh adalah Fakultas teknik Unhas.
Banyak
isu yang beredar awal dari perkelahian, mereka tidak memikirkan apakah itu
benar atau tidak? misalkan saja ada segerombolan cewek Mahasiswa Baru (Maba) dari Fakultas Teknik
Unhas yang berniat untuk menjual sesuatu di salah seorang anak Fakultas
Peternakan Unhas. Merekapun berdialog ala pembeli dengan penjual. Akan tetapi
dari dialog tersebut, pembeli tersebut ada yang menanyakan kepada penjualnya
“berapa hargamu?” Pertanyaan itu akhirnya memicu kontroversi antara senior
mereka. Inilah salah satu contoh pemicunya.
Tepatnya
tanggal 15-16 November 2011, Tawuran terjadi antara dua kubu Fakultas teknik
melawan Fakultas sospol dengan agro-kompleks. Para mahasiswa ini tidak mengenal
waktu tawuran, malam dan siang sama saja. Semua area dikuasai hanya untuk
melakukan ritual melempar batu, merusak fasilitas kampus, mengumpulkan motor
kemudian membakarnya, membakar laboratorium, bahkan membakar sekretariat
pecinta alam Fakultas Kehutanan (Silva Unhas) dan banyak lagi hal yang bisa
dilakukan.
Hari
kedua di sekitar Agro-Komplek antara
gedung Fakultas Teknik dan Gedung Fakultas peternakan dan Pertanian, Wakil
Rektor III Nasaruddin Salam MT terkena lemparan batu di keningnya sampai dia
dilarikan ke rumah sakit wahidin. Berjam-jam saya mulai lelah dengan menonton
pertunjukan tersebut, dan mulai berinisiatif meninggalkan Unhas untuk keluar
dari sona nyaman. Berusaha untuk lolos dan mulai menelusuri jalanan, tidak ada
tempat untuk keluar dari area itu, manusia dan hujan batu dimana-mana. Sampai di
perpustakaan pusat terjadi aksi brutal, mereka saling menyakiti, apakah mereka
mengetahui yang mana lawan dan mana kawan. Entahlah?
Hanya ada satu tempat yang aman yaitu fakultas
kedokteran, banyak teman-teman yang luka dan mereka melakuakan pengobatan di
Fakultas kedokteran ini, tanpa membedakana jenis Fakultasnya. Dan sayapun duduk istirahat disitu sambil menunggu
situasi agak membaik. Saya duduk sejenak sambil mengingat-ingat tragedy yang
terjadi didepan mata. Di tengah khayalanku, Saya mulai sadar ternyata diriku hampir
kena lemparan mereka juga, karena histeris melihat salah satu dari mereka di tendang,
diinjak, dipukuli batu oleh amukan massa.
Terdengar
kabar banyak wartawan yang dirampas kameranya dan ada indikasi para amukan massa tersebut
tidak senang kalau ada wartawan yang meliput aksi tersebut, tapi para jurnalis bisa melindungi dirinya dan barang bawaannya,
meskipun terlanjur dapat pukulan. Apapun
yang terjadi harus ada berita yang didapatkan, pantang buat wartawan pulang
tanpa berita.
Pihak kepolisian baru berdatangan ketika para
intelek sudah mulai lelah, dan alhasil kedatangan mereka bisa meredakan tawuran
tersebut dengan menembakkan satu dua kali pistolnya dengan mengarahkan ke
langit. “Aneh memang ini para aparat Negara, baru datang ketika aksi lama
berlansung”, Pikirku.
Malam
hari, polisi berjaga-jaga dan melakukan rasia. Semua tempat dirasia polisi baik
itu himpunan, unit kegiatan mahasiswa, bahkan saya sempat melihat polisi dengan
mahasiswa berkejar-kejaran sekitar pepohonan area teknik pas dipinggir jalan
jalur pete-pete tepatnya dekat workshop (tempat anak-anak makan kalau lagi
lapar).
Paginya
terdengar kabar, banyak mahasiswa yang tetangkap basah karena kedapatan
memegang badik atau parang (malam hari, Red). Salah satu korbannya adalah
temanku, kebetulan satu angkatanku tapi beda jurusan di Fakultas peternakan. Sanksi
terberatnya adalah Droup Out dari Unhas. Dia tidak bisa tertolong lagi dan
akhirnya harus pindah kuliah di kampus lain.
Karena Rektor Unhas harus juga mengambil
keputusan yang tegas, meskipun Dekan dari Fapet dan pihak lembaga melakukan
berbagai cara agar anak ini jangan sampai di DO. Nasib berkata lain, dan mengucapkan selamat
tinggal untuk Unhas.
Ada
yang mengatakan, pemicu dari tawuran ini adalah Fakultas teknik, sehingga
fakultas ini berhasil dipindahkan ke Gowa. Tapi tetap saja ada tawuran di hari
Rabu (2/10/2013). Entah apa yang menjadi pemicunya dan saya tidak berada di
tempat kejadian perkara, jadi tidak bisa menjelaskan kronologi kejadiannya. Entah
tahun berikutnya, akankah terulang lagi tawuran seperti ini? Semoga tahun 2014
Unhas aman dari pemberitaan tawuran para intelek.
(Hardianti)
Komentar
Posting Komentar