Kampung
London adalah istilah yang saya berikan kepada tempat kursus pertamaku,
kebetulan waktu saya menjadi peserta bertempat di Sudiang dekat gedung
olahraga. Berawal dari kisahku yang baru-baru mendapat gelar sarjana di Unhas,
saya berinisiatif kursus bahasa inggris untuk memperdalam bahasa inggrisku.
Berkat
rekomendasi dari saudara perempuanku, akhirnya saya mendapatkan tempat kursus
yang lumayan menarik dan murah. London Village Meeting Club Makassar, begitulah
nama yang diberikan oleh pemiliknya.
Kesan
pertama di tempat kursus sangat bagus, pesertanya berdatangan dari berbagai kalangan.
Ada dari anak sekolah tingkat dasar,
sekolah menengah pertama dan tingkat atas. Tingkat Universitas Swasta dan Unuversitas Negeripun
ikut berpartisipasi didalamnya.
Rata-rata instruktur di London Village course adalah mahasiswa dari Universitas
Muslim Indonesia dan alumni dari UMI, ada juga dari UNISMUH sedangkan
pemiliknya adalah dosen sastra inggris di UMI juga pernah menjabat sebagai
Dekan di fakutas tersebut.
Selama
2 minggu berada ditempat tersebut, sungguh tidak membosankan. Bagaimana tidak,
banyak teman baru dan hal baru yang didapatkan. Belajar speaking English sudah
pasti. Metode pembelajaran yang diterapkan sangat mendukung dan mempermudah
dalam proses pemahaman kita, termasuk bagi para pemula seperti saya.
Kesan
pertama ketika pembukaan berlansung, dilanjutkan dengan pembagian kelompok
diskusi. Awalnya saya bertanya-tanya dalam benakku, kok lansung dibuat
kelompok? Aneh.. tapi ya dijalani saja, ikuti intruksi yang ada. Setelah
kelompok sudah pada kumpul,kami diberikan daftar pertanyaan versi London Village course. Satu demi satu mulai memperkenalkan diri. Perkenalan diri
akhirnya berujung pada perbincangan-perbincangan yang berlansung antara peserta dengan instruktur
hingga pukul 12 malam.
Esok
harinya aktifitas dimulai, semua harus masuk tepat jam 7 pagi, hari pertama
semua peraturan disebutkan. Setelah satu minggu berada dilokasi harus bisa
speeking, apabila melakukan pelanggaran misalnya berbicara dalam bahasa
Indonesia. Satu kata dikenakan sanksi, baik berupa uang atau hukuman menyanyi.
Saya
termasuk angkatan 172 dengan mendapatkan teman-teman yang berbeda karakter, yang
paling mengejutkan saya adalah pesertanya kebanyakan dari sekolah dan
universitas pelayaran yang tertemuka. Naluri untuk mengetahui banyak tentang
dunia pelayaran tiba-tiba muncul.
Ketika
face to face atau tate a tate mulai berlansung, saya sangat senang ketika teman
aku dari anak pelayaran. Itu berarti
saya akan menanyakan tentang latar belakang sekolahnya dan dunia pelayaran
kayak bagaimana. Apakah betul tulisan yang dibuat oleh temanku Anies dan biasanya
yang menjadi topik pembicaraan bagi semua manusia dimuka bumi ini.
“Kenapa
kamu memilih sekolah pelayaran?” Pertanyaan yang selalu keluar dari mulutku
ketika itu. Semua saya tujukan kepada mereka, kepada teman-teman yang berlatarbelakang
pendidikan pelayaran. Jawaban dari pertanyaanku itu adalah lagi-lagi persoalan
uang. Uang dengan mudah didapatkan, dan kenyataannya memang ketika kita mau
meneliti lebih jauh, rata-rata mereka kaya dan tidak pernah kekurangan.
Menjadi
seorang pelaut tidaklah muda, banyak pensyaratan dan mengumpulkan
sertifikat-sertifikat yang dibutuhkan. Gaji seorang pelaut terbilang begitu
mahal. Mahasiswa atau siswa yang praktek saja bisa mendapatkan gaji 2 sampai 3
juta. Antara 15 jutaan berkedudukan bagus sampai yang sudah menjabat sebagai
kapten 30 juta perbulan.
Jangan
heran kebanyakan calon pelaut yang kursus London Village adalah keturunan dari
pelaut juga. Menurut mereka dengan belajar bahasa inggris akan membawa mereka
berlayar ke luar negeri. Sejak kecil mereka sudah bercita-cita untuk memilih
profesi tersebut. Mereka hanya mencari pasangan hidup yang bisa sabar
menunggunya hingga kembali kedarat. Sungguh luar biasa istri para pelaut
tersebut, setia menunggu kedatangan sang suami.
Hari
demi hari ditempat kursus tersebut, mulai ada perubahan dalam pengetahuan bahasa inggris
dalam diri saya. Walaupun durasi waktu panjang dan kadang membuat kita bosan. Tapi
teman-teman yang lucu dan humoris yang menghidupkan suasana. Paling benci juga
sih ketika dihukum sama instruktur. Apalagi saya berada di group yang spesial. Group
para peserta yang sangat kurang kemampuannya. Ampun deh…!
Makan,
canda dan tawa menghiasi perkampungan tersebut, sungguh sangat merindu dan
ingin rasanya gabung lagi. Kangen mencicipi masakan mama, kangen dihukum,
kangen mendengar lagu-lagu para guruku, kangen mendengar kisah baru
teman-teman. Pokoknya semuanya patut dirindukan.
Entah
kapan kita akan bertemu lagi, dan apakah kalian akan selalu mengingat aku. Hanya
waktu yang akan menjawabnya. Kalian adalah teman yang tidak akan hilang di
pikiranku. Selamat berjuang para pencari ilmu di London Village meeting club. Berharap
suatu saat nanti bisa gabung di pertemuan rutin kalian. Tapi saya harus belajar
dulu dan melatih diri agar percaya diri untuk ngomong bahasa inggris.
(Anthy Zenevieva // Hardianti S.Pt)
Alamat LV lengkap d jln apa yah mb.
BalasHapusDaftar di London Village Makassar, berapa biaya kontribusinya mbak, mohon share infonya dong
BalasHapus