Baru-baru ini tersebar
di media,bahwa ada Pekerja Rumah Tangga (PRT) mencuri uang majikannya, kejadian
ini saya dengar pemberitaan di media televise. Bahkan media online dan cetak
memuat hal tersebut.
Kabarnya seorang PRT
membawa lari uang sebesar 2,8 miliar di
rumah majikannya. Pencurian ini terjadi pada Selasa (17/9) sore di rumah
majikannya di Kompleks Wisma Raya Blok Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ancaman 7 tahun pencara dengan dijerat pasal
363 ayat 1 KUHP yang mengatur pencurian dengan pemberatan.
Menurut
pengakuannya yang saya saksikan di media TV, PRT tersebut ingin membayarkan
utang keluarganya di kampung. Lagi-lagi tuntutan untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga. Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk medapatkan uang, demi keluar
dari sona kemiskinan.
Wajar-wajar
saja mereka berbuat dan senekat itu, gaji cuman
Rp 300.000/bulan. Tidak perlu lagi dipertanyakan kenapa kebanyakan PRT
di Indonesia seperti itu? Toh gajinya tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Keluarga di kampung juga banyak yang mau dibiayai
contohnya biaya sekolah anaknya dan membayar utang keluarga.
Sungguh
miris mendengar kisah para PRT di Indonesia belum lagi kasus para Tenaga Kerja
Wanita di luar negeri sana. Dimana sesungguhnya peran pemerintah? Kalau mau dipikir, pekerjaan seberat itu perlu
ada perlindungan tentang PRT dan perundang-undangan yang khusus mengaturnya,
baik dalam upah atau gaji dan sebagainya yang bisa mendukung kesejahteraan PRT
tersebut.
Dari
pelatihan jurnalis tentang isu PRT yang pernah saya ikuti yaitu, kegiatan yang
diselenggrakan oleh International labour Organization (ILO) Jakarta kerjasama dengan AJI Makassar. Isu
PRT memang tidak seksi dikalangan semua orang bahkan dikalangan para
jurnalis. Kasihan juga ini para PRT di
Indonesia, di media hanya memberitakan sisi jeleknya saja dan kronologi
kejadian saja tanpa seperti contoh kasus diatas. Dan setelahnya itu berlalu
begitu saja.
Seharusnya
dengan adanya pemberitaan seperti itu, pemerintah sepantasnya mulai memikirkan
atau mengesahkan undang-undang tentang PRT. Selain ILO ada juga instansi lain
yang memperjuangkan akan nasib PRT ini yaitu, JALA PRT/LBH Apik, KSPI, dan
Lembaga perlindungan Anak (LPA).
(Hardianti)
International
Labour Organization (ILO)
Upaya yang dilakukan
oleh International Labour Organization yaitu dengan konvensi ILO No. 189 &
Rekomendasi No.21 tentang kerja layak bagi pekerja rumah tangga. Ketentuan ILO, harus ada pengakuan
nilai sosial dan ekonomi pekerja rumah tangga (PRT), Memperluas
Agenda Kerja Layak kepada pekerja rumah tangga (PRT), Mencegah
diskriminasi dan pelanggaran-pelanggaran
HAM lainnya , Mempromosikan kesetaraan gender di dunia kerja, Memberikan
standar-standar minimum global sebagai panduan bagi aksi nasional .
Selanjutnya instrument baru
ILO Sesi ke-100 tentang,
Konferensi Perburuhan Internasional (Juni 2011) mencakup: Konvensi Pekerja Rumah
Tangga, 2011 (No. 189), Rekomendasi Pekerja Rumah Tangga, 2011 (No. 201).
Instrumen internasional pertama mengenai pekerja rumah
tangga . dan kukungan
tripartite yang kuat untuk promosi kerja layak bagi pekerja rumah tangga (PRT) .
Konvensi 189: langkah dan pendekatan kunci : Perlindungan hak-hak PRT, meningkatkan dan mewujudkan prinsip dan hak-hak fundamental di
tempat kerja yaitu Perlindungan dari semua bentuk pelanggaran, pelecehan dan kekerasan, Memperbaiki
ikatan kontrak, Ketentuan-ketentuan
kerja yang adil dan kondisi
kerja yang layak bagi PRT, di
atas
dasar yang setara dengan pekerja
lainnya (waktu kerja, upah, kesehatan dan keselamatan kerja—K3, jaminan
sosial), Strategi-strategi
dan langkah-langkah kepatuhan, Organisasi kolektif dan dialog sosial .
K189 – Ketentuan Khusus untuk Melindungi Kelompok Pekerjaan Tertentu,
dengan ketentuan-ketentuan khusus guna memastikan perlindungan: Pekerja di bawah 18 tahun
dan di atas umur minimum untuk bekerja, PRT yang hidup di rumah pemberi kerja (Live-in),
PRT migrant,Pekerja yang direkrut atau ditempatkan oleh agen tenagakerja swasta.
K189 R201 – Ketentuan-Ketentuan Substantif yaitu Reafirmasi hak dengan
mengacu pada kebebasan berserikat & non-diskriminasi, kerja paksa &
pekerja anak, Perlindungan dari pelecehan, eksploitasi dan kekerasan, Ketentuan
kerja yang adil & kondisi kerja yang layak, Informasi mengenai ketentuan
& kondisi-kondisi, kontrak tertulis, Waktu bekerja & pengupahan, Agen
tenaga kerja/penyalur, Jaminan social, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
K189 R201 : KONTRAK KERJA yaitu Kontrak
kerja tertulis atau pernyataan kesepakatan khusus, Model kontrak kerja (seringkali
disesuaikan dengan peraturan/perundangan), Pencatatan hubungan kerja dengan
otoritas yang kompeten (“harus tertulis dan memuat semua hal/kondisi yang
dipersyaratkan dalam kontrak kerja secara umum. Pemberi kerja harus mencatatkan
kontrak kerja kepada pihak administratif setempat dan diteruskan kepada pihak
pengawasan kerja setempat”), Pemberi kerja harus memastikan bahwa
ketentuan-ketentuan dalam kontrak kerja dijelaskan dan dipahami oleh PRT, Nama dan alamat pemberi kerja, pekerja dan
tempat kerja, Tanggal mulai dan durasi, Jenis pekerjaan , upah, penghitungan dan periode pembayaran, Jam
kerja normal, Cuti tahunan, waktu
istirahat mingguan dan harian, Penyediaan makanan dan tempat tinggal, Masa
percobaan, bila ada,Pengaturan pemulangan (repatriation), Ketentuan dan
kondisi penghentian hubungan kerja dan periode peringatan
UU Tenaga Kerja perlu menjamin formalisasi
hubungan kerja antara PRT dan pemberi kerja melalui Kontrak tertulis yang
memuat ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi kerja, bilamana keharusan
kontrak tertulis belum ada, maka UU Tenaga Kerja harus menjelaskan hak-hak yang
akan didapatkan PRT berikut kewajiban-kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam
hubungan kerja
K189 R201 : WAKTU KERJA Sesuai dengan standar
ILO, regulasi harus mengatur: Jam kerja normal (hari atau jam kerja maksimal dimana PRT bekerja,
selebihnya standar lembur (overtime) diperlakukan, Jam lembur yang
diperbolehkan (dan pengupahannya), Periode istirahat harian dan libur mingguan (libur mingguan minimal 24 jam penuh/bukan
akumulasi jam),Kerja malam (butuh persetujuan pekerja, batasan-batasan kerja juga perlu
diatur), Periode stand-by atau on-call (apa yang dihitung sebagai
stand-by, urgensi dari pekerjaan, persetujuan tertulis, pengupahan), Cuti
tahunan, hari libur nasional, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti karena ada tanggung
jawab keluarga (pembayaran social insurance, non-diskriminasi).
K189 R201 : KONDISI KERJA PRT yang tinggal di
dalam, standar tempat tinggal perlu diatur untuk mempromosikan kerja layak dan
mencegah kerja paksa: Kondisi lingkungan tinggal (bersih dan higenis, aman dan
ada privasi), Privasi
pekerja,Makanan (kuantitas dan kualitas) (“termasuk sarapan, makan siang dan
makan malam minimal sesuai dengan kebiasaan keluarga tempat bekerja”, atau
membayarkan tunjangan makanan yang memadai), Akses terhadap alat komunikasi , Kebebasan meninggalkan tempat tinggal di luar jam kerja , Hak menyimpan kartu identitas dan perjalanan
bagi PRT.
K189 R201 : PENGUPAHAN Upah minimum (tercakup dalam upah minimum
nasional yang berlaku umum atau upah sektoral atau jenis pekerjaan tertentu), Tingkat upah harus didasarkan pada jumlah jam
kerja, Tidak ada diskriminasi gender – upah yang sama bagi laki-laki dan
perempuan Standar perlindungan upah:
- Upah
dibayarkan secara pantas kepada PRT (dinyatakan secara tertulis, interval
pembayaran, metode dan tempat pembayaran, dan pemotongan-pemotongan yang
disetujui oleh kedua belah pihak)
- Tunjangan
natura yang diperbolehkan dan dilarang (hanya untuk kompensasi di atas
upah munimum, makanan dan tempat tinggal adl. hak yang didapatkan selain
gaji)
- Pelarangan
pemotongan tertentu (peralatan kerja, makanan, tempat tinggal,
alasan-alasan disiplin, biaya untuk agen penyalur)
PRT: Perlindungan Hukum, Apa gunanya perlindungan hukum?, PRT melakukan
di ranah private yang rentan (tidak ada kontrol sosial), Posisi pekerja dalam
menegosiasikan nilai yang adil atas pekerjaannya sangat rendah, Pekerjaan PRT
biasanya tidak diakui sebagai “pekerjaan” (tetapi sebagai layanan kerumahtanggaan,
kontribusi keluarga…dst, Sebagian besar
dilakukan oleh perempuan, dimana secara umum mengalami “undervaluasi” dalam
menjalankan pekerjaan, Seringkali dilakukan oleh pekerja migrant.
K189 : PERKEMBANGAN RATIFIKASI DAN IMPLEMENTASI
- Sampai
20 Juni 2013 Konvensi 189 sudah diratifikasi oleh 8 (delapan) Negara: Bolivia,
Italia, Mauritius, Nicaragua, Paraguay, Filipina, Uruguay, dan Afrika
Selatan
- Upaya
ratifikasi sedang berjalan di Negara-Negara seperti Belgia, Brazil, Costa Rica, Jerman,
Irlandia, Portugal, Prancis, dst.
- Undang-undang/kebijakan mengenai PRT
diadopsi sejak 2011 oleh banyak negara dan kawasan mis.: Zambia, Filipina,
Spanyol, Singapura, Vietnam, Thailand, Bahrain, Chili, Brazil.
- Proses RUU Perlindungan PRT sedang
dibahas parlemen. Ratifikasi K189 perlu terus didorong.
Sumber :
Pelatihan
jurnalis isu PRT/PRTA di Indonesia olejh ILO Jakarta kerjasama dengan AJI Makassar.
Komentar
Posting Komentar